22 2003 banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti: tingkat pendidikan,
tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas.
3.1.2. Konsep Fungsi Produksi
Proses produksi melibatkan suatu hubungan antara faktor produksi input yang digunakan dengan produk yang dihasilkan. Faktor produksi sering disebut
dengan istilah “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Setiap produsen sebaiknya mampu
untuk mengalokasikan input-input faktor produksi yang dimiliki untuk mendapatkan produksi output yang lebih optimal. Sehingga, fungsi produksi
dapat didefenisikan sebagai suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara hasil produksi fisik output dengan faktor-faktor produksi input.
Pengertian tersebut dapat dikatakan juga sebagai factor relationship menurut Hanafie 2010. Rumus matematis Factor Relationship FR dapat ditulis sebagai
berikut Soekartawi, 2003: Y = f X
1,
X
2,
X
3,
………………X
n
Dimana: Y = Jumlah produksi yang dihasilkan
X = Faktor produksi yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi
Masukan X
1,
X
2,
X
3,
…, X
n
menurut Soekartawi et al. 1986 dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapat dikuasai oleh petani seperti
luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja, dan sebagainya; serta masukan yang tidak dapat dikuasai petani seperti iklim.
Pendugaan jumlah produksi dapat dilakukan dengan mengetahui jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan persamaan di atas,
tindakan yang dapat dilakukan petani untuk meningkatkan produksi Y adalah Soekartawi, 2003: menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan; atau
menambah jumlah beberapa input digunakan. Pada fungsi produksi berlaku hukum kenaikan yang semakin berkurang
The law of diminishing return, dimana setiap tambahan satu satuan input pada saat tertentu akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi semakin kecil
23 dibandingkan dengan masukan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 di
bawah ini Y
Y= f X
1
X Gambar 2. Bentuk Fungsi Produksi dengan Satu Variabel Y= f X
1
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara konsep Average Physical Product APP atau produk rata rata yang sering disebut dengan PR
dengan Marginal physical productivity MPP atau produk marjinal yang juga disebut PM. PM dan PR digunakan sebagai tolak ukur dalam melihat
produktivitas suatu produksi. PR menggambarkan kuantitas output produk yang dihasilkan, sedangkan PM mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan
total output akibat penambahan input. Sama halnya dengan Soekartawi 2003, yang mendefenisikan produk marjinal PM sebagai tambahan satu satuan input
X dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output Y. Kedua tolak ukur produktivitas tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
PM =
X Y
PR =
X Y
Perubahan produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh penggunaan faktor produksi dapat dilihat melalui elastisitas produksi. Elastisitas produksi
merupakan persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan dari input Soekartawi, 2003. Elastisitas Produksi EP secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut:
24 Ep =
PR PM
Y X
X Y
X X
Y Y
i
Dimana: Ep
= Elastisitas produksi ∂Y = Perubahan hasil produksi
∂Xi = Perubahan faktor produksi ke-i i = 1, 2, 3,…, n Y
= Hasil Produksi Xi
= Faktor produksi ke- i i = 1, 2, 3,…, n
PM = Produk marjinal MPP PR = Produk rata-rata APP
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu:
1. Daerah produksi I dengan Ep1, sering disebut sebagai daerah irasional
atau inefisiensi irrational región atau irrational stage of production, karena setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan
penambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika PM lebih besar dari PR. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai
karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Sepanjang tahap ini PR akan terus naik, yang artinya setiap
penambahan unit X akan ditransformasikan ke peningkatan unit Y Hernanto, 1989. Namun peningkatan kurva PM akan selalu lebih tinggi dibanding
peningkatan kurva PR sampai PR mencapai titik maksimum. 2.
Daerah produksi II dengan 0Ep1. Pada daerah ini, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan penambahan produksi
paling tinggi sebesar satu satuan dan paling rendah sebesar nol satuan. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang peningkatannya semakin
menurun diminishing return. Pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu, oleh karena itu daerah ini
disebut daerah rasional atau efisien rational región atau rational stage of production. Daerah II dimulai dari PR maksimum dan berakhir pada PM = 0.
