8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti menemukan penelitian yang serupa dan ada hubungannya dengan topik penelitian. Penelitian yang relevan dengan topik ini, yaitu penelitian Andrey
Pranata 2009 dan Ardiyonsih Pramudya 2012. Penelitian Andrey Pranata, berjudul Novel Orang-orang Proyek Karya Ahmad
Tohari: Analisis Sosiologi Sastra yang disusun pada tahun 2009. Pendekatan yang
digunakan adalah sosiologi sastra dan menggunakan metode deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut adalah analisis latar, alur, penokohan, tema, serta menguraikan
nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam novel Orang-orang Proyek. Persoalan yang diangkat dalam novel ini adalah persoalan korupsi yang terjadi dalam pembangunan
jembatan di Sungai Cibawor dan masalah percintaan yang dialami oleh Kabul dan Wati.
Penelitian Ardiyonsih Pramudya yang berjudul Problem Sosial Novel Orang- orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Budaya
yang disusun pada tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa problem sosial yang terdapat dalam novel Orang-orang Proyek
adalah korupsi, kemiskinan, pelanggaran terhadap norma masyarakat, pencurian, dan permasalahan birokrasi.
9
Kedua penelitian diatas sama-sama membahas novel Orang-orang Proyek dari segi sosiologi sastra. Berkaitan dengan penelitian ini, kedua penelitian di atas
membahas novel tersebut dari segi sosiologi sastra, sedangkan peneliti membahas novel tersebut dari segi psikologi sastra. Untuk itu, kedua penelitian tersebut dapat
dijadikan sebagai gambaran awal bagi peneliti untuk mengembangkan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Unsur Intrinsik Karya Sastra
Unsur intrinsik karya sastra yang digunakan dalam penelitian ini ada empat hal, yaitu, alur, tokoh, penokohan, dan latar. Empat hal tersebut nantinya akan
digunakan sebagai acuan untuk mengetahui hal apa saja yang menimbulkan konflik batin tokoh utama. Karena konflik batin tokoh utama akan terbentuk melalui empat
hal tersebut.
2.2.1.1 Alur plot
Secara sederhana alur dapat didefinisikan sebagai sebuah rangkaian cerita dalam cerkan yang menunjukkan hubungan sebab akibat Wahyuningtyas, 2010: 4.
Dalam analisis cerita, alur sering juga disebut dengan plot. Sebuah urutan peristiwa yang ingin disampaikan pastilah menggunakan urutan waktu yang runtut, entah dari
awal peristiwa itu terjadi maupun sebaliknya. Plot dapat diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam suatu cerita Siti Sundari via
Fananie, 2002: 93. Dapat dikatakan bahwa alur adalah suatu urutan cerita atau
10
peristiwa yang teratur dan padu. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu dengan yang kemudian saling berhubungan
dan saling terkait. Kaitan antara peristiwa tersebut hendaknya jelas, logis, dapat di awal, tengah, atau akhir Nurgiyantoro, 1995: 142. Alur atau plot dapat diartikan
sebagai jalan atau urutan cerita yang menunjukkan sebab akibat dan mewakili keseluruhan isi cerita.
1. Unsur-unsur Plot
a Peristiwa Dalam sebuah karya sastra pastilah ada kejadian atau peristiwa yang
diangkat. Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke
keadaan lain Luxemburg via Nurgiyantoro, 1995: 117. Peristiwa dapat dibedakan dalam tigal, yaitu peristiwa fungsional, peristiwa kaitan, peristiwa
acuan. Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembengan plot. Urut-urutan peristiwa yang fungsional
merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan. Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting
dalam pengurutan penyajian cerita. Peristiwa acuan adalah peristiwa yang secara tidak langsung berpengaruh dan atau berhubungan dengan perkembangan plot,
melainkan mengacu pada unsure-unsur lain. Dalam hubungan ini, bukannya alur dan peristiwa penting, melainkan bagaiman suasana alam dan batin dilukiskan.
11
b Konflik Konflik adalah tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya
pertentangan dua atau lebih kekuatan Hariyanto, 2000: 39. Menurut Nurgiyantoro 1995: 122, konflik adalah kejadian yang tergolong penting jadi, ia akan berupa
peristiwa fungsional, utama, merupakan unsur yang esensial dalam pengambangan plot. Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua
kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan Wellek Warren via Nurgiyantoro, 1995: 122. Dalam hal ini, konflik mengarah pada hal yang
negatif. Bisa dikatakan, konflik adalah pertentangan antara dua pihak yang keduanya saling mempertahankan pendirian masing-masing. Dalam sebuah cerita, apabila tidak
ada konflik akan membuat cerita tersebut menjadi monoton dan biasa-biasa saja. Konflik yang ada pada sebuah cerita akan membuat cerita semakin menarik dan
menimbulkan rasa penasaran oleh penikmatnya. Menurut Nurgiyantoro, konflik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal
adalah konflik antara satu tokoh dengan yang lain, atau antara tokoh dengan lingkungan Baribin, 1985: 62. Sementara konflik internal
adalah adalah pertentangan dan keinginan di dalam diri seorang tokoh.
c Klimaks Klimaks merupakan hal yang sangat penting dalam struktur plot. Apabila
konflik eksternal dan konflik internal telah mencapai titik puncak maka akan menyebabkan konflik. Klimaks adalah saat konflik sudah mencapai tingkat intensitas
tertinggi, dan saat itu dan saat itu merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari
12
kejadiannya Stanton via Nurgiyantoro, 1995: 127. Klimaks akan muncul tergantung pada konflik yang dibuat oleh pengarang.
2. Tahapan alur
Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal, tahap tengah, tahap akhir Abrams
via Nurgiyantoro, 1995: 142. Ketiga tahap tersebut perlu dikenali, terutama jika bermaksud menelaah plot karya fiksi yang bersangkutan.
a Tahap awal Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut dengan perkenalan. Tahap
perkenalan biasanya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Fungsi pokok tahap awal
sebuah cerita adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
b Tahap tengah Tahap tengah cerita dapat juga disebut dengan tahap pertikaian, menampilkan
pertentangan dan atau komflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah
cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari sebuah karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah cerita disajikan tokoh-tokoh memainkan peran,
peristiwa penting fungsional dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegang, dan mencapai klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna cerita
pokok diungkapkan.
13
c Tahap akhir
Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut dengan tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini berisi tentang
kesudahan cerita, atau menyaran bagaimanakah akhir dari sebuah cerita.
2.2.1.2 Tokoh
Menurut Sumardjo 1986: 144, tokoh adalah orang yang mengambil bagian dan mengalami peristiwa-peristiwa atau sebagian dari peristiwa-peristiwa yang
digambarkan dalam plot. Tokoh dalam sebuah cerita merupakan objek yang menjalankan sebuah cerita.
Pada dasarnya tokoh dibagai menjadi dua jenis yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di dalam suatu
peristiwa Stanton via Santoso, 2010: 7. Dalam sebuah cerita, tokoh menjadi pemeran utama yang mewakili topik yang diangkat. Tugas pokok tokoh dalam cerkan
adalah melaksanakan atau membawa tema cerita menuju ke sasaran tertentu. Oleh karena itu, cerita tanpa pelaku sulit menggiring masalah ke tujuan yang ingin dicapai
Santoso, 2010: 6. Abrams mengemukakan, tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang diakukan dalam tindakan.
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi dua, tokoh utama dan tokoh tambahan. Menurut
14
Nurgiyantoro 1995: 176-178, tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di lain
pihak, kehadiran tokoh tambahan lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh utama.
2.2.1.3 Penokohan
Penokohan adalah sifat dan sikap para pelaku cerita. Menurut Sumardjo 1986: 63, sebagian besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Tokoh-tokoh
tersebut tidak saja berfungsi untuk menaikkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Hubungan tokoh dengan aspek lain dalam
sebuah karya sastra tidak bisa dipisahkan. Istilah tokoh menunjuk pada orang pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh yang ditafsirkan oleh pembaca. Jones dalam Nurgiyantoro, 1995: 165 menyebutkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 165 adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Untuk menilai
15
karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Abrams via Fananie, 2002: 87.
Dalam menentukan karakteristik sebuah tokoh, penulis sastra harus memperhatikan kewajaran watak tokoh tersebut. Walaupun tokoh cerita hanya
merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah
dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan Nurgiyantoro, 1995: 167.
1. Teknik Pelukisan Tokoh
Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh
– dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori expository
dan teknik dramatik dramatic. Abrams via nurgiyantoro, 1995: 194. Sebenarnya para ahli menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan mereka sendiri.
Contoh, Abrams menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan teknik uraian telling
dan teknik ragaan showing tapi pada dasarnya mempunyai pengertian dan esensi yang sama.
Dalam penokohan, kedua cara itu yang paling dominan digunakan oleh para pengarang tergantung pada selera pengarang dan penceritaan.
a Teknik Ekspositori
Dalam hal ini pelukisan tokoh cerita dihadirkan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan
oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja dan langsung diberikan deskripsi kehadirannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
16
watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya Nurgiyantoro, 1995: 195. Cara ini cukup efektif dan ekonomis. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat
mendeskripsikan kehadiran tokoh ceritanya. Contoh dari metode ekspositori dapat dilihat dari penggalan novel Katak Hendak Jadi Lembu berikut ini.
Bapaknya yang masih senang duduk di atas kursi rotan itu jadi menteri di kantor kabupaten patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya–sudah masuk bilangan
orang tua, tua umur -tetapi bedanya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali- kali belum boleh dikatakan “tua” lagi, jauh dari itu. Barang dimana ada keramaiandi
Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hamper ia selalu kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permaianan seperti
tari menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang jadi tontonan Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada berhenti-hentinya. Hampir disegala perkara dia selalu
di atas dan terkemuka …. Rupanya dan cakapnya. Memang dia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat manteri kabupaten
dan “semah” pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana.
Terlihat dari contoh di atas, mulai kalimat pertama cerita telah mengarah pada deskripsi kehadiran tokoh.
b Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatic, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilkukan secara tak langsung Nurgiyantoro, 1995: 198.
Dalam hal ini, pengarang tidak mendeskripsikan secara langsung tokoh yang ditampilkan. Pengarang menampilkan tokoh melalui berbagai aktivitas yang
dilakukan. Teknik ini tidak langsung mencakup karakterisasi melalui dialog-apa yang dikatakan penutur, jati diri tokoh, nada suara, penekanan dialeg, kualitas mental
tokoh, dan kosa kata tokoh.
2.2.1.4 Latar
17
Latar, dalam sebuah prosa tidak dapat ditingglkan, karena latar berfungsi sebagai penggambaran sebuah peristiwa itu dilukiskan atau terjadi. Biasanya, latar
mengarah kepada tempat kejadian atau dimana peristiwa itu terjadi. Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995: 216 menyatakan, latar atau setting yang disebut juga sebagai
landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa itu terjadi. Latar dibedakan atas tiga hal, yaitu:
1. Latar Tempat Menurut Nurgiyantoro 1995: 227, latar tempat menyaran pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat dimaksukkan
untuk mengidentifikasi
situasi yang
tergambar dalam
cerita. Penggunaan latar tempat adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata. Latar
tempat dalam sebuah novel biasanya meliputi berbagai lokasi. Terlepas dari itu, tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional Nurgiyantoro,
1995: 228. 2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan “kapan” peristiwa itu terjadi. Masalah waktu dalam karya naratif, menurut Genette dalam Nurgiyantoro, 1995: 231 dapat
bermakna ganda. Latar waktu menyaran pada waktu penceritaan dan waktu penulisan cerita, selain itu, menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan
dalam cerita. Kejelasan waktu yang diceritakan sangat penting dalam sebuah cerita. Karena tanpa kejelasan urutan waktu, pembaca tidak akan memahami jalannya cerita.
18
Waktu yang dijadikan latar dalam cerita harus wajar, sesuai dengan perkembangan waktu sejarah yang menjadi acuannya. Masalah waktu dalam karya fiksi juga sering
dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita Nurgiyantoro, 1995: 232. Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat dan sosial. Keadaan
suatu yang diceritakan harus mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.
3. Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi Nurgiyantoro, 1995: 233. Tata cara lehidupan sosial masyarakt mencakup berbagai
masalah dalam lingkup yang kompleks, misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Selain
itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. Latar sosial berperan menentukan apakah
sebuah latar, khususnya latar tempat, menjadi khas.
2.2.2 Psikologi Sastra
Pada hakikatnya ilmu sastra dapat dikaitkan atau dapat didekati dengan ilmu ilmu lain. Feminis, sosiologi, poskolonial, psikologi adalah beberapa pendekatan
yang bisa diterapkan untuk menelaah sebuah karya sastra. Sastra mempunyai sifat komplek dan imajintif, karena sastra adalah hasil imajinasi pengarangnya. Maka
proses pemikiran dari pengarang yang melahirkan sebuah karya sastra erat kaitannya
19
dengan kejiwaan pengarang. Melihat hal itu, salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk menelaah karya sastra adalah psikoanalisis atau psikologi sastra.
Psikologi sastra bukan hanya meneliti mengenai hasil karya sastra seseorang namun sekaligus juga meneliti aspek kejiwaan dari pengarang karya sastra tersebut.
Psikologi berasal dari kata Yunani, psyche, yang mempunyai pengertian jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia Atkinson via Minderop, 2010: 3. Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar-dasar asumsi genesis, dalam kaitannya dengan
asal-usul karya, artinya, psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang Minderop, 2010;52. Dalam psikologi
sastra tidak akan bisa lepas dengan aspek kejiwaan pengarang. Pengarang sebagai ‘dalang’ dari sebuah karya sastra sangat mempengaruhi hasil karya sastra tersebut.
Kejiwaan pengarang mampu membuat suatu karya sastra menjadi baik untuk dinikmati atau tidak, karena kejiwaan orang tidak mungkin bisa sama atau stabil.
Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia
dari sisi dalam. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sangat indah, karena dapat memahami sisi kedalaman manusia Endraswara via Minderop, 2010: 59.
Untuk penerapan psikologis sebagai salah satu cara menganalisis sebuah karya sastra, peneliti diharapkan terlebih dahulu mengetahui sedikit mengenai ilmu
psikologis. Abrams menyatakan, sebelum dilakuakan telaah bagaimana hubungan
20
antara kepribadian pengarang dan karya sastra, terdapat beberapa unsur yang perlu diketahui. Pertama, Kita perlu mengamati si pengarang untuk menjelaskan karyanya.
Telaah dilakukan terhadap eksponen yang memisahkan dan menjelaskan kualitas khusus suatu karya sastra melalui referensi kualitas nalar, kehidupan, dan lingkungan
si pengarang. Kedua, kita perlu mengamati si pengarang terlepas dari karyanya, caranya, kita amati biografi pengarang untuk merekonstruksi si pengarang dari sisi
kehidupannya dan menggunakan karyanya sebagai rekaman kehidupan dan perwatakan. Ketiga, kita perlu membaca suatu karya sastra untuk menemukan
cerminan kepribadian si pengarang di dalam karya tersebut. Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan, dan kepakaran penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki
keistimewaan dalam hal gaya dan perasaan pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur dan tema karya sastra harus saling terkait dengan elemen-elemen yang mencerminkan
pikiran dan perasaan individu, tercakup didalamnya:pesan utama, permintaan, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan yang memberikan kesinambungan dan
hubungan terhadap kepribadian.
2.2.3 Psikologi Abraham Maslow
Teori yang ditemukan Maslow ini terkenal dengan sebutan teori kepribadian. Namun, Maslow menyebutnya dengan teori holistik-dinamis karena teori ini
21
menganggap bahwa keseluruhan dari seseorang terus-menerus termotivasi oleh satu atau lebih kebutuhan dan bahwa orang mempunyai potensi untuk tumbuh menuju
kesehatan psikologis, yaitu aktualisasi diri. Kaitannya dengan dunia psikologi, menurut
Maslow psikologis
haruslah manusiawi,
yaitu lebih
memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Psikologi haruslah mempelajari
kedalaman sifat manusia, selain mempelajari perilaku yang nampak juga mempelajari perilaku yang tidak nampak; mempelajari ketidaksadaran sekaligus mempelajari
kesadaran Walgito, 2010: 91. Maslow melandasi teori kepribadiannya dengan motivasi sebagai penggerak tingkah laku manusia. Motivasi adalah dorongan yang
timbul dari dalam individu sebagai hasil kesatuan terpadu yang memiliki tujuan atau keinginan tertentu, yaitu mewujudkan kebutuhan-kebutuhan manusiawi sehingga
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan tidak sadar. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia memiliki tingkatan, tingkatan
kebutuhan manusia yang dimaksud, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan
kebutuhan aktualisasi diri Naisaban, 2004: 278—279. Kebutuhan dasar dan universal tersebut jika disusun tampak sebagai berikut.
1. Kebutuhan akan aktualisasi diri 2. Kebutuhan akan penghargaan
3. Kebutuhan akan cinta dan keberadaan
22
4. Kebutuhan akan keamanan 5. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan yang ada di bawah, pemuasnya lebih mendesak daripada kebutuhan yang ada di atasnya. Konsep hierarki kebutuhan yang diungkapkan Maslow beranggapan
bahwa kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawah harus terpenuhi paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di atasnya menjadi hal yang
memotivasi Feist Feist, 2010: 331. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, kebutuhan dasar manusia menurut Maslow yang akan diuraikan berkaitan dengan
konflik batin tokoh utama, yaitu kebutuhan akan cinta dan keberadaan, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ketiga kebutuhan ini
berkaitan erat dalam membentuk konflik batin tokoh utama.
2.2.3.1 Kebutuhan akan cinta dan keberadaan
Pada tahun 1970 Maslow berpendapat, orang akan membutuhkan cinta dan keberadaan, seperti keinginan untuk berteman; keinginan untuk mempunyai pasangan
dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara via Feist Feist, 2010: 333.
Maslow menambahkan via Feist Feist, 2010: 334, cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan
juga untuk memberi dan mendapatkan cinta. Kebutuhan ini wajar karena seseorang memang membutuhkan dan dibutuhkan oleh orang lain. Kebutuhan ini muncul dalam
23
bentuk merasa diterima dalam keanggotaan kelompok, mengalami rasa kekeluargaan, persahabatan antara dua orang, kekaguman, dan kepercayaan Naisaban, 2004: 279.
Manusia diciptakan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.
2.2.3.2 Kebutuhan akan penghargaan
Hal-hal yang mencakup kebutuhan akan penghargaan ialah penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan via Feist Feist, 2010: 335
Maslow mengidentifikasi dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gengsi, pengakuan atau ketenaran yang
dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. Penghargaan dari orang lain sanggat di perlukan dalam kehidupan karena dengan penghargaan itu seseorang akan
menjadi lebih kreatif, mandiri, percayaakan diri dan juga lebih produktif. Sementara harga diri ialah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat
dan percaya diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan harga diri menjadi rendah. Harga diri di
peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
2.2.3.3 Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang muncul setelah semua kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Ini adalah puncak dari kebutuhan manusia yang
24
dikemukakan oleh Maslow. Maslow berpendapat via Goble, 1987: 77 bahwa
manusia perlu mengembangkan potensi dalam dirinya. Pemaparan tentang kebutuhan psikologis
untuk menumbuhkan,
mengembangkan, dan
menggunakan kemampuannya disebut aktualisasi diri. Manusia berhak menjadi apa saja sesuai
dengan kemampuannya. Kepercayaan diri akan muncul apabila setiap rintangan dapat dihadapi dengan sukses. Dengan kepercayaan diri dan hati yang tenang, persoalan
akan dapat mudah terselesaikan. Maslow menambahkan, kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin.
Dalam hal ini, manusia yang sampai tahap aktualisasi diri akan menjadi manusia yang alami, mereka mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan mendasar mereka tanpa
mendapat tekanan via Feist Feist, 2010: 336.
2.2.4 Konflik Batin
Konflik jiwa atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tidak mungkin
dipenuhi dalam waktu yang sama Daradjat, 1985: 26-27. Menurut Baribin 1985: 62, konflik internal kejiwaan adalah konflik yang
terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita; yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini, konflik bisa dialami oleh siapa saja dalam sebuah prosa atau
cerkan. Konflik batin mengarah pada suatu individu dimana terjadi pergulatan batin dalam dirinya yang dihasilkan dari luar maupun dari dalam dirinya sendiri.
25
Maslow dalam Goble, 1987: 130 menyatakan bahwa konflik antarindividu awal mulanya disebabkan adanya konflik dalam diri individu. Dalam diri individu
sering terjadi konflik batin antara dorongan dan kontrol, antara hasrat pribadi dan tuntutan masyarakat, serta antara tanggung jawab dan kenikmatan diri yang tidak
bertanggung jawab. Jadi, konflik batin adalah adanya dua gejolak atau pertentangan dalam diri seseorang yang mengakibatkan perasaan atau batin orang tersebut merasa
bingung dalam menentukan pilihan yang tepat.
2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA
2.2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP mempunyai pengertian sebagai kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikansekolah Muslich, 2007:10.
KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK yang disebut dengan Pengelolaan Kurikulum
Berbasis sekolah. Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai
dengan kondisi dan aspirasi mereka. Menururt Sanjaya 2008:129, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dalam kurun waktu tertentu, kurikulum sebagai seluruh aktivitas siswa untuk memperoleh pengalaman, serta kurikulum
sebagai program pelaksanaan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa KTSP adalah kurikulum
yang memuat
semua unsur
desain kurikulum.
26
Menurut Muslich 2007:11, KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip- prinsip berikut.
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik,
dan lingkungannya. -
Beragam dan terpadu. -
Tanggapan terhadap pekembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. -
Relevan dengan kebutuhan kehidupan. -
Menyeluruh dan berkesinambungan. -
Belajar seoanjang hayat. -
Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, KTSP dengan mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah tidak mungkin bisa dipisahkan. Materi yang diajarkan disesuaikan dengan KTSP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk
pelajaran Bahasa Indonesia. Tujuan umum pelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa mampu menguasai
kompetensi berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Adapun tujuan khusus pembelajaran Bahasa Indonesia
adalah: -
Berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan etika yang berlaku, beik secara lisan meupun tulis.
27
- Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara. -
Memehamai bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
- Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial. -
Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. -
Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
a. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMA Kelas XI Semester 1
Tabel 2.1 SK dan KD Keterampilan Berbahasa Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar Mendengarkan
1. Memahami berbagai informasi dari
sambutankhotbah dan wawancara
1.1 Menemukan pokok-pokok isi sambutankhotbah yang didengar
1.2 Merangkum isi pembicaraan dalam wawancara
Berbicara 2. Mengungkapkan secara
lisan indformasi hasil membaca dan wawancara
2.1 Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca artikel atau
buku 2.2 Menjelaskan hasil wawancara tentang
tanggapan narasumber terhadap topik
28
tertentu
Membaca
3 Memahai ragam wacana tulis dengan membaca
intensif dan membaca nyaring
3.1 Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan membaca intensif
3.2 Membacakan berita dengan intonasi, lafal, dan sikap membaca yang baik
Menulis
4 Mengungkapkan informasi dalam bentuk
proposal, surat dagang, karangan ilmiah
4.1 Menulis proposal untuk berbagai keperluan 4.2 Menulis surat dagang dan surat kuasa
4.3 Melengkapi karya tulis dengan daftar pustaka dan catatan kaki
Mendengarkan 5. Memahami pementasan
drama 5.1 Mengidentifikasi peristiwa, perilaku dan
perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama
5.2 Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan
Berbicara
6. Memerankah tokoh dalam pementasan drama
6.1 Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh
6.2 Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis
Membaca 7. Memahami berbagai
hikayat, novel Indonesianovel
terjemahan 7.1 Menemukan unsurunsur intrinsik dan
ekstrinsik hikayat 7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesiaterjemahan
Menulis 8. Mengungkapkan
informasi melalui penulisan resensi
8.1 Mengungkapkan prinsip-prinsip penulisan resensi
8.2 mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi
b. Silabus
29
Silabus dapat diidefinisikan sebagai “garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi atau materi pembelajaran” Salim via Muslich, 2007:23. BSNP
dalam Sanjaya, 2008: 54-55 merumuskan silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu danatau kelompok mata pelajarantema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi penilaian. Kaitannya dalam pembelajaran,
silabus bermanfaat sebagai pedoman dalam pengembangan pembelajaran lebih
lanjut, seperti pembuatan rencana pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan pengembangan system penilaian.
c. RPP