Pengembangan dan penerapan standar mutu

137

4.7.2. Pengembangan dan penerapan standar mutu

Dengan beragamnya kualitas produk pangan segar domestik maka diperlukan langkah sertifikasi produk pangan segar. Dalam perdagangan global, hanya bahan pangan yang terjamin mutu dan keamanannya yang dapat bersaing dan diterima secara internasional. Untuk dapat menjamin kualitas produk pangan diperlukan standar. Indonesia mempunyai Standar Nasional Indonesia atau SNI. Tanda SNl diterapkan pada produk untuk menyatakan bahwa produk tersebut dibuat dan dipasarkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Penerapan penggunaan tanda dapat bersifat wajib atau sukarela. Tetapi untuk dapat berpartisipasi dalam perdagangan global, SNI terus diupayakan untuk diharmonisasikan dengan standar dari Codex Alimentarius Commission CAC, sebagai badan yang dibentuk secara bersama antara WHO dan FAO untuk menetapkan kumpulan standar makanan intemasional yang telah disetujui dalam format yang seragam, yang bertujuan untuk melindungi kesehatan konsumen juga memastikan terjadinya praktek yang jujur dalam perdagangan. Namun ada polemik berkaitan dengan pemberian label sertifikasi tersebut. Misalnya pemberian label sertifikasi bebas formalin, boraks, rhodamin B atau zat aditif berbahaya. Beberapa daerah menyatakan setuju dan ada beberapa daerah yang lain tidak mendukung langkah tersebut. Sebagai contoh adalah Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sejumlah jenis makanan yang diambil sampelnya oleh tim terpadu di Kabupaten Karanganyar beberapa waktu yang lalu yang dinyatakan bebas formalin dan boraks, akan diberikan label sertifikasi. Dinas Kesehatan Dinkes Karanganyar akan mengeluarkan label 138 sertifikasi bebas formalin dan boraks tersebut untuk produsen ataupun penjual makanan yang telah diperiksa. Dinkes Kabupaten Karangnyar menyatakan akan segera memberikan label sertifikasi, supaya bahan makanan yang diproduksi ataupun dijual tidak dijauhi konsumen, setidak-tidaknya konsumen merasa aman mengkonsumsinya. Sedangkan Kepala BPOM Sampurno dalam konferensi pers bersama di Departemen Komunikasi dan Informatika menyatakan pihaknya berencana menyertifikasi makanan besas formalin yang merupakan kebijakan pemerintah. Demikian juga di Kabupaten Cilacap, salah seorang produsen ikan asin juga meminta Dinas Kesehatan untuk mengeluarkan label bebas formalin bagi produk yang terbukti tidak mengandung bahan kimia pengawet mayat itu. Label itu harus dicantumkan dalam kemasan semua produk, termasuk ikan asin, mi maupun tahu. Desakan untuk pencantuman label bebas zat pengawet juga mendapatkan dukungan dari anggota legislatif Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Jawa Tengah. Pemberiaan label oleh Balai POM dimaksudkan untuk melindungi produsen dan konsumen, selain itu masyarakat tidak khawatir dan bisa memilih produk yang aman. Namun ada pendapat yang menyatakan bahwa labelisasi tidak menyelesaikan masalah. Misalnya Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menilai labelisasi bebas formalin terhadap produk makanan dan minuman tidak menyelesaikan masalah karena yang lebih penting dilakukan adalah menghentikan penjualan formalin di tingkat eceran. Menurutnya, cairan kimia itu sebenarnya hanya diperuntukkan bagi industri yang bukan makanan. Namun kenyataannya, 139 banyak produsen makanan ataupun minuman yang dengan mudah membelinya. Saat ini Dinkes Prov. Jateng lebih menekankan sosialisasi dan pembinaan terhadap produsen makanan dan minuman skala menengah dan kecil agar tidak menggunakan lagi formalin.

4.7.3. Perbaikan tata niaga bahan kimia tambahan ilegal