14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Hasil Hutan Bukan kayu
Keberadaan  hutan  di  Indonesia  sebagai  sumberdaya  alam  memiliki keunggulan tersendiri terutama karena hasil hutannya yang melimpah. Salah satu
hasil  hutan  yang  memiliki  nilai  manfaat  tinggi  yaitu  hasil  hutan  bukan  kayu HHBK. Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 menyebutkan bahwa
HHBK  adalah  benda-benda  hayati,  non  hayati  dan  turunannya  serta  jasa  yang berasal  dari  hutan.  Adapun  FAO  mendefinisikan  HHBK  sebagai  produk  biologi
asli selain kayu yang diambil dari hutan, lahan perkayuan dan pohon-pohon yang berada  di  luar  hutan.  Pemanfaatan  HHBK  di  Indonesia  belum  dilakukan  secara
optimal sehingga masih harus terus dikembangkan. Berbagai  jenis  tanaman  penghasil  HHBK  merupakan  tanaman  serbaguna
yang  dapat  memberikan  berbagai  manfaat  sosial  kepada  masyarakat  setempat, manfaat  ekonomi  untuk  meningkatkan  devisa  negara  dan  manfaat  lingkungan
untuk menjaga keseimbangan ekosistem. HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu,
jernang, kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, ylang-ylang, gemor, masohi, aneka tanaman hias dan tanaman obat serta minyak atsiri. Agar ekosistem
hutan  tetap  terjaga,  maka  pengembangan  HHBK  lebih  diarahkan  pada peningkatan usaha budidaya dan pemanfaatan produksi yang dapat meningkatkan
pendapatan  dan  kesejahteraan  masyarakat  dengan  memperhatikan  kelestarian lingkungan Sunaryo 2008.
2.2 Gaharu
Gaharu  merupakan  komoditi  HHBK  andalan  yang  mempunyai  nilai ekonomi tinggi terutama untuk pemenuhan kebutuhan pasar industri kosmetik dan
farmasi.  Permintaannya  yang  tinggi  serta  ketersediaannya  yang  terbatas  di  alam menyebabkan  harga  komoditi  ini  relatif  sangat  tinggi  Nurapriyanto  dkk.  2004.
Gaharu  berasal  dari  bahasa  Sangsekerta  yaitu  aguru  yang  berarti  kayu  berat tenggelam.  Gaharu  adalah  produk  komoditas  HHBK  dalam  bentuk  kayu
serpihan,  potongan,  serutan  dan  atau  bubuk  yang  di  dalamnya  terkandung komponen  kimia  berupa  resin  dan  bila  dibakar  akan  mengeluarkan  aroma
15
keharuman  yang  khas.  Masyarakat  awam  seringkali  mengaburkan  istilah  gaharu dengan pohon gaharu.
Menurut  SNI  01-5009.1-1999  gaharu  didefinisikan  sebagai  sejenis  kayu dengan  berbagai  bentuk  dan  warna  yang  khas,  serta  memiliki  kandungan  kadar
damar  wangi  yang  berasal  dari  pohon  atau  bagian  pohon  penghasil  gaharu  yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang
terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon dan pada umumnya terjadi  pada  pohon  Aquilaria  sp.  Beberapa  nama  diberikan  pada  gaharu,  seperti
agarwood ,  aloeswood,  gaharu  Indonesia,  ood,  oudh,  oodh  Arab,  chenxiang
China, pau d’aquila Portugis, bois d’aigle Perancis, dan adlerholz Jerman.
Di  Indonesia,  gaharu  memiliki  nama  yang  berbeda-beda  menurut  daerah,  seperti karas,  alim,  garu,  dll.  Gaharu  dihasilkan  oleh  tumbuhan  dari  famili  Thyeleaceae
dengan  6  genus,  Euphorbiaceae  1  genus  dan  Leguminoceae  1  genus.  Selain Indonesia,  gaharu  juga  dihasilkan  dari  beberapa  negara  seperti  India,  Myanmar,
Thailand,  Malaysia,  Filiphina,  Brunei  Darusalam,  Papua  New  Gini,  China  dan Indochina.  Jenis-jenis  pohon  penghasil  gaharu  di  Indonesia  dapat  dilihat  pada
Lampiran 2, dimana gaharu tersebut tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan dihasilkan dari jenis pohon yang berbeda pula untuk setiap daerah.
Gaharu  di  Indonesia  mulai  dikenal  masyarakat  sejak  tahun  1200-an  dan sebagain  besar  produksi  hingga  saat  ini  masih  merupakan  produksi  hutan  secara
alami.  Semula  gaharu  diburu  masyarakat  dengan  cara  dipungut  dari  pohon  alam yang  telah  mati  dengan  sebagian  besar  produk  tergolong  dalam  kelas  gubal,
dimana  dengan  kandungan  resin  yang  tinggi  di  alam  tidak  akan  lapuk  dimakan usia.  Namun,  semakin  sulitnya  memperoleh  pohon  yang  mati,  masyarakat
pemburu  gaharu  di  berbagai  daerah  penghasil,  mencari  gaharu  dengan  cara menebang  pohon  hidup,  kemudian  mencari  bagian  kayu  dengan  cara
mencacahnya  untuk  mendapatkan  kayu  berwarna  hitam,  hitam-coklat  dan  putih- kuning  bergaris-garis  hitam.  Cara  tersebut  berdampak  buruk  bagi  kelestarian
sumberdaya  pohon  penghasil  gaharu,  sehingga  Convention  International  Trade Endangered  Species
CITES  menetapkan  2  genus  Famili  Thymeleaceae  yaitu Aquilaria
sp  dan  Gyrinops  sp  masuk  sebagai  tumbuhan  dilindungi  dalam kelompok Apendix II CITES.
16
Gaharu  terbentuk  dalam  jaringan  kayu  akibat  pohon  terinfeksi  penyakit cendawan fungi yang masuk melalui luka batang patah cabang. Adapun jenis-
jenis  penyakit  dari  genus  cendawan  fungi  yang  terdapat  di  berbagai  wilayah sentra produksi yang diduga sebagai postulat pembentuk gaharu adalah Fusarium
sp,  Phytium  sp,  Libertella  sp,  Rizoctonia  sp,  Trichoderma  sp,  Thiolaviopsis  sp, Acremonium sp, Botrydiplodia sp, Penicillium sp
dan Lasiodiplodia sp.
2.3 Klasifikasi Gaharu