2.2 Limbah Filet Ikan Kakap Merah
Ikan merupakan sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan hasil- hasil hewani lainnya. Ikan dan hasil perikanan lainnya pada umumnya
mengandung protein yang tinggi dan jumlahnya tidak terlalu bervariasi, tetapi kandungan lemaknya dapat bervariasi besar sekali. Komposisi kimia daging ikan
bervariasi tergantung kepada spesies, jenis kelamin, habitat, musim dan jenis makanan Hadiwiyoto 1993.
Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan yang megandung protein tinggi. Ikan kakap merah lebih banyak dimanfaatkan dalam bentuk filet dan
bagian kepala. Filet diproduksi untuk diekspor dan dijual ke supermarket atau pasar semi modern, sedangkan kepala ikan kakap merah biasanya dijual ke rumah
makan padang yang menyediakan masakan gulai kepala kakap, atau dijual ke pelelangan dan pasar tradisional Haetami 2008. Volume ekspor filet ikan laut
segar atau dingin dan dibekukan berfluktuasi dari tahun 2004-2007, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun 2004-2007 Tahun
Jumlah Kg Filet beku
Filet segar 2004
33.658.152 2.301.714
2005 37.759.020
2.407.866 2006
33.220.595 3.313.445
2007 35.073.673
7.883.452
Sumber : Kementrian Kelautan Perikanan KKP 2009
Proses pembuatan filet pada industri dihasilkan limbah berupa tulang, daging sisa yang masih menempel di tulang, kepala, dan isi perut. Industri filet
juga menghasilkan limbah daging ikan hasil sortir yang tidak memenuhi standar karena rusak, memiliki celah atau rongga diantara otot daging sehingga otot
daging ikan menjadi terpisah, kondisi tersebut dikenal dengan istilah gapping. Berbagai limbah yang diperoleh dari industri filet ikan kakap merah
sebenarnya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki nilai tambah produk. Pemanfaatan daging ikan kakap dari limbah filet biasanya digunakan oleh para
pengusaha industri rumah tangga sebagai bahan baku untuk nugget, baso, otak- otak, pempek, dan siomay. Pemanfaatan daging limbah industri filet ikan kakap
merah dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, salah satunya adalah dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai edible coating ataupun produk olahan lainnya.
2.3 Protein Ikan
Protein ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah denaturasi dengan berubahnya kondisi lingkungan. Larutan protein tersebut
apabila diasamkan hingga mencapai pH 4,5-5 akan terjadi pengendapan. Sebaliknya apabila dipanaskan pemasakan, penggorengan proteinnya akan
menggumpal koagulasi. Protein juga dapat mengalami denaturasi apabila dilakukan pengurangan air, baik selama pengeringan maupun pembekuan Zaitsev
et al. 1969. Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya
dalam air, lokasi terdapatnya, dan fungsinya. Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu protein mudah larut
dalam air, protein yang tidak larut dalam air dan protein yang sukar larut dalam air setelah diberi garam dalam konsentrasi tertentu Hadiwiyoto 1993.
Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein
stroma protein jaringan ikat dengan komposisi kandungan miofibril 65-75, sarkoplasma 20-30, dan stroma 1-3 Suzuki 1981.
2.3.1 Protein miofibril
Protein miofibril merupakan bagian yang terbesar dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan
protein regulasi yang merupakan gabungan antara aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Golongan protein yang menyusun miofibril pada otot
daging merupakan 50 lebih dari seluruh protein daging ikan Zaitsev et al. 1969. Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses
koagulasi, terutama dari fraksi aktomiosin Suzuki 1981. Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak
dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang 0,5 M. Penampakan protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, tetapi lebih mudah