1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama dari sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan adalah peternakan, karena berbagai lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan pangan hewani guna
mendapatkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas. Sektor peternakan juga memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto
PDB dalam sektor pertanian. Tabel 1 menunjukkan subsektor peternakan berkontribusi positif terhadap pergembangan PDB dengan kontribusi rata-rata
sebesar 12,6 persen.
Tabel 1.
Produk Domestik Bruto Subsektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan Miliar Rupiah 2004-2009
Subsektor 2004
2005 2006
2007 2008
2009
Tanaman Bahan Makanan
122.611,7 125.801,8
129.548,6 133.888,5
141.800,2 148.691,6
Perikanan 37.056,8
38.745,6 41.419,1
43.652,8 45.752,6
48.253,2 Tanaman
Perkebunan 39.548,0
39.810,9 41.318,0
43.135,6 44.792,6
45.887,1 Peternakan
31.672,5 32.346,5
33.430,2 34.220,7
35.425,3 36.743,6
Kehutanan 17.333,18
17.176,9 16.686,9
16.503,6 16.439,6
16.793,8 Keterangan : Angka sementara
Sumber : Kementan RI 2011
Pembangunan subsektor peternakan sampai saat ini tetap mempunyai peranan penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk
meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk memperluas lapangan kerja di sektor pertanian. Kebutuhan daging yang tinggi di Indonesia tidak didukung
dengan pasokan daging yang besar pula. Lebih jauh lagi, pasokan daging yang berkualitas masih didominasi oleh impor, padahal negara Indonesia berpotensi
sebagai produsen daging yang berkualitas mengingat potensi ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tinggi Sukria Krisnan 2009.
Kebutuhan akan produk peternakan dan olahannya yang tidak terpenuhi membuat peluang impor produksi peternakan ke Indonesia. Tabel 2 menunjukkan
rata-rata peningkatan produk impor peternakan mencapai 2,77 persen pada tahun 2009.
2
Tabel 2
. Perkembangan Nilai Impor Komoditi Peternakan Indonesia Juli 2009 US 000
No Jenis Komoditi
2008 2009
Perubahan Jan-Juli 09 thd jan-Jul 08
Jan-Juli Jan-Jul
I Ternak
211.311,69 245.109,75
15,99 II
Hasil Ternak Pangan 722.850,68
714.888,85 -1,10
1 Bahan Pangan
490.634,09 512.111,24
4,38 a. Daging
142.536,20 142.797,15
0,18 b. Susu
268.000,15 298.030,65
11,21 c. Mentega
52.566,15 36.772,26
-30,05 d. Keju
23.481,45 29.575,87
25,95 e. Yoghurt
160,14 306,76
91,55 f. Telur Konsumsi
3.889,99 4.628,56
18,99 2
Bahan Selain Pangan 232.216,60
202.777,61 -12,68
Total 934.162,37
959.998,60 2,77
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan 2009
Pengembangan peternakan mempunyai peranan sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Hal ini tercermin dalam misi pembangunan
peternakan, antara lain sebagai penyedia protein, energi, vitamin, serta mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian dan menciptakan peluang ekonomi untuk
meningkatkan pendapatan, membantu menciptakan lapangan kerja dan melestarikan serta memanfaatkan sumberdaya alam pendukung peternakan.
Tabel 3. Rata-rata Konsumsi Protein kgkapita Nasional Menurut Kelompok
Makanan 2006- 2010
Komoditi Konsumsi Protein kgkapita
2006 2007
2008 2009
2010
Padi-padian 23.33
22.43 22.75
22.06 21.76
Ikan 7.49
7.77 7.94
7.28 7.63
Telur dan susu 2.51
3.23 3.05
2.96 3.27
Daging 1.95
2.62 2.4
2.22 2.55
Minyak dan lemak 0.45
0.46 0.39
0.34 0.34
Sumber : BPS 2011
1
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa konsumsi protein nasional menurut kelompok makanan masih rendah dan cenderung mengalami fluktuasi dengan tren
yang masih meningkat. Konsumsi protein yang rendah dikarenakan kondisi perekonomian masyarakat yang mengakibatkan penurunan daya beli terhadap
1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Rata-rata Konsumsi Protein gram per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2006 - 2010. http:www.bps.go.id [10 November 2011]
3 produk daging. Harga daging yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan
salah satu faktor yang membuat rendahnya konsumsi daging Indonesia.
Gambar 1. Info Harga Beberapa Jenis Daging RpKg di Jawa Barat Tahun 2007-
2011
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat
2
diolah
Peningkatan konsumsi masyarakat akan bahan pangan protein dan jumlah penduduk dari tahun 2000 hingga 2010 yang mencapai 15,2 persen BPS 2011.
Dalam kurun satu tahun peningkatan nilai impor komoditi peternakan dan olahannya mencapai 2,77 persen. Peningkatan Impor komoditi periode Juli 2009
ini terjadi pada peningkatan impor ternak sebesar 15,99 persen. Hal ini menggambarkan bahwa permintaan masyarakat Indonesia akan komoditi ternak
dan olahannya masih tinggi dan belum dapat dipenuhi oleh produsen dalam negeri.
Menurut Suswono 2010 tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan masyarakat di kawasan Asia
Tenggara. Akan tetapi, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri saja, belum dapat dipenuhi secara mandiri swasembada sehingga harus impor. Untuk
memenuhi kebutuhan daging dalam negeri pemerintah masih harus impor rata-rata
2
[Disnak] Dinas
Peternakan. 2011.
Info Harga
Bulanan. http:www.disnak.jabarprov.go.id [15 November 2011]
4 26 persen dari kebutuhan, apalagi tingkat konsumsi daging bagi masyarakat setiap
tahunnya terus meningkat.
3
Tabel 4. Konsumsi Daging per Kapita di Daerah Asia Tenggara pada Tahun
1995 2005
Negara Konsumsi Daging KgKapitaTahun
Pertumbuhan 1995
2005 1995-2005
Brunei Darussalam 70,2
60,6 -1,5
Indonesia 9,7
10,0 0,3
Kamboja 13,3
16,4 2,1
Laos 14,4
17,6 2,0
Malaysia 52,2
51,3 -0,2
Myanmar 8,2
23,0 10,8
Singapura 23,9
29,6 2,2
Thailand 28,5
26,7 -0,6
Vietnam 18,8
34,9 6,4
Sumber : Food And Agriculture Organization 2009
Dalam rangka peningkatan produksi pertanian pada periode lima tahun ke depan 2010-2014, Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada peningkatan 39
komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri atas tujuh komoditas tanaman pangan, sepuluh komoditas hortikultura, 15 komoditas
perkebunan, dan tujuh komoditas peternakan. Agar posisi swasembada tersebut dapat berkelanjutan, maka target peningkatan produksinya harus dipertahankan
minimal sama dengan pertumbuhan permintaan dalam negeri, dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan
baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga serta pemenuhan peluang ekspor Kementan 2009. Adapun target untuk tujuh
komoditas peternakan selama kurun 2010-2014, sasaran produksi dan pertumbuhan tahunannya dapat dilihat pada Tabel 5.
3
Suswono 2010.
Konsumsi Daging
Masyarakat Indonesia
Rendah. http:www.antaranews.com
[15 November 2011]
5
Tabel 5.
