Pembentukan gel surimi Surimi

dapat berwarna hijau, atau biru dalam hewan hidup, menjadi berwarna merah jika dipanaskan Britton 1996.

2.8 Udang Rebus

Cooked Shrimp Udang sebagai produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan, biasanya memiliki nilai komersial yang lebih tinggi jika dijual dalam bentuk udang masak. Udang masak merupakan produk udang yang telah mengalami proses pemasakan baik melalui perebusan maupun pengukusan. Industri pengolahan udang masak pada umumnya dilakukan pada skala besar dalam wadah dengan kuantitas air yang banyak. Ketika udang dimasukkan ke dalam wadah, suhu air akan menurun kemudian akan meningkat kembali sampai suhu 100 o C. Udang selanjutnya direbus dalam air mendidih sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memastikan aman dari bakteri dan diperoleh kualitas daging yang optimum Alvarez et al. 2009. Udang rebus seperti produk perikanan lainnya, selama proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu ini terjadi karena adanya proses dekomposisi dalam produk. Menurut Food and Drug Administration FDA 1998, dekomposisi adalah suatu penguraian oleh bakteri atau akibat perubahan kimia enzimatis pada jaringan produk. Perubahan ini selanjutnya diperlihatkan dengan timbulnya penyimpangan pada kenampakan, warna, rasa, tekstur, dan penyimpangan yang lainnya pada produk. Udang umumnya mengandung lemak sebesar 1,2, dimana komponen utama yang paling banyak adalah phospholipid. Adanya cahaya dan oksigen akan menyebabkan asam lemak menjadi teroksidasi. Oksidasi lemak tersebut selanjutnya akan menghasilkan bau seiring dengan semakin lamanya proses penyimpanan produk Johnston et al. 1983. Oksidasi lemak cenderung terjadi pada saat penyimpanan beku dibandingkan dengan penyimpanan dingin, dan dapat berkaitan dengan enzim maupun non enzim. Enzim-enzim seperti lipoksigenase, peroksidase, dan enzim-enzim mikrosomal dari jaringan otot hewan kemungkinan besar dapat memulai peroksidasi lemak yang menghasilkan hidroperoksida. Terpisahnya hidroperoksida menjadi aldehid, keton, dan alkohol menyebabkan terjadinya perubahan rasa Departemen Kelautan dan Perikanan 2008. Proses pemasakan pada udang menyebabkan terjadinya denaturasi protein miofibril dan penyusutan kolagen, sehingga akhirnya mengakibatkan mengerasnya daging udang Erdogdu et al. 2004. Perubahan tersebut akhirnya akan menyebabkan keluarnya cairan yang mengandung protein yang dikenal dengan istilah drip selama pemasakan yang mengakibatkan timbulnya kekosongan antar serabut otot udang. Dengan demikian faktor tersebut akan mempengaruhi terhadap keseluruhan volume dan kepadatan setelah pemasakan udang.

2.9 Secang

Caesalpinia sappan Linn Secang Caesalpinia sappan Linn. merupakan salah satu jenis tanaman sumber tanin berupa tanaman perdu yang memanjat atau berupa pohon kecil dan duri banyak, yang tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Tanaman ini biasanya tumbuh baik di daerah pegunungan yang tidak terlalu dingin Heyne 1987. Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia, dan Indonesia Departemen Kesehatan 1998. Tanaman secang Caesalpinia sappan Linn. disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Secang Caesalpinia sappan Linn. Sumber : http:www.iptek.net.idindpd_tanobatview.php. Kayu secang menghasilkan pigmen, tanin, brazilin dan asam galat Lemmens 1992. Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas Sanusi 1993. Selain sebagai pewarna, brazilin kayu secang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri. Menurut Weningtyas 2009, aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak secang yaitu pada konsentrasi 2,5 mgml. Menurut Lim et al. 2007, ekstrak secang mengandung komponen antimikroba dengan jenis 5-hydroxi-1,4-naptakuinon. Menurut Kristie 2008, konsentrasi secang sebesar 37,5 mgml memiliki aktivitas antimikroba yang paling kuat. Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu secang Caesalpinia sappan Linn. adalah brazilin C 16 H 14 O 5 Sanusi 1989. Brazilin termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid Oliveira et al. 2002. Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari, dan jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein C 16 H 12 O 5 yang berwarna merah kecoklatan dan dapat larut dalam air Kim et al. 1997. Titik leleh dari senyawa brazilein adalah 150 o C, dan suhu penguraiannya lebih besar dari 130 o C Goodwin 1976. Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi pH, suhu, pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta metal. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada pH 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning, pada pH 6-7 berwarna merah, dan pada pH 8 ke atas berwarna merah keunguan Adawiyah dan Indriati 2003.