merupakan sumber bahan utama makanan pokok yakni roti atau cake. Selain itu, beberapa makanan juga diperkaya dengan zat besi misalnya
kecap ikan, garam dan gula. Di Amerika Selatan, susu cair maupun susu bubuk dan produk susu yogurt telah diperkaya atau di fortifikasi dengan
zat besi. Bahkan makanan pendamping bayi juga telah diperkaya dengan zat besi, sehingga terbukti bahwa sumber makanan yang telah diperkaya
dengan zat besi dapat mencegah kekurangan zat besi pada ibu hamil dan bayi di Inggris, Amerika Latin Rebecca, 2003.
Kebutuhan sumber energi selama masa kehamilan mengalami peningkatan, salah satunya adalah zat besi. Pedoman Kementerian
Kesehatan 2010 menyatakan bahwa kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat dua kali lipat dari kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi
karena selama hamil, volume darah meningkat sampai 50, sehingga diperlukan banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin. Selain itu,
pertumbuhan janin dan plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat besi. Pada masa tidak hamil, kebutuhan zat besi dapat dipenuhi
dari menu makanan sehat dan seimbang. Berbeda dalam keadaan hamil, suplementasi zat besi dari makanan masih belum mencukupi sehingga
dibutuhkan suplemen berupa tablet besi. Suplementasi zat besi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
janin. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa kekurangan zat besi selama masa kehamilan dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
kekebalan tubuh pada ibu, sehingga meningkatkan kerentanan infeksi
saluran reproduksi yang dapat mempengaruhi kondisi keesehatan janin. Selain itu, akibat kekurangan zat besi juga dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan hormon stres dapat mengakibatkan perubahan metabolisme tubuh, gula darah menjadi naik sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan pertumbuhan plasenta. Setiap gangguan yang terjadi pada plasenta dapat memberikan dampak yang serius terhadap pertumbuhan
janin salah satunya adalah BBLR Cogswell, 2015; Muthayya., dkk, 2009 Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa konsumsi
tablet Fe secara teratur merupakan salah satu tindakan yang dapat mencegah terjadinya BBLR. Oleh karena itu, diharapkan bagi setiap ibu
hamil untuk tetap menjaga kecukupan zat besi selama masa kehamilan dengan cara mengkonsumsi zat besi baik dari tablet Fe maupun makanan
yang mengandung zat besi secara teratur. Selain itu, diharapkan bagi setiap petugas kesehatan yang melayani pemeriksaan kehamilan agar tetap
mengingatkan pada ibu hamil untuk menjaga kecukupan zat besi selama masa kehamilan.
3. Status Anemia
Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Pamulang diperoleh bahwa terdapat ibu hamil yang mengalami anemia selama masa
kehamilan, baik kelompok kasus 40,5 dan kelompok kontrol 29,1. Penilaian status anemia pada penelitian ini menggunakan standar yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, yang mana ibu hamil dinyatakan anemia jika kadar hemoglobin 11gdl dan tidak anemia jika
kadar hemoglobin ≥11gdl. Selain itu, dapat diketahui bahwa kelompok kasus cenderung mengalami anemia pada trimester III sedangkan
kelompok kontrol cenderung mengalami anemia pada trimester II. Namun, penilaian status anemia tiap trimester memiliki kelemahan dan bias
informasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian berlangsung, hampir keseluruhan kelompok kasus maupun kelompok
kontrol menyatakan hal yang sama bahwa waktu pemeriksaan hemoglobin terkadang tidak dilakukan sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
Alasan waktu pemeriksaan hemoglobin yang tidak sesuai tersebut karena proses antrian di ruang laboratoorium Puskesmas Pamulang yang panjang,
sehingga membuat ibu hamil enggan memeriksa hemoglobin disaat yang tepat dan dapat mempengaruhi diagnosa kejadian anemia baik pada
kelompok kasus mapun kontrol. Pada umumnya, penyebab anemia pada ibu hamil adalah akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi selama masa kehamilan dapat memberikan gangguan kesehatan pada janin salah satunya adalah
terjadinya BBLR. Hal ini dikarenakan kekurangan zat besi dapat meningkatkan kerentanan ibu hamil terhadap penyakit infeksi genital dan
hipoksia kadar oksigen yang rendah dan adanya peningkatan kadar karbondioksida dalam janin, yang mana terjadinya penyakit tersebut dapat
mengganggu aliran nutrisi ibu ke janin serta dapat berakibat pada terjadinya BBLR Muthayya., dkk, 2009. Didukung dengan hasil
penelitian Darmayanti 2010 bahwa kejadian BBLR ditemukan pada ibu yang mengalami penyakit sifilis 20-25, herpes genital 30-35. Hasil
pecobaan di Nepal menunjukan bahwa pemberian zat besi 60 mg dan asam folat 0,4 mg setiap hari mulai usia kehamilan minggu ke-11 dapat
meningkatkan berat lahir bayi. Kejadian anemia yang berisiko terhadap kondisi kesehatan janin
adalah anemia yang terjadi selama trimester III. Hal ini dikarenakan selama trimester III, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi untuk proses
tumbuh kembang janin. Pada ibu hamil yang mengalami anemia akibat kekurangan zat besi, dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia dan
bekurangnya aliran darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin terganggu sehingga dapat menimbulkan asfiksia
sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan lahir rendah dan premature Sunare, 2009.
Hasil yang sama dengan penelitian sebelumnya diperoleh Tazkiah 2013, bahwa sebagian besar 60 kelompok kasus mengalami anemia
selama masa kehamilan sedangkan sebagian besar 64,6 kelompok kontrol tidak mengalami anemia selama masa kehamilan. Kejadian anemia
pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko BBLR. Penelitian di Afika Timur menunjukan bahwa ibu yang mengalami anemia dengan kadar
Hemoglobin 7,4 gdl meningkatakan insiden kejadian BBLR sebesar 42 dan angka kematian sebesar 147,1 per 1000 kelahiran hidup. Pada ibu
hamil yang mengalami anemia dengan kadar Hemoglobin 8,8 gdl meningkatkan insiden kejadian BBLR sebesar 12,7 dan angka kematian
sebesar 51 per 1000 kelahiran hidup. Hal yang sama juga diperoleh dari