Mal-praktek Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan

26 banyak pada saluran pencernaan. Kerusakan pada hati tikus terjadi sebagai akibat pakan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi yang tinggi. Konsumsi rhodamin B dalam waktu lama dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan kanker hati www.republika.or.id 30-8-2004 5 Metanil Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzen, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Metanil yellow umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa. Metanil yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit. Jangan mewarnai pangan dengan metanil yellow www.republika.or.id, 30-8-2004

2.6. Mal-praktek Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan

Pengertian penanganan adalah perlakuan terhadap ikan dengan tidak merubah karakteristik organoleptik, dan tidak merubah komponen kimiawi akibat perlakuan tersebut, sedangkan pengolahan adalah perlakuan terhadap ikan sehingga berubah bentuk baik dari segi fisik maupun unsur kimiawi didalamnya dengan penerapan teknologi suhu, asam basa, garam, dll. Dalam konteks “Processing” antara penanganan dan pengolahan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Secara umum mal-praktek penanganan dan pengolahan hasil perikanan merupakan praktek menyimpang didalam kegiatan penanganan dan pengolahan produk perikanan yang dapat mengakibatkan tidak terjaminnya keamanan maupun mutu produk Agus, et al. 2002. 27 Praktek menyimpang dapat pula merupakan kegiatan produksi yang melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan dan perundang-undangan yang ada telah mengatur mengenai proses produksi produk perikanan maupun pangan secara umum guna menjamin keamanan dan mutu produk bagi konsumen. KepMenTan No. 41KptsIK.210298 Tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan menyatakan diantaranya sebagai berikut : Pasal 3 ayat 1: “Ikan yang diolah didalam unit pengolahan baik untuk keperluan konsumsi dalam negeri maupun ekspor harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan untuk setiap jenis komoditas sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku”. Pasal 5 ayat 1: “Bahan tambahan makanan hanya boleh digunakan bila secara teknologi diperlukan”. Pasal 5 ayat 2: “Jenis dan batas maksimum penggunaan bahan tambahan maksimum yang diperbolehkan dalam pengolahan ikan harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan yang berlaku”. Berdasarkan kajian Agus et al. 2002 secara umum Program Manajemen Mutu Terpadu PMMT telah terlaksana dengan cukup baik pada pengolahan berskala industri besar. Industri seperti ini, terutama yang bersasaran ekspor, pada umumnya telah mengacu pada standar bahan baku, standar pengolahan dan standar produk SNI; dengan demikian produk yang dihasilkan lebih terjamin mutunya. Keadaan sebaliknya terjadi pada pengolah-pengolah berskala mikro, kecil, dan menengah tradisional yang melakukan penanganan mutu produk pada 28 umumnya masih kurang baik. Lebih lanjut dikatakan jaminan mutu produk yang dihasilkan oleh kelompok usaha ini hampir tidak ada karena standar dan spesifikasi tidak diacu bahkan proses dan formulasi tidak dilakukan secara pasti dan terukur yakni hanya didasarkan pada perkiraan. Akibatnya, produk yang dihasilkan rata-rata bermutu rendah. Dengan sengaja atau tidak, pengolah tidak memperhatikan sanitasi dan higiene dan melakukan praktek menyimpang mal- praktek sehingga keamanan produk menjadi tidak terjamin. Kajian Agus et al. 2002 mendapatkan berbagai mal-praktek pada pengolahan skala UMKM yang berada di wilayah Pantai Utara Jawa berupa penggunaan bahan-bahan kimia tambahan yang bukan diperuntukkan untuk makanan non-food grade atau tidak sesuai dengan Peraturan MenKes RI No. 722Men-KesPerIX88 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Bahan-bahan tambahan kimia tersebut adalah pewarna buatan untuk tekstil pada produk terasi dan kerang hijau, peroksida pada produk ikan peda dan teri, boraks pada produk jambal, dan insektisida Startox, Pastak, Baygon pada produk sirip hiu, jambal, ikan asin, dan bahan baku tepung ikan. Hasil Monitoring Bahan Pengawet pada produk perikanan oleh Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan 2000 menunjukkan bahwa bahan formalin terdapat pada produk tahu, udang dan kerang kupas; dan bahan boraks pada produk bakso ikan udang, kerupuk udang tenggiri bawal putih, kekian udang, dan empek-empek. Pada tabel 6 disajikan rangkuman hasil penelitian mengenai bahan kimia tambahan ilegal yang tidak diperbolehkan pada beberapa produk. 29 Tabel 6. Bahan kimia tambahan ilegal pada beberapa produk perikanan No Bahan Kimia Tambahan Ilegal Nama Produk 1 Formalin Tahu, udang, Kerang kupas, 2 Boraks Bakso, Kerupuk, Empek-empek, Kekian udang, Jambal 3 Pewarna Terasi, Kerang kupas 4 Peroksida Peda, Ikan asin 5 Insektisida Jambal, Sirip hiu, Ikan asin Sumber: Agus et al 2002, BBPMHP 2000, Kompas 2004. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN