Ikan Kakap Merah The improvement of cooked shrimp’s surimi based edible coating from red snapper fillet waste (Lutjanus sp.)

air yang terdapat dalam surimi. Menurut Venugopal et al. 1994 selain garam, asam lemah asam asetat dan asam laktat juga dapat menyebabkan denaturasi protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartrat. Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel, dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2-3. Konsentrasi garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan jaringan ikan adalah ±2 dari berat daging pada pH 7. Konsentrasi garam yang digunakan menjadi lebih besar jika pH diturunkan Suzuki 1981. Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin miosin dan aktin sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol dispersi partikel padat dalam medium cair yang sangat adhesif. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari. Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan Tanikawa 1985. Menurut Lee 1984, gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi. Konstruksi jala dapat terbentuk dan konjugasi molekul-molekul protein yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan antara karbonil dengan radikal amino pada peptida oleh hidrogen atau oleh radikal disulfida yang terbentuk dan radikal sulfhidril. Pasta daging ikan apabila dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama Tanikawa 1985. Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60 o C, karena pada suhu tersebut protease akan lebih aktif terhadap aktomiosin yang menyebabkan lemahnya gel yang dihasilkan Haard et al. 1994. Fenomena perubahan elastisitas dapat dijelaskan dengan dispersi molekul-molekul protein Tanikawa 1985.

2.4.3 Cryoprotectant

Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama. Fungsi cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Penambahan zat ini penting untuk menjamin sifat fungsional surimi beku mengingat pembekuan dapat berpengaruh menyebabkan denaturasi dan agregasi. Jumlah yang ditambahkan sekitar 3-5. Bahan yang sering digunakan sebagai cryoprotectant adalah dari golongan karbohidrat dengan bobot molekul rendah seperti sukrosa. Sorbitol juga umum digunakan dan merupakan cryoprotectant terkuat. Penambahan sukrosa tanpa sorbitol akan mengakibatkan surimi menjadi manis dan warnanya berubah selama pembekuan Park dan Morrissey 2000. Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kekuatan gel. Sering pula ke dalam surimi ditambahkan bahan lain dengan maksud untuk memperbaiki sifat surimi terutama sifat elastisitas dan kelembutannya, seperti dengan penambahan 0,2-0,3 polifosfat dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau campurannya dengan tetrasodium pyrofosfat 1:1 yang akan bersifat sinergis dengan karbohidrat Peranginangin et al. 1999.

2.5 Edible Coating

Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung dengan mencelupkan dipping, penyemprotan spraying, atau panning ke permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta meningkatkan nilai tambah produk Krochta 2002. Fungsi edible coating adalah untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis, fisik, kimia, dan aktivitas mikrobiologi. Edible coating menghasilkan suatu kondisi atmosfir termodifikasi pasif, yang dapat mempengaruhi berbagai perubahan pada produk segar dan bahan pangan terolah minimal dalam beberapa hal seperti sifat antioksidan, warna firmness, kualitas sensori, menghambat pertumbuhan mikroba, komponen volatil yang dihasilkam dari proses anaerobik Falguera et al. 2011. Penelitian yang telah dilakukan oleh Riyanto 2006 menunjukkan bahwa dengan pemberian coating dengan isinglass pada produk udang masak mampu mencegah perubahan kimia akibat oksidasi, sehingga mampu mempertahankan perubahan warna produk. Pelapis edible dari isinglass juga mampu melindungi udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada proses coating yang telah diteliti oleh Ismudiyati 2003 pada filet ikan patin menggunakan coating kappa karagenan semi refine dapat menghambat pertumbuhan mikroba hingga hari ke-10 pada produk yang diberi coating terdapat bakteri sebanyak 1,5 x 10 6 kolonig, sedangkan pada produk tanpa coating terdapat bakteri sebanyak 2 x 10 7 kolonig. Hasil penelitian Julikartika 2003 melaporkan bahwa udang kupas rebus yang dilapisi edible coating dari natrium alginat mampu menghambat susut bobot sebesar 36. Selanjutnya, Mastromatteo et al. 2010 menemukan bahwa coating aktif dari minyak thymol pada udang peeled ready to use efektif mengurangi kerusakan kualitas sensori selama penyimpanan refrigerasi dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba terutama pada awal penyimpanan. Edible film dan coating dalam perkembangannya telah lama digunakan sebagai pelindung produk pangan. Contohnya adalah aplikasi gula dan coklat sebagai coating pada permen, coating lilin pada buah-buahan, lemak cair atau minyak juga sering kali digunakan sebagai coating pada produk pangan. Edible film juga sangat menarik dan seringkali digunakan sebagai parameter terhadap kualitas dan stabilitas beberapa produk pangan Gontard dan Guilbert 1994. Menurut Donhowe dan Fennema 1994, terdapat beberapa metode dalam pembuatan edible film dan coating, yaitu : 1. Pencelupan dipping Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating, produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Metode ini sudah diaplikasikan sebagai pengemas atau pelapis pada produk daging, ikan, produk ternak, sayur, dan buah-buahan.