Sasaran Produksi Peternakan Nasional 2010-2014 000 Ton
No Komoditas
2010 2011
2012 2013
2014 Pertumbuhan
Tahun Ribu Ton
1 Daging Sapi
412 439
471 506
546 7,30
2 Daging Kerbau
42 42
42 42
42 0,32
3 Daging
KambingDomba 133
138 145
153 161
4,95 4
Daging Babi 232
235 239
243 247
1,66 5
Ayam Buras 324
342 364
378 401
5,47 6
Itik 29
29 30
31 33
3,71 7
Sapi Perah susu segar
728 854
986 1.125
1.297 15,56
Sumber : Kementerian Pertanian 2009
Domba merupakan hewan ternak kecil yang memiliki banyak kegunaan dan manfaat, disamping dapat menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani bagi masyarakat, maka produk lainnya juga dapat dimanfaatkan sesuai dengan komoditas yang dihasilkan oleh ternak tersebut. Dilihat dari aspek
sumberdayanya, domba banyak dibutuhkan oleh masyarakat peternak untuk dikembangkan lebih jauh. Keberadaan ternak ini dengan berbagai macam jenis,
baik jenis lokal maupun bukan lokal disamping merupakan sumber plasma nutfah hewani ternak, juga modal usaha bagi peternak yang membudidayakan ternak dan
domba tidak hanya menciptakan lapangan kerja dan usaha namun juga memberikan penghasilan Winarso Yusja 2010.
Tabel 6.
Populasi Ternak Ruminansia di Indonesia Tahun 2007-2010 000 ekor
Jenis Ternak TAHUN
Perubahan thn
2007 2008
2009 2010
Kambing Sapi Potong
Domba Babi
Kerbau Kuda
Sapi Perah 14.470
11.515 9.514
6.711 2.086
401 374
15.147 12.257
9.605 6.338
1.931 458
393 15.815
12.760 10.199
6.975 1.933
475 399
16.821 13.633
10.932 7.212
2.005 495
409 16
18 14
7 -3
2 32
Keterangan = Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia 2011
Domba merupakan penyumbang daging terbesar ke-3 dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional setelah sapi potong dan kambing,
sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Domba telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai
6 tabungan dan sumber protein dengan manajemen pemeliharaan secara tradisional.
Pola usaha ternak domba sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan bibit atau penggemukan.
Jenis ternak domba dapat menghasilkan beberapa macam komoditas diantaranya berupa ternak hidup dari hasil reproduksi, daging, susu, maupun
limbah kotoran ternak yang banyak manfaatnya bagi usaha budidaya pertanian tanaman pangan. Ternak domba, disamping dipandang sebagai penghasil
berbagai jenis komoditas utama, maka bagian-bagian dari hasil produksi ternak ini merupakan bahan baku bagi proses produksi selanjutnya. Selain penghasil daging,
juga penghasil kulit, tulang, jeroan, darah dan bulu. Produk tersebut merupakan bahan baku industri hilir berikutnya Winarso Yusja 2010.
Ternak domba memegang peranan penting dalam pengadaan bahan makanan di Indonesia. Selain sebagai sumber protein hewani, ternak domba juga
mempunyai fungsi sosial, baik yang berkaitan dengan rekreasi maupun dalam upacara keagamaan. Apabila dibandingkan dengan ternak kambing, domba
memiliki kelebihan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dalam pemeliharaannya.
Menurut Muzamris 1982, daging domba memiliki serat yang lebih halus dibanding daging lainnya, jaringan sangat rapat, berwarna merah muda,
konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit. Permatasari 1992 menyatakan bahwa daging domba sedikit berbau
prengus atau memiliki aroma yang hampir sama dengan daging kambing. Timbunan lemak daging domba lebih putih dan padat daripada timbunan lemak
daging kambing. Secara umum morfologi kambing dan domba mempunyai banyak kesamaan, namun ada beberapa perbedaan yang menjadi ciri khas dari
masing-masing. Tabel 7 menunjukkan beberapa perbedaan secara fisik antara kambing dan domba.
7
Tabel 7.
