dan Perikanan Kecamatan Ciampea, penyuluh lapang dan informan lainnya di Desa Bojong Jengkol. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada kuisioner.
Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh meliputi data keadaan umum daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti
laporan, arsip atau dokumen serta laporan tahunan dari instansi yang terkait, seperti Kantor Kecamatan Ciampea, Kelurahan Desa Bojong Jengkol, Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, UPTD Peternakan dan Perikanan Kecamatan Ciampea, Badan Pusat Statistik dan lainnya.
4.3 Metode Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang dapat lebih dipahami. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif
setelah melalui proses editing, coding dan tabulating. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
4.3.1. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya
Pendapatan usaha budidaya diperoleh dari selisih antara total penerimaan usaha dengan total biaya produksi dalam satu tahun.
Analisis pendapatan dirumuskan sbagai berikut : π = TR –TC
Dimana : π = Pendapatan Usaha
TR = Total Revenue penerimaan TC = Total Cost biaya
4.3.2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga dihitung dengan menggunakan rumus : Rt = R
p
+ R
np
Dimana : Rt = Total pendapatan rumah tangga R
p
= Pendapatan dari usaha perikanan R
np
= Pendapatan dari usaha non perikanan
4.3.3. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran Tangga yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup dalam jangka waktu satu tahun yang terdiri dari pengeluaran
untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Total pengeluaran rumah tangga dapat dirumuskan sebagai berikut :
C
t
= C1 + C2 Dimana : C
t
= Total pengeluaran rumah tangga C1 = Pengeluaran untuk makanan
C2 = Pengeluaran untuk non makanan
4.3.4. Pengukuran Tingkat Kesejahteraan
Badan Pusat Statistik mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga dalam SUSENAS 2003 yang dimodifikasi berdasarkan 11 indikator antara lain:
pendapatan Direktorat Tata Guna Tanah, pengeluaran Sajogyo, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota rumah tangga,
kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi,
kehidupan beragama, rasa aman dari tindak kejahatan dan kemudahan dalam melakukan olah raga Lampiran 2. Skor tingkat klasifikasi pada sebelas indikator
kesejahteraan tersebut ditentukan berdasarkan pedoman penentuan skor dari Badan Pusat Statistik 1994 yang sudah dimodifikasi dengan menggunakan
kriteria kemiskinan Sajogyo dan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik 2003
diklasifikasikan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah klasifikasi tingkat
kesejahteraan sebanyak tiga klasifikasi. Jumlah skor tertinggi dari sebelas indikator kesejahteraan adalah 35 dikurangi 11 dibagi 3 sama dengan
8 sehingga dapat diperoleh hasil kelompok tingkat kesejahteraan sebagai berikut :
1. Tingkat kesejahteraan tinggi, jika mencapai skor = 27-35 2. Tingkat kesejahteraan sedang, jika mencapai skor = 19-26
3. Tingkat kesejahteraan rendah, jika mencapai skor = 11-18
Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN tahun 2002 meliputi 13 aspek, yaitu agama,
pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, Keluarga Berencana, tabungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan, informasi, transportasi dan
peranan dalam masyarakat. Ketiga belas aspek tersebut dibagi lagi menjadi 23 indikator.
Pengukuran kesejahteraan rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik
BPS 2003 dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN 2002.
4.3.5. Hubungan antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan