80
menyatakan tidak akan mau menggunakan besi bekas itu. Tapi Dalkijo bersekiras. hlm. 180
145
Dibuang atau dijual kepada pedagang besi rongsok. Itulah jawaban Kabul yang tak bisa ditawar lagi. Atau, Kabul akan sebera menulis surat pernyataan
pengunduran diri. hlm. 183
4.4 Konflik Batin Tokoh Utama
Konflik batin mempunyai pengertian terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam satu waktu.
Berkaitan dengan pengertian di atas, konflik mendasar yang dialami Kabul sebagai tokoh utama ada dua, yaitu permasalahan mengenai pekerjaannya dan pribadinya.
Mengenai masalah dalam pekerjaanya, Kabul dihadapkan dengan permainan kotor yang terjadi selama proses pembangunan jembatan di Sungai Cibawor. Permainan-
permainan itulah yang membuat hati atau perasaan Kabul terusik yang akhirnya menjadikan konflik pada diri Kabul. Di satu sisi dia harus menjaga kualitas jembatan,
di sisi lain banyak terjadi penyelewengan anggaran sehingga membuat kualitas jembatan menjadi tidak layak. Hal itulah yang menyebabkan konflik batin pada
Kabul muncul. Mengenai masalah pribadinya, yaitu percintaannya dengan Wati. Hal itu seringkali membuat perasaam Kabul terganggu. Di satu sisi dia harus segera
menikah karena usinya sudah matang, di sisi lain dia juga harus memikirkan perasaan Wati karena sudah mempunyai pacar. Kedua permasalahan itulah yang membentuk
konflik batin pada diri Kabul. Adanya dua hal yang bertentangan pada diri Kabul namun dia harus memilih salah satu sebagai alat pemuas pada diri Kabul.
81
Kutipan di bawah ini akan menunjukkan bagaimana perasaan Kabul ketika mendengar pendapat dari orang lain yang seakan-akan menuduh bahwa semua orang
yang terlibat dalam proyek bermain curang dalam melaksanakan pekerjaannya dan konflik batin pada diri Kabul karena mendengar hal itu.
146
Pak Tarya ingin mengatakan orang-orang proyek adalah manusia-manusia yang main curang. Korup dengan berbagai cara dan gaya. Tapi, apakah Pak
Tarya salah? Jujur, Kabul merasa sindiran halus Pak Tarya lebih banyak benarnya. “Atau benar semua bila aku, Kabul ikut-ikutan suka makan uang
proyek. Tapi bagaimana meyakinkan Pak Tarya bahwa aku tidak ingin
seperti mereka?” hlm. 11
147
Watak primitif, yakni lebih mementingkan diri sendiri alias serakah.” …. Primitif, mementingkan diri sendiri, serakah. Itulah akar persoalannya?
Rasanya memang beditu. Dan bila si primitive adalah orang kampong di sekitar proyek yang miskin dan kurang terdidik, harap maklum. Namun
kalau si primitive tadi adalah menteri, dirjen, kakanwil, dan seterusnya? Apa
mereka tidak mencak-mencak bila dikatakan primitif? hlm. 19-20
Kebanyakan orang mengira bahwa orang-orang yang bekerja di proyek adalah orang yang tidak jujur, hanya memikirkan keuntungan dirinya sendiri. Padahal, apa
yang dikatakan orang-orang itu kurang benar. Kabul tetap ingin menjadi orang yang jujur walaupun orang-orang disekelilingnya hanya menginginkan keuntungan diri
sendiri. Pikiran Kabul sering kali terganggu sekaligus membuat dirinya bertanya-
tanya. Kabul merasa bingung membedakan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan jembatan. Permasalahan yang ada membuat batin Kabul tidak bisa
menerimanya. Bagi Kabul, pembangunan proyek jembatan bukan hanya mendirikan bangunan di atas sungai dan akhirnya bisa digunakan untuk menyebrang. Namun,
82
dibalik itu aturan atau norma yang ada harus tetap menang. Kebimbangan Kabul itu dapat terlihat melalui kutipan berikut ini.
148
Aku insinyur. Aku tak bisa menguraikan dengan baik hubungan antara kejujuran dan kesungguhan dalam pembangunan proyek ini dengan
keberpihakan kepada masyarakay miskin. Apakah yang pertama merupakan manifestasi yang kedua? Apakah kejujuran dan kesungguhan sejatinya
adalah perkara yang biasa bagi masyarakat berbudaya, dan harus dipilih karena keduanya hal yang niscaya untuk menghasilkan kemaslahatan
bersama? Mungkin. Atau entah. Yang jelas bagiku kecurangan besar maupun kecil yang terjadi di proyek ini pasti akan mengurangi tingkat kesungguhan,
bahkan mengkhianati tujun dasarnya. Dan hatiku tak bisa menerimanya. hlm. 34
149
Lalu, apakah kejujuran yang sering minta dibuktikan dengan kesahajaan sama dengan mempertahankan kemelaratan? Ah, tidak. Pasti tidak. Banyak
orang yang memilih hidup bersahaja dan mereka sangat kaya akan rasa kaya. Atau hati dan jiwa mereka memang benar-benar kaya. hlm. 34
Sistem pemerintahan serta para pejabat di dalamnya membuat pikiran Kabul kembali terusik serta kebingungan. Kabul berpikiran, jangan-jangan uang hasil
jeripayahnya melalui pembangunan jembatan itu adalah uang rakyat yang didapat dan dialokasikan oleh pemerintah tanpa melaksanakan amanat yang semestinya. Hal itu
terlihat melalui kutipan di bawah ini. 150
Menurut para kritikus, dan Kabul sependapat, apabila secara kelambagaan DPRD sudah menyimpang dari khitahnya, dengan sendirinya para anggota
demikian pula. Mereka, para kritikus sering mengatakan para anggota DPRD menikmati uang rakyat tanpa melaksanakan dengan semestinya amanat yang
dipercayakan
kepada mereka.
Dan Kabul
merasa pahit
ketika membayangkan, jangan-jangan sebagian uang rakyat itu kini ada di dompet
Wati dan siap untuk membayar makan siang Kabul kali ini. hlm. 56
Kedudukannya sebagai pelaksana proyek membuat batin Kabul semakin bingung. Melalui kutipan 11 terlihat bagaimana sikap Kabul tersebut. Pada saat
proyek membutuhkan dana dan bahan bangunan yang memadai. Lingkungan sekitar
83
malah mengajukan permohonan bantuan untuk pembangunan masjid. Hal tersebut membuat
batin Kabul
benar-benar diuji.
Disatu sisi
dia harus
mempertanggungjawabkan kualitas
jembatan, di
sisi lain
dia juga
harus mempertimbangkan kepentingan orang banyak.
Keadaan proyek yang tidak sejalan dengan pemikirannya membuat Kabul berpikiran meninggalkan proyek. Namun, hal itu harus dipikirkan lagi oleh Kabul.
Ibu dan kedua adiknya masih membutuhkan biaya untuk melangsungkan hidup. Pemikiran Kabut tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.
151
Selama saya masih bisa menahan perasaan terhadap hal-hal yang menyebabkan itu, saya akan menyelesaikan proyek ini. Saya juga masih
terikat kewajiban menghidupi dan membiayai ibu serta dua adik saya. Ini berarti saya harus punya penghasilan. Maka saya tidak akan membuat
keputusan yang tergesa-gesa. Namun bila kesebalan saya sudah melebihi ambang batas, ya tak tahulah” hlm 78
Sebagai insinyur Kabul mengerti apa yang harus dilakukan. Komposisi bahan bangunan yang tidak memenuhi baku mutu membuat Kabul sanksi akan kualitas
jembatan. Kabul teringat dengan para insinyur sebelum dirinya. Mereka membangun bangunan dengan mempertimbangkan semua aspek di dalamnya. Kehidupan
pribadinyapun juga sangat bersahaja dan sederhana. Terlintas dalam pikiran Kabul, apakah karena ini produk pendidikan zaman belanda yang mengedepankan idealisme
dan kedisiplinan ilmu? Keraguan serta pemikiran Kabul tersebut dapat terlihat melalui kutipan berikut.
