87
20 20
40 20
20 70
20 20
20 20
10 20
40 60
20 20
60 80
10 20
30 40
50 60
70 80
90
TGL PKL
SMG PT
RMB BTL
Tdk sekolah SD
SMP SMA
Ilustrasi 10. Grafik rerata tingkat pendidikan pengolahpedagang Hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pengolah dan pedagang
lebih baik dibandingkan nelayan pada 6 enam lokasi penelitian di Pantura Jateng dan DIY. Hanya untuk tingkat pendidikan pengolah dan pedagang Semarang dan
Pati perlu ditingkatkan. Untuk dapat meningkatkan ketrampilan dan kemampuan dalam pengolahan dan keamanan pangan di kalangan pengolah dan pedagang
sebaiknya pemerintah melakukan langkah-langkah yang dapat mempercepat hal tersebut. Misalnya dengan melakukan penyelenggaraan penyuluhan, pembinaan
maupun pelatihan yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam keamanan pangan.
Menurut Zeta Rina P, 2004.menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan produsen pangan kerupuk terhadap bahan tambahan yang diperbolehkan untuk
pangan menyebabkan masih banyak ditemukan produk pangan yang mengandung bahan tambahan pewarna, pengawet yang dilarang untuk pangan.
B. Sikap kerja
Sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 enam lokasi penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja nelayan bekaitan dengan usaha
sampingan sebagian besar tidak mempunyai usaha sampingan. Misalnya untuk
88 Tegal, Pekalongan, Pati, Semarang dan Rembang sebagian besar nelayan tidak
mempunyai usaha sampingan. Sedangkan untuk Bantul sebagian besar nelayan mempunyai usaha sampingan bahkan sekitar 90 . Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada grafik berikut ini :
20 20
30 20
90 80
80 100
70 80
10 20
40 60
80 100
120
TGL PKL
SMG PT
RMB BTL
Ada usaha sampingan tidak ada usaha sampingan
Ilustrasi 11. Grafik sikap kerja nelayan di 6 lokasi penelitian
Selanjutnya untuk melihat pengaruh pendidikan terhadap sikap kerja dari nelayan dilakukan analisis Chi-Square, maka untuk Tegal, Pekalongan, dan
Rembang mempunyai hubungan yang signifikan. Sedangkan untuk Kabupaten Semarang, Pati maupun Bantul tidak ada pengaruh yang nyata antara pendidikan
dan sikap kerja dari pengolah pedagang. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 6, 15, 29, 39, 50.
Hal ini menunjukkan bahwa nelayan Tegal, Pekalongan, Pati, Semarang dan Rembang sebagian besar nelayan hanya bergantung pada satu mata
pencaharian yaitu menangkap ikan di laut. Jadi apabila musim ombak besar, nelayan-nelayan tersebut tidak dapat menangkap ikan di laut sehingga tidak ada
pendapatan untuk dapat menafkahi keluarga. Untuk dapat mengatasi hal tersebut sebaiknya pemerintah segera melakukan langkah-langkah nyata. Misalnya dengan
menggalakkan usaha sampingan yang berbasis pada pengolahan hasil perikanan
89 yang dapat meningkatkan nilai tambah pada produk perikanan. Selain itu, juga
bisa dilakukan asuransi ataupun tabungan yang dapat digunakan nelayan pada saat musim ombak besar.
Sampling yang dilakukan pada awal Nopember 2005 di 6 enam lokasi penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja pengolah dan pedagang bekaitan
dengan usaha sampingan yang sangat bervariatif dalam jumlahnya. Misalnya untuk Tegal, Pekalongan, dan Bantul sebagian besar pedagang dan pengolah
mempunyai usaha sampingan. Sedangkan untuk Semarang, Pati dan Rembang sebagian besar pedagang dan pengolah tidak mempunyai usaha sampingan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
80 60
20 40
20 60
20 40
80 60
80
40 10
20 30
40 50
60 70
80 90
TGL PKL
SMG PT
RMB BTL
Ada usaha sampingan tidak ada usaha sampingan
Ilustrasi 12. Grafik sikap kerja pengolah dan pedagang di 6 lokasi penelitian Selanjutnya untuk melihat pengaruh pendidikan terhadap sikap kerja dari
pengolah pedagang dilakukan analisis Chi-Square, maka untuk Pati dan Bantul mempunyai hubungan yang signifikan. Sedangkan untuk Kabupaten Tegal,
Pekalongan, Semarang, maupun Rembang tidak ada pengaruh yang nyata antara pendidikan dan sikap kerja dari pengolah pedagang. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada lampiran 7, 16, 22, 30, 40, 51.
90
C. Hubungan sosial