2.4.1 Mutu surimi
Surimi dengan mutu yang paling bagus adalah surimi dengan derajat putih yang paling tinggi, paling bersih dan kekuatan gelnya paling tinggi Mitchell
1986. Martin et al. 1982 menambahkan bahwa kriteria penting yang dapat menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel yang dapat dibentuk oleh surimi
tersebut. Komponen yang berperan dalam pembentukan gel adalah protein miofibril yang dapat diekstrak dengan larutan garam netral.
Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gelnya dan warna yang sangat tergantung dari faktor-faktor seperti spesies ikan, kesegaran ikan, metode
dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi. Penentuan mutunya
dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik, uji lipat dan uji gigit Tan et al. 1987.
Persyaratan bahan baku surimi menurut Badan Standardisasi Nasional BSN 2006 yaitu bahan baku surimi beku berasal dari ikan demersal dan ikan
pelagis segar yang sudah atau belum disiangi serta berasal dari perairan yang tidak tercemar. Mutu bahan baku surimi adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat- sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan
kesehatan. 2.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut :
- Kenampakan : mata cerah, cemerlang
- Bau
: segar -
Tekstur : elastis, padat dan kompak.
Tabel 4 Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku
Jenis uji Satuan
Persyaratan
a Organoleptik
angka 1-10 minimal 7
b Cemaran mikroba:
- ALT
kolonigram -
Escherichia coli APMg
maksimal 5,0x10
5
- Salmonella
APMg negatif
- Vibrio cholera
APMg negatif
- Vibrio parahaemolyticus
APMg maksimal3
kanagawa positif c
Cemaran kimia -
Raksa Hg mgkg
maksimal 1 -
Timbal Pb mgkg
maksimal 0,4 -
Histamin mgkg
maksimal 100 -
Cadmium Cd mgkg
maksimal 0,1 d
Kadar air 80-82
e Fisika:
- Suhu pusat
o
C maksimal -18
f Filth
potong 80-82
Catatan Bila diperlukan APM = Angka paling memungkinkan
Sumber : Badan Standarisasi Nasional 2006.
Kriteria yang paling penting dalam menentukan mutu surimi adalah elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan gel ikan. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi diantaranya jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan dan jumlah
zat penambah, seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati dan putih telur. Perlakuan pencincangan dan penggilingan juga menentukan tekstur
Heruwati et al. 1995.
2.4.2 Pembentukan gel surimi
Pembentukan gel protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein tidak menggulungnya rantai protein dan tahap kedua
adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi Niwa 1992. Mackie 1992 menyimpulkan bahwa ada dua hal yang diperlukan untuk
menghasilkan produk gel, yaitu: 1 protein miofibril harus dilarutkan dalam larutan garam, dan 2 pemanasan untuk membentuk gel, protein harus
terdenaturasi sehingga membentuk struktur jala yang teratur dan mampu menahan
air yang terdapat dalam surimi. Menurut Venugopal et al. 1994 selain garam, asam lemah asam asetat dan asam laktat juga dapat menyebabkan denaturasi
protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang
ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartrat. Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel,
dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2-3. Konsentrasi garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan
jaringan ikan adalah ±2 dari berat daging pada pH 7. Konsentrasi garam yang digunakan menjadi lebih besar jika pH diturunkan Suzuki 1981.
Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin miosin dan aktin sebagai komponen
yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol dispersi partikel padat dalam medium cair yang sangat adhesif.
Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau
suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan
Tanikawa 1985. Menurut Lee 1984, gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi
molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu
rendah akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi.
Konstruksi jala dapat terbentuk dan konjugasi molekul-molekul protein yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan antara karbonil dengan
radikal amino pada peptida oleh hidrogen atau oleh radikal disulfida yang terbentuk dan radikal sulfhidril. Pasta daging ikan apabila dibiarkan pada suhu
kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga
dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama Tanikawa 1985. Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60
o
C,