152
Tapi entahlah, dalam hati Kabul mulai terasa ada percik keraguan. Dia mulai diganggu kekhawatiran jembatan tidak akan terwujud seperti yang dicita-
citakan, Mungkin bentuknya bisa mewakili perwujudan gambar secara
84
sempurna, tapi mutunya? Padahal mutu adalah penentu daya tahan. Daya tahan adalah usia. hlm. 147
153
Sebagai sarjana teknik Kabul sering bertanya-tanya mengapa terlalu sedikit insinyur yang bisa jadi panutan seperto Rooseno, Sudiarto, atau Sutami.
Selain berdedikasi tinggi, mereka meninggalkan karya yang monumental. Kehidupan pribadinya sangat bermartabat, ora kagetan, ora gumunan,
apalagi kemaruk. Sutami malah hidup dengan sangat bersahaja dalam status sebagai menteripun. Apakah karena mereka masih mengalami pendidikan
zaman Belanda yang sangat menekankan idealism serta kedisiplinan ilmu? Apa karena kepribadian mereka memang kuat? Atau lagi, apa karena mereka
hidup pada masa yang relative belum korup? hlm. 148
Batin Kabul terusik setelah berdebat dengan Dalkijo. Mereka mempersoalkan pemasangan balok jembatan yang tidak tepat pada waktunya serta kerusakan pada
balok. Kabul sangat tidak setuju karena kualitas jembatan akan dipertaruhkan. Hal itu dapat dilihat melalui kutipan berikut.
154
Pembicaraan habis. Kabul bersungut-sungut. Bagaimana kalu mesin derek datang sebelum tujuh belas hari? Apakah balok-belok jembatan harus
dipasang juga? Apakah dua balok yang cacat itu tidak diganti? Kabul mencoba mengusir pertanyaan-pertanyaan itu dengan menggaru-garuk
kepala yang tidak gatal. Bangkit, membayar hidangan, dan keluar. Mak Sumeh memandangnya sambil menggeleng. Dan mengisap rokoknya dalam-
dalam. hlm. 156-157
Bahan bangunan lagi-lagi menjadi hal yang paling membuat pikiran atau batin Kabul terusik. Melalui kutipan 10, 14, 44 akan terlihat bagaimana perasaan
Kabul itu. Melalaui kutipan 10 terlihat bagaimana bahan bangunan dipermainkan demi kebutuhan golongan penguasa. Pada kutipan 14 dan 44 memperlihatkan
bagaimana pemakaian bahan bangunan yang tidak selayaknya digunakan. Hal itulah yang membuat konflik batin Kabul muncul.
85
Setelah Kabul selesai bekerja di proyek, Kabul pun berpikir mengenai proyek- proyek yang lain. Dia berpendapat bahwa proyek di luar pembangunan jembatan di
sungai Cibawor sama, yaitu diselimuti dengan kebohongan dalam pembangunannya. Pikiran Kabul itu dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini.
155
Apakah pembangunan jembatan atau bangunan sipil lain di seantero negeri diselimuti dengan ke-sontoloyo-an yang sama? Apakah semuanya digerogoti
tikus-tikus primitive yang hidup makmur di atas beban yang ditanggung oleh masyarakat miskin? hlm. 216
Selain masalah pekerjaan, konflik batin Kabul sebagai tokoh utama muncul dalam kehidupan pribadinya, yaitu dengan Wati. Konflik yang dialami Kabul mulai
terlihat ketika Kabul meminta Wati agar makan siang di kantornya, bukan di warung Mak Sumeh seperti biasanya. Lama-kelamaan hal itu menyebabkan Kabul merasa
tidak nyaman karena keadaan itu menjadi lebih pribadi. Ditambah juga Kabul tahu bahwa Wati sudah punya pacar. Perasaan Kabul itu terlihat dalam kutipan di bawah
ini. 156
Setiap hari mereka membawakan hidangan makan siang ke kantor proyek untuk Kabul dan Wati. Sebenarnya Kabul menyesal. Memang dialah yang
kali pertama mengusulkan makan siang di ruang kantor. Sebab, yang dikatakan Wati ternyata benar-privasi. Situasi dan nuansa pribadi pun hadir.