Perbedaan Fisik Antara Kambing dan Domba
Domba Kambing
Mempunyai kelenjar dibawah mata yang menghasilkan sekresi seperti air
mata Tidak punya
Dicelah antara kedua bilah kuku keluar sekresi yang berbau khas saat
berjalan Tidak punya
Tanduk berpenampang segitiga dan tumbuh melilit
Tanduk berpenampang bulat dan tumbuh lurus
Bulu sangat baik sebagai bahan wol Bulu tidak dapat dimanfaatkan
Domba jantan tidak berbau prengus Kambing jantan mempunya kelenjar
bau yang sangat mencolok Prengus
Sumber : Mulyono 2011
Konsumsi daging domba dalam pemenuhan protein memberikan banyak manfaat bagi tubuh. Berbagai nutrisi yang terkandung dalam daging domba
banyak dibutuhkan oleh tubuh. Tabel 8 menunjukkan nilai nutrisi yang terkandung dalam daging domba antara lain :
Tabel 8 . . Informasi Nutrisi Dalam 100 gr Penyajian Daging Domba
Jumlah Rata-Rata Dalam 100 Gr Penyajian
Jumlah Yang Disarankan Dalam Konsumsi Harian
Energy 266 kcal
12 Vitamin B12
2.65 mcg 88
Niacin Vitamin B3 11.48 NE
74 Zinc
5.49 mg 55
Protein 26.37 grams
40 Riboflavin Vitamin B2
0.25 mg 23
Iron 2.12 mg
22 Vitamin B6
0.13 mg 13
Magnesium 25 mg
11 Folate Folic Acid
20 mcg 10
Thiamin Vitamin B1 0.09 mg
10 Sumber :
Alberta Sheep Wool Commission 2007
Ternak domba dapat dipelihara di hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan dominasi Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Garut dan sekitarnya.
Menurut Muladno et al. 2003 ada beberapa keunggulan yang dimiliki ternak domba dibanding ternak lain diantaranya :
a Daya reproduksinya tinggi, terutama jika diusahakan dengan tata laksana yang baik.
b Produksi anak dapat mencapai diatas 150 persen pertahun, dengan kelahiran satu sampai empat ekor perkelahiran
8 c Mampu menghasilkan daging 50 persen dari bobot badan
d Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang cukup tinggi, sehingga domba merupakan ternak yang relative mudah dikelola khususnya dalam hal
penyediaan pakan. e Lebih tahan terhadap beberapa penyakit, terutama trypanomiosis, sehingga
tanah yang tidak dapat digunakan untuk pengembangan ternak lain, dapat dipergunakan untuk pengembangan ternak domba.
f Mempunyai potensi wisata yang besar. Perkembangan peternakan domba sampai saat ini relatif jalan di tempat,
perkembangan produksi dan produktifitasnya hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pola pemeliharaannya yang masih bersifat tradisional dengan skala
pemilikan yang kecil diduga sebagai penyebab utama sehingga domba kebanyakan dipelihara apa adanya tanpa suatu perencanaan yang jelas untuk lebih
berkembang, lebih produktif dan lebih menguntungkan. Jumlah pemotongan domba betina produktif untuk kebutuhan lokal juga cukup tinggi, sehingga bila
produktivitasnya tidak ditingkatkan dan dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dihawatirkan akan terjadi pengurasan populasi domba
nasional karena perkembangan populasi domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk.
Ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang lebih baik di masa yang akan datang, mengingat daging domba seperti halnya daging sapi dan daging
ayam dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama dan kepercayaan di Indonesia. Perkembangan kota-kota besar dan ilmu pengetahuan serta pendapatan
yang cukup akan mendorong penduduk untuk memenuhi kebutuhan gizi, khususnya protein hewani. Untuk keperluan tersebut tentunya diperlukan
pemotongan ternak terus menerus. Dalam hal ini termasuk ternak domba. Sebab ternak potong seperti sapi dan kerbau sebagai penghasil daging kiranya sampai
saat ini dirasa belum mencukupi Bunyamin 2011. Untuk memenuhi kebutuhan domba regional, Kementrian Pertanian telah
menetapkan target produksi domba per provinsi di Indonesia selama periode tahun 2010-2014 dengan rancangan sesuai dengan Tabel 9.
