Usia Ibu Saat Melahirkan

pertumbuhan, sehingga mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi pada janin Shah, 2002; Ullah, 2003. Sedangkan risiko ibu yang melahirkan di usia 35 terhadap terjadinya BBLR dikarenakan faktor adanya prevalensi masalah kesehatan kronis yang berkaitan dengan usia seperti hipertensi, diabetes melitus, komplikasi kesehatan pada masa hamil yang berpengaruh terhadap berat lahir bayi, menurunnya potensi kesuburan pada tubuh ibu dan adanya perubahan pola gaya hidup yang kurang sehat sehingga menimbulkan beberapa penyakit pada ibu dan dapat mempengaruhi kondisi janin yakni BBLR Ullah, 2003. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki usia risiko tinggi pada saat persalinan dapat berpengaruh dengan kejadian BBLR. Oleh karena itu, diperlukan adanya intervensi secara intensif terhadap ibu hamil yang mengalami persalinan pada usia risiko tinggi diantaranya adalah identifikasi masalah kesehatan selama kehamilan sedini mungkin, penyuluhan baik secara personal maupun kelompok terkait usia risiko tinggi serta dampak kesehatan yang akan dialami oleh ibu maupun janin. Selain itu, intervensi juga dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan di sekolah dengan tujuan memberikan edukasi kepada remaja putri terkait masalah kesehatan pada ibu hamil. Harapan dilakukan penyuluhan tersebut adalah agar remaja dapat menghindari perilaku berisiko yang dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan pada usia risiko tinggi.

8. Pendidikan Ibu

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pamulang menunjukan bahwa mayoritas ibu memiliki status pendidikan terakhir lebih dari 9 tahun baik pada kasus 73 maupun kontrol 72,2. Hasil yang sama juga diperoleh dari Rahman 2011 di Kuala Muda, Keddah bahwa mayoritas ibu hamil memiliki status pendidikan terakhir 9 tahun, baik pada kelompok kasus 82,6 dan kontrol 87,8 Berbeda dengan hasil penelitian Djali 2010 di RSUD Pasar Rebo dengan desain studi cross sectional menunjukan bahwa frekuensi ibu dengan pendidikan 9 tahun dan 9 tahun sama yakni sebesar 50. Tazkiyah,dkk 2013 di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ibu adalah tamat SD, baik pada kelompok kasus 55,3 dan kontrol 44,6. Penelitian Ahmed 2012 di Pakistan menunjukan bahwa pendidikan ibu dapat mempengaruhi kondisi berat bayi yang akan dilahirkan. Hal tersebut dikarenakan pendidikan mempunyai peran yang penting terhadap sikap dan perilaku kesehatan salah satunya kesadaran diri untuk periksa kehamilan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diharapkan bagi ibu yang memiliki tingkat pendidikan terakhir 9 tahun agar tetap melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan teratur. Selain itu, diharapkan bagi ibu hamil baik yang memiliki status pendidikan 9 tahun maupun 9tahun agar tetap aktif dan kreatif terhadap kegiatan pemberdayaan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pamulang, seperti kegiatan penyuluhan kesehatan yang diadakan setiap satu bulan sekali di masing-masing kelurahan wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Hal ini bertujuan agar semua Pasangan Usia Subur PUS dan Wanita Usia Subur WUS dapat menambah wawasan baru terkait masalah kesehatan, khususnya kesehatan dalam kehamilan. Sehingga PUS dan WUS dapat lebih waspada dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan kehamilan.

D. Hubungan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil dengan Kejadian

BBLR 1. Hubungan Pertambahan Berat Badan Selama Masa Kehamilan dengan Kejadian BBLR Hasil uji regresi logistik dengan mengendalikan variabel penyakit penyerta selama kehamilan, menunjukan bahwa ibu hamil yang memiliki pertambahan berat badan kurang selama masa kehamilan dan disertai dengan adanya penyakit penyerta selama masa kehamilan berisiko lebih tinggi yakni 4,07 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki pertambahan berat badan normal selama masa kehamilan dan tidak punya penyakit penyerta selama masa kehamilan 95 CI= 1,60 – 10,34. Pada penelitian ini, standar yang digunakan untuk menilai pertambahan berat badan ibu selama masa kehamilan adalah standar IOM. Hasil yang sama juga diperoleh Wisnawathan 2008, bahwa hasil meta analisis dari 12 penelitian diperoleh hubungan yang sangat kuat pada ibu hamil yang memiliki pertambahan berat badan kurang sesuai dengan status IMT normal dan kurang sebelum hamil berdasarkan standar IOM dengan kejadian BBLR. Word Health Organiation WHO dalam hasil studi pengukuran antropometri ibu dengan sampel 111.000 wanita dari berbagai kalangan dunia, menyatakan bahwa ibu yang memiliki IMT kurang dan memiliki pertambahan berat badan kurang selama hamil berisiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,25 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pertambahan berat badan normal sesuai dengan IMT sebelum hamil 95 CI 2,3- 2,7 Muthayya., dkk, 2009. Hasil Tsai, dkk 2012 di Taiwan menunjukan bahwa ibu hamil dengan status IMT kurang sebelum hamil dan memiliki pertambahan berat badan 10 kg selama masa kehamilan berisiko melahirkan BBLR sebesar 6,33 kali dibandingkan dengan ibu dengan status IMT kurang sebelum hamil dan memiliki pertambahan berat badan normal selama masa kehamilan 95 CI=1,29-31,1. Berbeda dengan hasil penelitian Esimai 2014 di Nigeria dengan desain studi kohort, bahwa hasil uji regresi logistik menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara pertambahan berat badan selama masa kehamilan dengan BBLR p=0,16. Watanabe 2009 di Jepang menunjukan bahwa ibu hamil yang memiliki status IMT overweight sebelum hamil dan memiliki pertambahan berat badan lebih selama masa kehamilan berisiko mengalami hipertensi dalam kehamilan OR:1,27; 95 CI=1,08- 1,49 dan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir ≥4000 kg OR: 1,21; 95 CI=1,10-1,34.