19
Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong,
Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil Association of India
dalam publikasinya yang berjudul Vasion 2005 India Essential Oil Industry
, peringkat pertama produsen minyak atsiri dunia adalah Brasil disusul oleh Amerika Serikat dan India. Setidaknya ada 70 jenis minyak
atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis di antaranya dapat diproduksi di Indonesia Lutony dan Rahmayati 2000. Meskipun
banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diusahakan di Indonesia.
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa.
Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10 persen dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama
didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri food flavouring, industri
komestik dan wewangian Dewan Atsiri Indonesia dan IPB, 2009.
Industri pengolahan minyak atsiri di Indonesia telah muncul sejak jaman penjajahan Lutony dan Rahmayati 2000. Namun, jika dilihat dari kualitas dan
kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal tersebut karena sebagian besar
pengolahan minyak
atsiri masih
menggunakan teknologi
sederhanatradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Daftar minyak atsiri yang berkembang di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran
3.
2.6 Studi Empiris Mengenai Nilai Tambah dan Pemasaran
Penelitian mengenai nilai tambah dan pemasaran yang dilakukan oleh penulis ini didasarkan pada beberapa penelitian terdahulu, diantaranya adalah
hasil penelitian Tinaprilla 1992 tentang Analisis Titik Impas, Nilai Tambah dan Pemasaran Jamur Tiram Putih Pleurotus ostreatus Jacqu:Fr. Kumm Studi Kasus
pada CV Tunas Sari Kotamadya Bogor. Penelitian tesebut bertujuan untuk mempelajari kegiatan perusahaan, menganalisis biaya produksi, titik impas,
kemampuan memperoleh laba, nilai tambah dan mempelajari proses manajemen pemasaran yang telah dilakukan oleh perusahaan. Penentuan lokasi berdasarkan
20
pada teknik purposive sampling. Dalam menjawab pertanyaan mengenai nilai tambah dalam penelitian Tinaprillia 1992 menggunakan metode Hayami.
Analisis didasarkan pada kegiatan perusahaan selama satu tahun mulai Januari sampai Desember 1991. Nilai tambah yang diperoleh perusahaan melalui aktivitas
usaha jamur tiram putih yaitu sebesar Rp 114.514,46 per kg per tahun. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode Hayami tersebut dapat diketahui bahwa
perusahaan cenderung lebih padat karya karena kontribusi faktor tenaga kerja dalam pembentukan marjin cukup besar yaitu 11,95 persen, sedangkan untuk
modal hanya 1,06 persen. Adapun balas jasa terbanyak berasal dari faktor bahan penolong yaitu sebesar 44,10 persen. Dari hasil penelitian mengenai pemasaran
pada CV Tunas Sari diketahui bahwa perusahaan telah menerapkan manajemen pemasarannya walaupun masih relatif sederhana. Peluang pasar dilihat oleh
perusahaan dari segi pemasok, pesaing dan pelanggan dimana sasaran perusahaan adalah konsumen golongan menengah ke atas. Pada tahap pengembangan strategi
pemasaran, perusahaan melakukan kebijaksanaan produk, harga, promosi dan distribusi
serta untuk
pengendalian pemasaran,
perusahaan berusaha
mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Selain itu, ada pula penelitian yang dilakukan oleh Munawar 2010
mengenai Analisis Nilai Tambah dan Pemasaran Kayu Gergajian Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor. Penelitian tersebut bertujuan untuk; 1
menghitung nilai tambah yang dapat dihasilkan dengan adanya usaha pengolahan komoditas kayu bulat menjadi produk gergajian, 2 menganalisis saluran
pemasaran yang meliputi: saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar, dan tingkah laku pasar, dan 3 menganalisis efisiensi pemasaran
berdasarkan marjin pemasaran, bagian harga yang diterima produsen, rasio keuntungan dan biaya.
Penelitian mengenai Analisis Nilai Tambah dan Pemasaran Kayu Gergajian tersebut dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Penelitian tersebut menggunakan metode Hayami yaitu nilai tambah dan analisis pemasaran dengan alat analisis kualitatif dan kuantitatif. Penentuan lokasi
berdasarkan pada teknik purposive sampling.
21
Hasil analisa yang dilakukan oleh Munawar 2010 menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kayu menjadi kayu olahan pada IPK
skala usaha kecil Rp. 103.879,02 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah sebesar 18,00 persen, adalah nilai tambah terkecil. Nilai tambah pada IPK skala
usaha menengah sebesar Rp. 117.972,15 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah 19,09 persen dan nilai tambah terbesar pada IPK skala usaha besar
Rp.137.348,23 per m
3
bahan baku dengan rasio nilai tambah 24,22 persen merupakan nilai tambah terbesar. Perbedaan nilai tambah disebabkan oleh
perbedaan nilai produk, harga input bahan baku dan perbedaan nilai sumbangan input lain pada masing-masing skala usaha yang dikategorikan.
2.7 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu