Jarak Kehamilan Karakteristik Ibu pada Kelompok Kasus dan Kontrol di Wilayah Kerja

kondisi tubuh yang lemah, dimana nutrisi ibu kurang adekuat dan adanya persaingan nutrisi untuk pertumbuhan janin yang ada didalam kandungan dengan nutrisi ibu untuk memproduksi Air Susu Ibu ASI Bener, dkk, 2012. Selain itu, pada ibu hamil yang memiliki jarak kehamilan 2 tahun, dapat mengakibatkan terjadinya ganggun kesehatan ibu yakni kurangnya sumber asam folat pada ibu, yang mana asam folat merupakan salah satu zat penting yang dibutuhkan oleh ibu hamil untuk proses tumbuh kembang janin. Apabila terdapat gangguan perkembangan janin, maka dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan bayi salah satunya BBLR Horton, 2012. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa jarak kehamilan 2 tahun dapat berpengaruh kondisi kesehatan bayi yakni BBLR. Oleh karena itu, setiap Pasangan Usia Subur PUS diharapkan dapat mengatur jarak kehamilan, salah satunya melalui program Keluarga Berencana KB. Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa KB merupakan salah satu bentuk upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak kehamilan dan usia ideal melahirkan melalui promosi perlindungan dan bantuan kesehatan sesuai dengan hak reproduksi demi terwujudnya keluarga yang berkualitas Kemenkes, 2013. Selain itu, diharapkan program KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang dapat berjalan secara maksimal melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berupa kegiatan kaderisasi desa. Melalui kaderisasi desa, diharapkan ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Pamulang dapat memahami pentingnya KB dan manfaat KB demi terciptanya keluarga yang berkualitas.

2. Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pamulang diperoleh bahwa sebagian besar 56,8 kelompok kasus tidak patuh konsumsi tablet Fe, sedangkan sebagian besar 53,2 kelompok kontrol patuh konsumsi tablet Fe. Penilaian variabel kepatuhan konsumsi tablet Fe pada penelitian ini dinilai dari jumlah minimal tablet Fe yang seharusnya dikonsumsi oleh ibu hamil sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yakni minimal konsumsi 90 tablet Fe selama masa kehamilan Kemenkes, 2010. Konsumsi tablet Fe dikatakan patuh jika ibu hamil telah mengkonsumsi 80 tablet Fe yang seharusnya minimal dikonsumsi. Tidak patuh jika ibu hamil telah mengkonsumsi 80 tablet Fe yang seharusnya minimal dikonsumsi Iswanto, 2012. Hasil penelitian Hidayah 2012 di Kabupaten Banyumas, dengan desain cross sectional diperoleh bahwa sebagian besar 50,9 ibu hamil patuh mengkonsmi tablet Fe. Berbeda dengan hasil penelitian Ramakrishnan 2004 bahwa mayoritas 85 ibu hamil yang patuh konsumsi tablet Fe selama masa kehamilan telah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Kepatuhan konsumsi tablet Fe adalah ketaatan ibu hamil dalam melaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe di ukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi selama masa kehamilan dan ketepatan cara mengkonsumsi tablet zat besi Hidayah, 2012. Pada hasil penelitian ini, variabel kepatuhan konsumsi tablet Fe mempunyai kemungkinan terjadinya bias. Hal ini dikarenakan penilaian didasarkan pada catatan rekam medis dari buku Kesehatan Ibu dan Anak KIA terkait jumlah tablet Fe. Kelemahan dari catatan rekam medis tersebut adalah tidak semua tablet Fe yang diberikan oleh petugas kesehatan telah dikonsumsi sampai tuntas oleh ibu hamil, melainkan terdapat beberapa sisa tablet Fe yang tidak dikonsumsi. Namun, peneliti tetap melakukan brainstorming untuk mendapatkan informasi yang tepat terkait jumlah jumlah tablet Fe yang telah dikonsumsi oleh kelompok kasus maupun kontrol selama masa kehamilan. Sebagian besar kelompok kasus dan sebagian kecil kelompok kontrol di wilayah kerja Puskesmas Pamulang menyatakan hal yang sama bahwa ketidakpatuhan dalam konsumsi tablet Fe dikarenakan terjadinya mual dan muntah ketika mengkonsumsi tablet Fe. Selain itu, alasan lain adalah adanya kelompok kasus dan kontrol yang mendapatkan zat besi dari sumber makanan lain seperti: susu, sayur-sayuran sehingga konsumsi tablet Fe tidak dilakukan lagi oleh kelompok kasus dan kontrol. Secara teori, zat penambah darah pada ibu hamil dapat diperoleh melalui konsumsi sayur-sayuran, kacang-kacangan Kemenkes, 2010. Terdapat banyak strategi agar tetap memenuhi kebutuhan zat besi selama masa kehamilan. Salah satu contoh yang berhasil di terapkan di beberapa negara seperti Karibia, Amerika Selatan dan Inggris adalah dilakukan pencampuran zat besi dengan tepung terigu, dimana tepung terigu merupakan sumber bahan utama makanan pokok yakni roti atau cake. Selain itu, beberapa makanan juga diperkaya dengan zat besi misalnya kecap ikan, garam dan gula. Di Amerika Selatan, susu cair maupun susu bubuk dan produk susu yogurt telah diperkaya atau di fortifikasi dengan zat besi. Bahkan makanan pendamping bayi juga telah diperkaya dengan zat besi, sehingga terbukti bahwa sumber makanan yang telah diperkaya dengan zat besi dapat mencegah kekurangan zat besi pada ibu hamil dan bayi di Inggris, Amerika Latin Rebecca, 2003. Kebutuhan sumber energi selama masa kehamilan mengalami peningkatan, salah satunya adalah zat besi. Pedoman Kementerian Kesehatan 2010 menyatakan bahwa kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat dua kali lipat dari kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume darah meningkat sampai 50, sehingga diperlukan banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Selain itu, pertumbuhan janin dan plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat besi. Pada masa tidak hamil, kebutuhan zat besi dapat dipenuhi dari menu makanan sehat dan seimbang. Berbeda dalam keadaan hamil, suplementasi zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga dibutuhkan suplemen berupa tablet besi. Suplementasi zat besi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan zat besi selama masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi kekebalan tubuh pada ibu, sehingga meningkatkan kerentanan infeksi