77
Akhir pembelajaran siswa diberi tugas mengerjakan latihan soal pada buku paket mereka.
Pertemuan keempat, guru meriview kembali materi yang diperoleh siswa dari pertemuan pertama sampai ketiga bertujuan agar siswa mengingat kembali
dan lebih memahami materi tekanan zat cair yang telah diperoleh. Kemudian siswa diberikan posttest untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis mereka
setelah mendapatkan perlakuan dengan alokasi waktu 60 menit.
4.2.2 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Penelitian ini menggunakan lima aspek dan indikator kemampuan berpikir kritis yang dikemukakan Ennis yaitu: memberikan penjelasan sederhana;
membangun ketrampilan dasar; menyimpulkan; memberikan penjelasan lanjut; serta mengatur strategi dan teknik. Aspek memberikan penjelasan lanjut terdiri
dari tiga indikator yaitu: memfokuskan pertanyaan; menganalisis argumen; dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. Aspek
membangun ketrampilan
dasar terdiri
dari dua
indikator yaitu:
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak; serta mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi. Indikator pada aspek
menyimpulkan adalah
membuat dan
menentukan hasil
pertimbanganmenyimpulkan. Aspek memberi penjelasan lanjut terdiri dari dua indikator yaitu: mengidentifikasi istilah-istilah dan mempertimbangkan suatu
definisi; dan memgidentifikasi asumsi-asumsi. Indikator pada aspek mengatur strategi dan teknik adalah menentukan tindakan.
78
Kemampuan berpikir kritis siswa dilihat berdasarkan hasil pretest dan posttest. Pretest dan posttest berisi tentang permasalahan yang berkaitan dengan
materi tekanan zat cair. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberi materi. Posttest digunakan untuk mengukur
kemamampuan berpikir kritis siswa setelah menerima materi. 1
Memberikan penjelasan sederhana Pada aspek memberikan penjelasan lanjut terdapat tiga indikator yaitu
memfokuskan permasalahan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. Memfokuskan pertanyaan, menganalisis
argumen, dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan pada kelompok eksperimen saat pretest, ketiganya hanya mencapai persentase rata-rata nilai
sebesar 50. Kriteria memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan masuk dalam kategori cukup.
Kemudian saat posttest kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan meningkat menjadi
53. Peningkatan dari pretest ke posttest sebesar 3. Memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen,
dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan pada kelompok kontrol saat pretest,
ketiganya hanya mencapai persentase rata-rata nilai sebesar 43. Kriteria memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab pertanyaan
tentang suatu penjelasan masuk dalam kategori kurang. Kemudian saat posttest kemampuan memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, dan menjawab
79
pertanyaan tentang suatu penjelasan meningkat menjadi 59. Peningkatan dari pretest ke posttest sebesar 17.
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan memberikan penjelasan lanjut siswa pada kelompok eksperimen baik saat pretest dan saat posttest masuk dalam
kategori cukup. Peningkatan kemampuan memberikan penjelasan sederhana hanya 3 dengan skor gain sebesar 0,06 masuk kategori rendah. Hal ini belum
mencapai target indikator keberhasilan. Sedangkan pada kelompok kontrol, persentase rata-rata kemampuan memberikan penjelasan lanjut siswa saat pretest
termasuk dalam kategori rendah naik mengalami peningkatan saat posttest termasuk dalam katgori cukup. Hal ini menunjukan adanya peningkatan
kemampuan memberikan penjelasan sederhana pada kelompok kontrol dengan skor gain sebesar 0,28 kategori rendah.
Skor gain pada kolompok eksperimen maupun kelompok kontrol masih dalam kategori rendah. Hal ini menunjukan siswa masih kesulitan memahami dan
menganilis dari suatu permasalahan yang berhubungan dengan materi sehingga siswa memberikan penjelasan dari masalah tersebut kurang tepat.
Peningkatan kemampuan memberikan penjelasan sederhana pada kelompok kontrol lebih besar daripada kelompok eksperimen disebabkan proses
pembelajaran pada kelompok kontrol menggunakan model ekspositori. Siswa diberi permasalahan dan guru menjelaskan secara rinci dan runtut penyelesaian
dari permasalahan tersebut sehingga saat diberikan test siswa dapat memberikan penjelasan sederhana dari masalah dengan jawaban yang diinginkan guru.
Sedangkan pada kelompok eksperimen menggunakan PBL berbantuan pohon
80
masalah, siswa diajak menemukan sendiri pemecahan dari suatu permasalahan dan tidak semua permasalahan dibahas rinci oleh guru, guru hanya menjelaskan
apabila terjadi kekeliruan konsep sehingga jawaban siswa sangat beragam dalam memberikan penjelasan sederhana dan tidak semua jawaban siswa tepat.
Jadi, kemampuan siswa memberikan penjelasan sederhana belum memenuhi indikator keberhasilan yaitu persentase rata-rata indikator mencapai kategori
cukup atau lebih dan skor gain lebih besar dari 0,3 termasuk dalam
kategori sedang sampai tinggi. 2
Membangun ketrampilan dasar Membangun
ketrampilan dasar
terdapat dua
indikator yaitu
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, serta mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi. Pada kelompok eksperimen
persentase rata-rata indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak saat pretest mencapai 57 kemudian pada saat posttest meningkat
menjadi 63. Pada kelompok kontrol persentase rata-rata indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak saat pretest
mencapai 46 kemudian pada saat posttest meningkat menjadi 61. Kriteria penilaian meningkat dari kurang menjadi cukup.
Indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak siswa diberikan pernyataan tentang konsep atau penerapannya yang berkaitan
dengan materi, kemudian siswa diajak untuk mempertimbangkan pernyataan mana yang benar. Rata-rata siswa dapat mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak.
81
Indikator kedua yaitu mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi. Pada kelompok eksperimen persentase rata-rata indikator mengamati
dan mempertimbangkan laporan hasil observasi saat pretest mencapai 57 kemudian pada saat posttest meningkat menjadi 79. Kriteria yang didapat dalam
hal ini otomatis meningkat dari cukup kritis menjadi kritis. Pada kelompok kontrol persentase rata-rata indikator mengamati dan mempertimbangkan laporan
hasil observasi saat pretest mencapai 57 kemudian pada saat posttest meningkat menjadi 74.
Pada indikator mengamati dan mempertimbangkan siswa diajak untuk mengamati
gambar hasil
percobaan sederhana,
dan berpikir
untuk mempertimbangkan hasil dari percobaan tersebut serta memberikan alasannya.
Kemampuan siswa untuk mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi meningkat dengan baik. Siswa dapat mempertimbangkan hasil dari
sebuah permasalahan yang mereka amati. Secara umum aspek membangun ketrampilan dasar siswa pada kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen sudah mencapai target indikator keberhasilan dengan skor gain masing-masing sebesar 0,31 dan 0,33 masuk
kategori sedang dan hasil persentase rata-rata posttest mencapai kategori kritis. Persentase rata-rata posttest dan nilai gain pada kelompok eksperimen lebih
besar dari pada presentase rata-rata posttest pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan proses pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan PBL
berbantuan pohon masalah, siswa diajak mengamati, menyelidiki dan mencari informasi kemudian mempertimbangkan hasil observasi yang mereka peroleh
82
untuk menyusun pohon masalah sebagai penyelesaian masalah. Proses pembelajaran pada kelompok kontol, siswa juga diberi contoh-contoh penerapan
namun hanya melalui tanya jawab dan jika hipotesis siswa salah maka guru akan langsung menjelaskan penyelesaian dari permasalahan. Oleh karena itu
kemampuan membangun ketrampilan dasar pada kelompok eksperimen lebih terlatih daripada pada kelompok kontrol.
3 Menyimpulkan
Aspek menyimpulkan pada kelompok eksperimen persentase rata-rata indikator menyimpulkan saat pretest mencapai 23 kemudian pada saat posttest
meningkat menjadi 55 dengan skor gain 0,42 kategori sedang. Pada kelompok kontrol persentase rata-rata indikator menyimpulkan saat pretest mencapai 24
kemudian pada saat posttest meningkat menjadi 50 dengan skor gain 0,34 masuk kategori sedang.
Uraian di atas menunjukan baik siswa kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan pada aspek menyimpulkan. Skor gain
pada kelompok eksperimen lebih besar daripada nilai gain pada kelompok kontrol hal ini menunjukan peningkatan kemampuan menyimpulkan kelompok
eksperimen lebih besar dari pada kelompok kontrol. Pada aspek menyimpulkan, siswa diajak berpikir menganilisis suatu
permasalahan dan membuat kesimpulan dari permasalahan tersebut. Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen dengan PBL berbantuan pohon masalah
melatih kemampuan menyimpulkan siswa, karena siswa diberi permasalahan dan menyimpulkan atau menemukan konsepnya sendiri kemudian guru memberi
83
penjelasan. Hal tersebut membuat kelompok ekperimen pengalami peningkatan yang lebih besar. Namun persentase rata-rata hasil posttest kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen hampir sama karena proses pembelajaran pada kelompok kontrol siswa juga diajak untuk menyimpulkan dan menemukan konsep dari
materi pembelajaran hanya saja hal itu dilakukan secara bersama-sama dengan guru.
