Manfaat Strategies in Managing the Interests of Some Parties in the Effort of Sustainable Protection of Food Crop Land in Bogor Regency.

untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan dasar berupa pemenuhan kebutuhan pangan, meskipun terdapat pihak lain yakni pemerintah pusat dan swasta. Dengan dilaksanakannya kebijakan tersebut, diharapkan lahan pertanian pangan secara status akan lebih jelas dalam peruntukan dan penggunaan. Dengan demikian hal ketiga yang perlu diketahui adalah bagaimana strategi pengelolaan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupten Bogor. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi Pemerintah Kabupaten Bogor melalui pengelolaan kepentingan para pihak dalam upaya melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan guna memenuhi tingkat kecukupan pangan dan melindungi dari laju konversi lahan. Untuk mendukung tujuan utama tersebut, perlu ditetapkan tujuan spesifik, meliputi : 1. Mengidentifikasikebijakan berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisisbagaimana pengelolaan kepentingan para pihak terhadap perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor. 3. Merumuskan strategi perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor.

1.4 Manfaat

a. Dari aspek keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai kondisi atau gambaran dari strategi pengelolaan kepentingan para pihak terhadap kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. b. Dari aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam perumusan kebijakan strategis. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Lahan dan Masalah Konversi Lahan Pertanian Lahan merupakan bagian dari bentang alam landscape yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografirelief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan FAO, 1976.Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001 dalam Nofarianty 2007 mendefinisikan lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat bersifat siklik yang berbeda di atas dan di bawah wilayah tersebut termasuk atmosfir serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang yang semuanya berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa yang akan datang. Pemanfaatan lahan merupakan proses yang dinamis dari pola dan aktivitas manusia. Manusia memerlukan bahan pangan, air, energi dan minyak serta infrastruktur perumahan dan fasilitas publik.Kegiatan pemenuhan kebutuhan tersebut menuntut tersedianya lahan. Namun karena ketersediaan tanah relatif tetap, kelangkaan lahan akan terjadi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat konsumsinya. Dalam kaitan ini, respon terhadap lahan dapat berupa a Ekstensifikasi, bila masih mungkin ketersediaan lahan yang bersifat elastis, b Intensifikasi, dengan ketersediaan lahan yang tidak elastis dan digantikan perannya oleh teknologi dan c Kombinasi kedua hal tersebut. Terhadap keseimbangan antara permintaan dan penawaran lahan, sistem umpan balik penggunaan lahan dapat mengalir dalam dua arah, yaitu menghasilkan perbaikan kesejahteraan atau justru menurunkan produktivitas dan mengganggu keberlanjutan produksi Nasoetion, 1995.Dalam keadaan demikian lahan adalah aset yang memberikan nilai guna use value bagi menusia seperti yang ditampilkan oleh ciri-cirinya.Nilai guna lahan dapat berupa langsung dan tidak langsung.Nilai guna lahan diperlihatkan misalnya sebagai dasar hunian atau pendukung kegiatan-kegiatan ekonomi.Nilai guna tidak langsung dapat diduga dari unsur hara, mikroorganisme, keanekaragaman hayati, nilai-nilai sosial, atau nilai lahan yang dapat diwariskan Nugroho dan Dahuri, 2004. Masalah lahan yang saat ini sering dibicarakan adalah alih fungsi lahan terutama lahan pertanian untuk penggunaan non-pertanian.Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian dari transformasi struktur ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan membutuhkan ruang yang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi dan permukiman. Sebagai akibatnya wilayah pinggir yang sebagian besar adalah lahan pertanian sawah beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian dengan tingkat peralihan yang beragam antar periode dan wilayah.Lahan pertanian yang berpeluang untuk terkonversi lebih besar adalah lahan sawah dibandingkan lahan kering. Sawah secara spasial memiliki alasan yang kuat untuk dikonversi menjadi kegiatan non-pertanian karena : 1 Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian lebih menguntungkan dilahan yang datar dimana sawah pada umumnya ada, 2 Infrastruktur seperti jalan lebih tersedia di daerah persawahan, 3 Daerah persawahan pada umumnya lebih mendekati wilayah konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan lahan kering yang sebagian besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan. Konversi lahan pertanian menurut Nasoetion dan Winoto 1996 terkait pada beberapa faktor antar lain disebabkan oleh : 1 Nature atau instritic sumberdaya lahan, sesuai prinsip hukum ekonomi supply-demand yang mengalami struktur kelangkaan sebagai akibat kuantitas sumberdaya lahan yang tersedia tetap, 2 berkaitan dengan market failure pergeseran struktural dalam perekonomian, dan dinamika pembangunan yang cenderung mendorong petani untuk alih profesi dengan menjual aset lahan sawah yang dimilikinya, 3 government failure yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan peluang investasi yang lebar kepada sektor industri namun laju investasi di sektor tersebut belum diikuti dengan laju penetapan peraturan dan perundang-undangan yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mengendalikan konversi lahan. Banyak pendapat yang dikemukakan mengenai faktor determinasi konversi lahan.Menurut Irawan 2005 dalam Nofarianty 2007 konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antar sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : a keterbatasan sumberdaya lahan, b pertumbuhan penduduk, dan c pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.Hal ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap pendapatan.Meningkatnya kelangkaan lahan akibat pertumbuhan penduduk, yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan untuk kegiatan non- pertanian akibat pertumbuhan penduduk mendorong terjadinya konversi lahan pertanian.

2.2 Persepsi dan Partisipasi