Perundang-undangan Analisa Kebijakan Keamanan Pangan

126 kesehatan konsumen. Di Indonesia, penanganan keamanan pangan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996, dan dijabarkan lebih lanjut dalam PP No. 28 2004 bertujuan membantu konsumen untuk mengevaluasi dan memilih produk, membantu produsen dalam meningkatkan mutu serta dalam melakukan perdagangan yang jujur, serta meningkatkan kesehatan. rakyat dan peningkatan kegiatan ekonomi rakyat.

4.6.1. Perundang-undangan

Pada awalnya peraturan yang dipakai dalam melaksanakan program mutu dan keamanan pangan didasarkan pada Verpakkings Ordonantine Staatblad 1935 pada zaman kolonial. Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang yang mengatur mutu, susunan bahan, pembungkus, penandaan serta pengawasan terhadap semua barang yang diperdagangkan atau ditujukan untuk diperdagangakan di Indonesia. Berbagai peraturan perundangan dalam industri pangan adalah sebagai berikut : - UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan - UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen - UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan - PP No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan - Per Menkes No. 722MenkesPerIX88 tentang Bahan Tambahan Makanan - Per Menkes No. 1168Menkes PerX99 tentang, perubahan atas Per Menkes No. 722MenkesPerIX88 127 - Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 472MenkesPerV96 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan - Tata cara perniagaan Formalin diatur dengan Keputusan Meneteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254MPPKep72000. Berikut penggolongan Bahan Tambahan Makanan menurut Permenkes RI No. 722MenkesPerIX88 meliputi : - Pewarna - Pemanis buatan - Pengawet - Antioksidan - Anti kempal - Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa - Pengatur keasaman - Pemuting dan pematang tepung - Pengemulsi, pemantap dan pengental - Pengeras - Sekuestran Kemudian diperbaharui dengan Permenkes RI No. 1168 Menkes Per X 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan. Ada beberapa perubahan. Misalnya ditambah dengan 7 bahan makanan tambahan yang diijinkan, dilarang menggunakan bahan tambahan untuk menyembunyikan kerusakan makanan pasal 17, Dirjen POM berwenang melakukan pengawasan tentang bahan tambahan makanan ini pasal 27. Selain itu ditambah pula dengan bahan kimia 128 tambahan yang dilarang dalam makanan. Uraian ini terdapat pada lampiran II yang meliputi : - Asam borat dan semacamnya - Asam salisilat dan garamnya - Dietilpirokarbonat - Dulsin - Kalium klorat - Kloramphenikol - Minyak nabati yang dibrominasi - Nitrofurazon - Formalin - Kalium bromat Sebenarnya sanksi dalam keamanan pangan suatu produk pangan sudah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Dalam salah satu pasal dijelaskan, barang siapa dengan sengaja menambahkan zat berbahaya dalam makanan akan dikenai denda maksimal 600 juta rupiah. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga mengatur sanksi denda sampai Rp. 2 miliar dan atau kurungan selama-lamanya lima tahun. Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri menyatakan bahwa perangkat hukum untuk masalah penggunaan formalin dalam makanan sudah tersedia, yaitu KUHP Pasal 214 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara, UU No. 231999 Pasal 80 ayat 4 butir a dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta. Selanjutnya UU No. 8 tahun 1999 dengan ancaman hukuman maksimal 129 lima tahun dengan denda Rp. 2 milyar dan UU No. 7 tahun 1999 dengan ancaman hukuman lima tahun dengan denda Rp. 600 juta. Bahkan sesuai dengan UU No. 15 tahun 1996, setiap pelanggar akan dikenai hukuman 15 tahun penjara bagi yang menyalahgunakan formalin untuk bahan pengawet makanan. Hal ini dikatakan oleh Kepala bidang penerangan umum Kabid Penum Mabes Polri. Dia juga mengatakan, pihak kepolisian melakukan razia terhadap beberapa institusi yang menjual formalin. Sebenarnya produsen makanan atau minuman yang terbukti mencampurkan bahan kimia yang berbahaya pada makanan dapat dikenai sanksi secara berlapis. Dari Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Pangan maupun Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Menurut Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K dalam makalahnya menyebutkan ada tiga Undang-Undang yang bisa dijadikan dasar untuk menjerat pelaku usaha ataupun pedagang makanan yang menambahkan formalin. Ketiga UU tersebut adalah UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan, dan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Direktur Pusat Studi Pengendalian Mutu Pangan menyatakan bahwa tindak pelanggaran di bidang pangan berarti pelakunya melanggar UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pelanggar dikenai sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda maksimal Rp. 600 juta. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya yaitu pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda 2 miliar. 130 Namun dalam pelaksanaannya tidak bisa diterapkan begitu saja, mengingat sebagian besar produsen makanan berupa Usaha Kecil Menengah UKM. Kalau modalnya saja hanya Rp. 5 juta, apakah mampu membayar denda sebesar itu.

4.6.2. Peraturan