9
Tabel 9
. Sasaran Produksi Daging Domba 2010-2014 Untuk Beberapa Provinsi di Indonesia
No Provinsi
Target ton 2010
2011 2012
2013 2014
1 Jawa Barat
26.523 27.053
27.887 28.525
30.379 2
Jawa Timur 12.960
13.418 13.869
14.285 15.264
3 Jawa Tengah
6.497 6.538
6.569 6.701
6.902 4
Kalimantan Tengah 3.776
4.153 4.473
4.696 4.931
5 Banten
3.463 3.614
3.736 3.848
3.944 6
Sumatera Selatan 2.273
2.500 2.693
2.900 3.074
Sumber : Kementerian Pertanian 2009
Salah satu subsektor unggulan dalam bidang agribisnis di Jawa Barat adalah subsektor peternakan. Dilihat dari sisi potensi, usaha peternakan sudah
menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan di Jawa Barat sebagai usaha sambilan ataupun sebagai usaha pokok keluarganya dan sekaligus dapat dijadikan sebagai
sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat. Selain itu, pengembangan di subsektor
peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia Tawaf dan Firman 2005. Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi ternak domba terbesar
dan tidak kurang dari lima juta ekor dari populasi ternak domba nasional sehingga pantas dinyatakan sebagai provinsi domba. Apalagi, domba yang ada di Jawa
Barat dikenal sebagai plasma nutfah Domba Garut yang tidak dimiliki negara lain Ditjenak 2011.
Usaha peternakan domba termasuk salah satu jenis usaha yang perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan. Pada saat ini kegiatan ekonomi yang
berbasis ternak domba terpusat pada peternakan rakyat di daearah pedesaan dengan motif usaha subsisten. Beberapa ciri dari usaha seperti ini adalah skala
usaha kecil, modal kecil, bibit lokal, pengetahuan teknis beternak rendah, usaha bersifat sampingan, pemanfaatan waktu luang, tenaga kerja keluarga, sebagai
tabungan dan pelengkap kegiatan usahatani. Menurut Saragih 2010, usaha peternakan dapat dikelompokkan menjadi
empat pola usaha yaitu : 1 Usaha sampingan, 2 Cabang usaha, 3 Usaha pokok dan 4 industri peternakan. Domba masih terkonsentrasi pada pola
10 sampingan dan cabang usaha dan umumnya masih terintegrasi dengan kegiatan
usahatani di pedesaan. Faktor pendorong pengembangan domba adalah permintaan pasar terhadap
domba makin meningkat, ketersediaan tenaga kerja besar, adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pengembangan domba, hijauan pakan dan
limbah pertanian tersedia sepanjang tahun, dan usaha peternakan domba tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Berkaitan dengan berbagai permasalahan
tersebut maka pemanfaatan bahan pakan lokal perlu dioptimalkan sehingga dapat menekan biaya pakan tanpa mengganggu produktivitas ternak. Salah satu upaya
yang dapat ditempuh adalah memelihara dan menggunakan input secara optimal. Dengan upaya tersebut diharapkan seluruh sumberdaya yang dialokasikan dapat
digunakan seoptimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Perubahan fungsi lahan dari wilayah sumber hijauan pakan menjadi areal
tanaman pangan atau kawasan permukiman dan industri juga mengganggu penyediaan hijauan pakan ternak yang menyebebkan ketersediaan padang
penggembalaan menurun. Ada dua faktor yang menyebabkan lambannya perkembangan domba di Indonesia. Pertama, sentra utama produksi domba di
Pulau Jawa yang menyumbang 57,04 persen terhadap produksi domba nasional sulit untuk dikembangkan. Kedua, berkurangnya areal penggembalaan, kualitas
sumberdaya rendah, akses ke lembaga permodalan sulit, dan penggunaan teknologi rendah Sutama Budiarsana 2009.
Usaha ternak domba sudah saatnya menjadi usaha ternak komersial pada skala yang memenuhi economic of scale serta dikelola secara profesional dengan
memperhatikan breeding, feeding dan managemen. Peternakan domba yang bersifat subsisten dapat menjadikan ternaknya sebagai usaha pokok yang
menguntungkan, salah satunya adalah Peternakan Domba Tawakkal yang terletak di Desa Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
1.2. Perumusan Masalah