4 Memberikan penjelasan lanjut
Memberikan penjelasan lanjut terdapat dua indikator yaitu mengidentifikasi istilah-istilah dan mempertimbangkan suatu definisi, dan mengidentifikasi asumsi-
asumsi. Presentase
kemampuan mengidentifikasi
istilah-istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi pada kelompok eksperimen berdasarkan hasil pretest dan posttest mengalami peningkatan sebesar 18 yang semula 76
termasuk kategori kritis naik menjadi 84 termasuk kategori sangat kritis. Presentase mengidentifikasi asumsi-asumsi pada kelompok eksperimen
berdasarkan hasil pretest dan posttest mengalami peningkatan sebesar 27 yang semula 41 termasuk kategori kurang kritis naik menjadi 68 termasuk kategori
kritis. Presentase
kemampuan mengidentifikasi
istilah-istilah dan
mempertimbangkan suatu definisi pada kelompok kontrol berdasarkan hasil pretest dan posttest belum mencapai indikator yang ditentukan peneliti walaupun
mengalami peningkatan sebesar 18 yang semula 29 menjadi 47 namun masih termasuk kategori kurang kritis. Presentase mengidentifikasi asumsi-asumsi
pada kelompok eksperimen berdasarkan hasil pretest dan posttest mengalami
84
peningkatan sebesar 21 yang semula 23 menjadi 44 namun masih termasuk kategori kurang kritis.
Secara umum, memberikan penjelasan lanjut pada kelompok kontrol maupun eksperimen mengalami peningkatan dengan skor gain masing-masing
sebesar 0,25 dan 0,43. Hal ini menunjukan kemampuan memberikan penjelasan lanjut pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan lebih besar daripada
kelompok kontrol. Pada aspek memberikan penjelasan lanjut siswa diajak untuk mengidentifikasikan isitilah-istilah dan asumsi-asumsi. Proses pembelajaran
dengan PBL berbantuan masalah siswa diberi permasalahan yang merupakan penerapan dari materi tekanan zat cair dan siswa diajak untuk mendefinisikan
istilah-istilah, asumsi-asumsi yang ada di permasalahan tersbut dan mengkaitkannya dengan materi sehingga siswa dapat menemukan solusi masalah.
Sedangkan proses pembelajaran ekspositori siswa langsung diberi penjelasan oleh guru tentang solusi masalah membuat kemampuan memberi penjelasan lanjut
pada kelompok kontrol kurang terlatih. 5
Mengatur strategi dan teknik Indikator mengatur strategi dan teknik adalah menentukan suatu tindakan.
Siswa diberi suatu pokok bahasan atau permasalah kemudian siswa merancang menentukan tindakan untuk mendapatkan penyelesaian. Persentase kemampuan
menentukan suatu tindakan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan yang lebih besar daripada kelompok kontrol. Persentase kemampuan menentukan
suatu tindakan pada kelompok eksperimen meningkat sebesar 32 yang semula 26 termasuk kategori kurang kritis naik menjadi 58 termasuk kategori cukup
85
kritis. Sedangkan pada kelompok kontrol, meningkat sebesar 16 yang semula 34 termasuk kategori kurang kritis naik menjadi 50 termasuk kategori cukup
kritis. Mulanya siswa kebingungan untuk menentukan suatu tindakan atau mencari
solusi dari permasalahan yang diberikan, sebagian besar dari mereka belum menuliskan tindakan yang mungkin dapat dilakukan. Jawaban yang muncul juga
baru menyebutkan alat dan bahan yang diperlukan, sebagian besar belum memberikan penjelasan dan cara yang dilakukan untuk membuktikan hubungan
kedalaman dengan tekanan hidrodtatis, cara membedakan telur yang baik dan yang busuk yang merupakan penerapan hukum Archimedes, dan cara percobaan
sederhana yang dapat dilakukan untuk membuktikan tekanan dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah.
Pada pertemuan selanjutnya, untuk kelompok eksperimen guru mengajak siswa menemukan sendiri tindakan yang akan dilakukan dengan membaca buku
paket atau mencari informasi dari berbagai sumber. Beberapa kelompok siswa memberikan jawaban, kemudian guru menerangkan solusi yang benar. Hal ini
sejalan dengan Teori Brunner yang mengajunrakan pembelajaran dengan penemuan. Menurut Trianto 2007: 26, belajar penemuan sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Sedangkan pada kelompok kontrol guru langsung membahas permasalahan tersebut dan memberikan solusinya. Karena itu perolehan nilai posttest yang
dicapai siswa meningkat dan tindakan yang dicetuskan siswa dapat diterapkan
86
dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaiakan permasalahan. Tindakan atau solusi yang diberikan dapat memanfaatkan barang bekas atau benda yang ada
disekitar kita sehingga memungkinkan siswa untuk melakukan percobaan sederhana jika mereka menginginkan.
Kemampuan berpikir kritis secara umum, untuk kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan
berpikir kritis pada kelompok eksperimen lebih besar daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kelompok kontrol. Hal tersebut disebabkan
perbedaan perlakuan antar kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Pada kelompok kontrol semula rata-rata pretest 35 menjadi 53 pada
posttest dan peningkatan jumlah siswa yang mencapai nilai sebesar 13,
dengan nilai peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa N-gain sebesar 0,28 menunjukan kategori rendah serta belum mencapai indikator keberhasilan yang
peneliti tentukan. Jumlah siswa yang mencapai nilai pada posttest
kemampuan berpikir kritis juga belum memenuhi target. Saat pretest tidak ada siswa yang mencapai nilai
kemudian saat posttest hanya 4 siswa yang mencapai nilai
. Pembelajaran pada kelompok kontrol menggunakan model ekspositori, guru
menerangkan secara rinci dan runtut tentang materi, guru juga memberikan latihan-latihan soal diharapkan siswa dapat menguasai materi yang diberikan.
Kemudian guru memberikan pertanyaan-pertanyaan agar melatih kemampuan berpikir siswa. Namun pada pembelajaran ekspositori, guru dan siswa secara
bersama-sama membuat kesimpulan dari materi pembelajaran sehingga siswa
87
tidak berusaha menemukan sendiri konsepnya. Pembelajaran ini juga siswa dituntut berpikir secara individu tidak secara berkelompok karena guru
memberikan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan tugas-tugas individu. Sedangkan pada kelompok eksperimen selain menggunakan model PBL
peneliti juga menggunakan bantuan pohon masalah. Di awal pertemuan, guru menunjukan contoh pohon masalah kemudian selanjutnya siswa membuat pohon
masalah untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka dapat. Menurut Asmoko 2014, poin penting analisis pohon masalah yaitu a pohon masalah
merupakan suatu alat atau teknik pendekatan untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah, b pohon masalah menggambarkan rangkaian hubungan
sebab akibat dari beberapa faktor, c pohon masalah umumnya digunakan pada tahap perencanaan. Siswa diajak berpikir secara runtut mereka dituntut
menemukan ide-ide untuk menyusun pohon masalah mereka sehingga proses pembelajaran PBL berbantuan pohon masalah dapat melatih kemampuan berpikir
kritis siswa. Pada kelompok eksperimen semula rata-rata pretest sebesar 46 naik
menjadi 66 pada posttest, dengan nilai peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa N-gain sebesar 0,36 menunjukan kategori cukup dan peningkatan jumlah
siswa yang mencapai nilai sebesar 59. Jumlah siswa yang mencapai nilai
pada posttest kemampuan berpikir kritis juga sudah memenuhi target yaitu lebih dari 50 jumlah siswa keseluruhan. Saat pretest tidak ada siswa yang
mencapai nilai kemudian saat posttest terdapat 37 siswa yang mencapai nilai
. Nilai-nilai tersebut sudah mencapai indikator keberhasilan yang peneliti
88
tentukan sehingga menunjukan pembelajaran Problem Based Learning PBL berbantuan pohon masalah yang diterapkan pada kelompok eksperimen efektif
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian yang mendukung hasil di atas adalah penelitian Happy 2014
menyatakan bahwa Problem Based Learning efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian Emilia 2013 menyatakan bahwa
pembelajaran dengan media pohon matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Pohon matematika pada penelitian Emilia hampir sama
dengan pohon masalah yang dimaksud dalam penelitian ini, yang terdiri atas permasalahan-permasalahan dan menghubungkannya dengan sebab-akibat
permasalahan.
4.2.3 Uji Hipotesis 2 Uji Kesamaan Dua Rata-rata