18
Waktu yang dijadikan latar dalam cerita harus wajar, sesuai dengan perkembangan waktu sejarah yang menjadi acuannya. Masalah waktu dalam karya fiksi juga sering
dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita Nurgiyantoro, 1995: 232. Latar waktu harus juga dikaitkan dengan latar tempat dan sosial. Keadaan
suatu yang diceritakan harus mengacu pada waktu tertentu karena tempat itu akan berubah sejalan dengan perubahan waktu.
3. Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi Nurgiyantoro, 1995: 233. Tata cara lehidupan sosial masyarakt mencakup berbagai
masalah dalam lingkup yang kompleks, misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Selain
itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. Latar sosial berperan menentukan apakah
sebuah latar, khususnya latar tempat, menjadi khas.
2.2.2 Psikologi Sastra
Pada hakikatnya ilmu sastra dapat dikaitkan atau dapat didekati dengan ilmu ilmu lain. Feminis, sosiologi, poskolonial, psikologi adalah beberapa pendekatan
yang bisa diterapkan untuk menelaah sebuah karya sastra. Sastra mempunyai sifat komplek dan imajintif, karena sastra adalah hasil imajinasi pengarangnya. Maka
proses pemikiran dari pengarang yang melahirkan sebuah karya sastra erat kaitannya
19
dengan kejiwaan pengarang. Melihat hal itu, salah satu pendekatan yang bisa digunakan untuk menelaah karya sastra adalah psikoanalisis atau psikologi sastra.
Psikologi sastra bukan hanya meneliti mengenai hasil karya sastra seseorang namun sekaligus juga meneliti aspek kejiwaan dari pengarang karya sastra tersebut.
Psikologi berasal dari kata Yunani, psyche, yang mempunyai pengertian jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi berarti ilmu jiwa yang menyelidiki dan
mempelajari tingkah laku manusia Atkinson via Minderop, 2010: 3. Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar-dasar asumsi genesis, dalam kaitannya dengan
asal-usul karya, artinya, psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang Minderop, 2010;52. Dalam psikologi
sastra tidak akan bisa lepas dengan aspek kejiwaan pengarang. Pengarang sebagai ‘dalang’ dari sebuah karya sastra sangat mempengaruhi hasil karya sastra tersebut.
Kejiwaan pengarang mampu membuat suatu karya sastra menjadi baik untuk dinikmati atau tidak, karena kejiwaan orang tidak mungkin bisa sama atau stabil.
Psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia
dari sisi dalam. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sangat indah, karena dapat memahami sisi kedalaman manusia Endraswara via Minderop, 2010: 59.
Untuk penerapan psikologis sebagai salah satu cara menganalisis sebuah karya sastra, peneliti diharapkan terlebih dahulu mengetahui sedikit mengenai ilmu
psikologis. Abrams menyatakan, sebelum dilakuakan telaah bagaimana hubungan
20
antara kepribadian pengarang dan karya sastra, terdapat beberapa unsur yang perlu diketahui. Pertama, Kita perlu mengamati si pengarang untuk menjelaskan karyanya.
Telaah dilakukan terhadap eksponen yang memisahkan dan menjelaskan kualitas khusus suatu karya sastra melalui referensi kualitas nalar, kehidupan, dan lingkungan
si pengarang. Kedua, kita perlu mengamati si pengarang terlepas dari karyanya, caranya, kita amati biografi pengarang untuk merekonstruksi si pengarang dari sisi
kehidupannya dan menggunakan karyanya sebagai rekaman kehidupan dan perwatakan. Ketiga, kita perlu membaca suatu karya sastra untuk menemukan
cerminan kepribadian si pengarang di dalam karya tersebut. Terkait dengan hubungan antara sastra dan psikologi, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan. Pertama, suatu karya sastra harus merefleksikan kekuatan, kekaryaan, dan kepakaran penciptanya. Kedua, karya sastra harus memiliki
keistimewaan dalam hal gaya dan perasaan pengarang. Ketiga, masalah gaya, struktur dan tema karya sastra harus saling terkait dengan elemen-elemen yang mencerminkan
pikiran dan perasaan individu, tercakup didalamnya:pesan utama, permintaan, gelora jiwa, kesenangan dan ketidaksenangan yang memberikan kesinambungan dan
hubungan terhadap kepribadian.
2.2.3 Psikologi Abraham Maslow