52 terlalu tinggi, namun nelayan tidak memisahkan ikan yang baik untuk makanan
manusia dan berekonomis tinggi dengan ikan yang berekonomis rendah karena keterbatasan tempat dan alat. Padahal untuk mempertahankan mutu ikan menurut
Putro et. al 1987 dapat dinyatakan dengan empat kata yang meliputi dingin cold ; hati-hati careful ; bersih clear dan cepat fast, yang dikenal dengan
istilah 3C + 1F. Dari survei yang dilakukan bahan baku ikan yang digunakan biasanya
dibeli dari TPI yang terdekat atau sudah ada kerjasama dengan pedagang. Sehingga pengolah ikan tidak perlu ke TPI untuk membeli ikan namun sudah ada
pedagang yang menyetor ikan yang dibutuhkan. Hal ini tergantung dari keinginan dari pengolah ikan.
4.2.2. Penanganan dan pengolahan 1. Penanganan dan Pengolahan Ikan asin kering di 6 kota
Metode pengasinan ikan yang umum dilakukan dibagi menjadi dua. Pertama, pengasinan ikan dengan cara perebusan outputnya disebut ikan asin
rebus, dan kedua pengasinan ikan dengan cara penggaraman outputnya disebut ikan asin mentah. Dari hasil survei diketahui bahwa sebagian besar pengasinan
ikan dilakukan dengan cara penggaraman. Pengasinan ikan dengan kedua cara di atas umumnya masih menggunakan teknologi sederhana dan tradisional.
2. Penanganan dan Pengolahan Terasi di 6 kota
Terasi termasuk salah satu bahan makanan tambahan, sama halnya dengan kecap, vetsin dan sejenisnya yang digemari oleh kebanyakan masyarakat
Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Di negara lain di Asia Tenggara juga dikenal
53 produk fermentasi seperti terasi misalnya di Malaysia belacan, Vietnam mam-
ca, Philipina bagoong, Thailand kapi, Kamboja prahoc dan Jepang shiokara Reilly, et al. 1989. Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan
terasi umumnya adalah rebon atau jenis-jenis udang kecil. Dapat pula digunakan ikan teri atau ikan-ikan kecil lainnya yang terdapat sebagai hasil sampingan
penangkapan ikan. Terasi udang biasanya berwarna coklat kemerahan, sedangkan terasi ikan biasanya berwarna kehitaman.
Terasi yang bermutu baik biasanya terbuat dari rebon atau teri kecil tanpa penambahan bahan tambahan seperti tepung tapioka atau tepung beras. Seperti
pada umumnya pengolahan yang bersifat tradisional, pengolahan terasi juga kurang memenuhi persyaratan sanitasi dan hygiene. Selain itu untuk menarik
konsumen kadang ditambahkan bahan pewarna buatan yang seharusnya tidak digunakan untuk makanan. Persoalan lain adalah kurangnya cara pengemasan
yang baik dan informasi yang tertulis didalamnya sehingga konsumen tidak mengetahui mutu terasi tersebut. Dari hasil survei diketahui bahwa sebagian besar
penanganan dan pengolahan terasi adalah sebagai berikut : •
Rebon yang didapatkan, dicuci dengan air laut dan langsung dijemur. Penjemuran dilakukan selama kira-kira 4 jam atau terjadi penyusutan berat
sekitar 70. Selama penjemuran dilakukan penyortiran terhadap ikan-ikan kecil, rajungan, keong dan bahan – bahan pengotor lainnya serta ditipiskan
untuk mempermudah pengeringannya. Untuk terasi mutu nomor 1 bahan yang digunakan murni hanya rebon saja tidak boleh tercampur dengan
bahan lainnya. Ciri-ciri rebon yang sudah kering adalah permukaan tubuh
54 rebon rata, keras dan masing-masing dari rebon sudah terpisah satu sama
lain.
• Setelah kering rebon digiling dengan penambahan garam krosok 4-5
kg100 kg rebon basah dan air. Penggilingan pertama menghasilkan hancuran yang belum lumat secara merata atau masih berupa adonan kasar.
• Hasil penggilingan pertama kemudian dijemur dibawah sinar matahari
selama 8 – 12 hari. Rebon dibolak-balik untuk untuk mempercepat pengeringan. Penjemuran ini bertujuan untuk menghilangkan air yang masih
terdapat pada adonan rebon, sehingga akan mempermudah proses penggilingan yang ke-2. Ciri-ciri jika hasil penjemuran sudah selesai adalah
berubahnya adonan menjadi keras, tidak lengket dan sudah terpisah satu sama lain.
• Hasil penggilingan ke-1 yang sudah kering kemudian digiling lagi dengan
ditambahkan air untuk mempermudah proses penggilingan ke-2. Penggilingan ini bertujuan untuk menghaluskan adonan yang masih belum
merata. •
Untuk memperoleh tekstur yang halus , padat dan kenyal pada adonan dilakukan penumbukan menggunakan lumpang kayu. Penumbukan ini
menyebabkan adonan terasi yang sudah halus menjadi semakin rekat. Pada saat dilakukan penumbukan ini dilakukan percikan air pada adonan dengan
tujuan untuk mempercepat proses penumbukan dan adonan terasi tidak lengket dengan penumbuk.
55 •
Bongkahan hasil penumbukan dipotong –potong dan dibuat menjadi bentuk blok dan ditimbang seberat 1 dan 3 kg sesuai dengan permintaan pembeli
atau dilakukan pencetakan bentuk dan berat sesuai dengan pesanan pembeli. Permukaan yang tidak rata dan berlubang-lubang diperbaiki dengan cara
dilumuri air sehingga permukaan terasi menjadi halus dan rata. •
Terasi yang sudah halus permukaannya kemudian dikemas dengan menggunakan daun pisang kering. Daun pisang yang digunakan berlapis-
lapis dan harus dikeringkan terlebih dahulu untuk mencegah agar terasi tidak menjdi lembab. Pada proses fermentasi yang terjadi, daun pisang akan
menimbulkan aroma dan rasa yang khas pada terasi. •
Proses fermentasi yang sempurna terjadi setelah 50 hari penyimpanan pada suhu kamar. Apabila fermentasi belum sempurna maka terasi yang
dihasilkan kenampakannya sudah mulai kental dengan warna coklat kemerahan, namun aromanya masih kurang pas belum spesifik karena rebon
belum terurai seluruhnya. Berat terasi yang dihasilkan biasanya 40- 50 dari berat basah bahan yang digunakan.
3. Penanganan dan Pengolahan Kerupuk Ikan di 6 kota
Dalam usaha pembuatan kerupuk ikan dapat menggunakan teknologi tradisional ataupun teknologi modern. Perbedaan teknologi ini berkaitan dengan
jenis peralatan yang digunakan selama proses produksi.
56
a. Teknologi tradisional