Seperti ada jarak yang semakin hari semakin pendek. Atau ruang yang semakin padat. 98
Terlihat juga melalui tindakan Kabul yang sering memboncengkan, nonton bareng, dan makan siang bersama Wati. Hal yang dilakukan Kabul itu secara tidak
langsung memberikan harapan bagi Wati untuk lebih dekat dengan Kabul, padahal Wati sudah punya pacar. Dalam pikiran Kabul pun mulai muncul pertanyaan-
86
pertanyaan yang mengganggu dirinya, apakah yang dilaku kannya itu benar. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dilihat melalui kutipan berikut.
157
Kabul tercenung. Apa selama ini aku member harapan? Jangan-jangan, ya. Kalau begitu aku tidak akan membocengkan Wati lagi. Tidak akan nonton
bareng lagi. Dan juga tidak akan makan siang bersama. Apa makan siang bersama bukan hal yang biasa saja? hlm. 106
Kabul menyadari Wati sudah mempunyai pacar, untuk itu Kabul sengaja menjaga jarak dengan Wati. Hal itu dilakukan karena Kabul tidak ingin mengganggu
hubungan orang lain. Namun, Wati salah dalam menerima sikap Kabul tersebut. Akhirnya, hubungan keduanya seakan-akan ada jarak hingga Wati pun jatuh sakit.
Kabul merasa dirinyalah yang menjadi pokok permasalahan. Melalui kutipan di bawah ini akan terlihat bagaimana hubungan antara Kabul dengan Wati serta rasa
bersalah Kabul karena dialah yang menyebabkan permasahan ini. 158
Hari-hari yang terasa kaku. Meski hanya berdua berada di kantor proyek itu, Kabul dan Wati jarang berbicara, kecuali urusan resmi. Suasana terasa kering
seperti kemarau di luar yang belum juga berkhir. Kabul jadi tidak betah. Dan dia merasa bahwa dirinya menjadi sebab kegaguan itu di ruang itu, yang
sudah berlangsung hamper dua minggu. Wati makin sering minta izin pulang awal. Bahkan, pagi ini di meja Kabul ada surat keterangan dokter; Wati sakit
dan mendapat istirahat tiga hari. hlm. 114
159
Wati menderita? Jangan-jangan, ya. Dan bila ya, akulah penyebabnya? Pertanyaan ini lama-lama berputar di depan mata Kabul. Lalu masuk
menembus dan mengejar dirinya dari dalam. Kabul tergagap. Aku telah menyebakan Wati menderita?hlm. 115
160 Sesaat memandang Wati, muncul rasa iba di hati Kabul. Atau mungkin
rasa bersalah? Timbul juga keinginan, kalau bisa, membantu mengakhiri penderitaan Wati. Tapia pa, dan bagaimana? hlm. 117
87
Pada kutipan 21 dan 96 juga terlihat bagaimana konflik batin Kabul terhadap Wati. Melalui kutipan 21 terlihat bagaimana kebimbangan Kabul terhadap sikap yang
ditunjukkan Wati kepadanya. Perhatian Wati kepada Kabul ditunjukkan melalui penyiapan alat sholat untuk Kabul. Kabul bingung, apakah ingin memakainya atau tidak, karena Kabul
tahu bahwa Wati sudah mempunyai pacara dan Kabul juga tidak ingin melukai perasaan hati orang lain, yaitu pacar Wati. Terlihat juga melalui kutipan 96, ketika Wati ingin diantar
pulang oleh Kabul, Kabul merasa tidak enak kepada lingjungan sekitar. Padahal, hati kecil Kabul bersedia untuk mengantarnya.
4.5 Pembahasan