Kurva PR akan selalu berada diatas kurva PM setelah mencapai titik maksimum PR. Titik maksimum PR tercapai pada saat PR = PM. Daerah II ini menjadi
daerah produksi yang menjadi kejoran para produsen Hernanto, 1989.
25 3.
Daerah produksi III dengan Ep0, merupakan daerah produksi dimana setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan mengakibatkan
penurunan produksi sebesar nilai elastisitasnya. Menurut Hernanto 1989, daerah ini memiliki nilai PM negatif atau turun secara tajam, dan total produksinya akan
mengalami penurunan. Penggunaan faktor produksi pada daerah ini sudah tidak efisien lagi sehingga daerah ini juga disebut daerah irasional irrational región
atau irrational stage of production. Daerah ini dimulai dari titik C, yakni pada saat kurva PM memotong sumbu X dan kurva total produksi mencapai titik
optimum. Kondisi penambahan output yang optimum tidak mencerminkan efisiensi karena penambahan output yang tinggi belum tentu dapat menutupi biaya
input yang digunakan. Hubungan fisik antara faktor produksi dengan output yang menunjukkan
tiga daerah produksi tersebut dan skala usaha, dapat dilihat pada kurva produksi klasik seperti pada Gambar 3.
Output Y
EP=0
TP
Ep=1
1EP0
I II III
Ep1 EP0
0 Input X dYdX YX
A B
Biaya C
AP 0 MP Input X
26 Gambar 3. Kuva Fungsi Produksi Klasik Hanafie, 2010
Keterangan: TP = Total Poduksi
MP = Marginal Product Produksi marjinal AP = Average Product Produksi rata-rata
Y
= Output X
= Input Ep = Elastisitas produksi
Gambar 3 tidak hanya menggambarkan daerah-daerah produksi, namun juga menggambarkan skala usaha return to scale. Skala usaha merupakan
penjumlahan dari semua elastisitas faktor-faktor produksi atau koefisien regresi ∑Ep = b
1
+ b
2
+…….+ b
n
, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a
Increasing return to scale atau skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang semakin meningkat berada pada daerah
∑Ep 1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi dengan
proporsi yang lebih besar. b
Constant return to scale skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap yang berarti setiap penambahan satu satuan X akan menyebabkan
penambahan satu satuan Y secara proporsional berada pada daerah ∑Ep = 1.
c Decreasing return to scale skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang
menurun yang berada pada daerah ∑Ep 0, Hal ini berarti proporsi
penambahan faktor produksi dapat meningkatkan proporsi produksi Y yang semakin berkurang.
Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut Soekartawi, 2003:
1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan.
2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi.
3. Dapat diterima secara teoritis dan logis.
4.
Dapat menjelaskan persoalan yang diamati.
Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi 1986 merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi
análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi 1990 dalam Zamani 2008, antara lain model linear, kuadratik, Cobb-Douglas,
dan Transendental. Model yang paling sederhana serta yang paling mudah
27 dianalisis dari keempat model tersebut adalah model linear berganda dan model
Cobb-Douglas. Fungsi produksi linear menggambarkan hubungan yang bersifat linear
antara peubah bebas X dan peubah tidak bebas Y. Model ini memodelkan produksi yang bertambah atau berkurang secara linear jika faktor produksi diubah.
Nilai elastisitas pada model ini selalu berubah sesuai dengan besarnya faktor produksi yang digunakan dan produksi yang diperoleh Soekartawi 1990 diacu
dalam Zamani 2008. Soekartawi 2003 menyatakan bahwa fungsi produksi linear dapat dibedakan menjadi dua yaitu fungsi produksi linear sederhana dan
linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana simple regression digunakan pada saat jumlah variabel faktor atau X yang digunakan adalah satu, sehingga
fungsi produksi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi linear berganda.
Fungsi linear berganda atau regresi berganda khususnya dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan ekonomi yang sering dibahas dalam
ekonometrika, yang artinya sebagai cabang dari ilmu ekonomi yang bertugas mengkaji hubungan-hubungan ekonomi yang terjadi di masyarakat Soekartawi,
1986. Ekonometrika dapat dihubungkan dengan fungsi manajemen yang diperlukan sebagai alat untuk membuat keputusan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa analisis fungsi regresi dilakukan untuk membantu pengelola dalam pengambilan keputusan.
3.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas