15
karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Abrams via Fananie, 2002: 87.
Dalam menentukan karakteristik sebuah tokoh, penulis sastra harus memperhatikan kewajaran watak tokoh tersebut. Walaupun tokoh cerita hanya
merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajar bagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah
dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan Nurgiyantoro, 1995: 167.
1. Teknik Pelukisan Tokoh
Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya: pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal yang berhubungan dengan jati diri tokoh
– dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori expository
dan teknik dramatik dramatic. Abrams via nurgiyantoro, 1995: 194. Sebenarnya para ahli menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan mereka sendiri.
Contoh, Abrams menyebut kedua teknik tersebut dengan sebutan teknik uraian telling
dan teknik ragaan showing tapi pada dasarnya mempunyai pengertian dan esensi yang sama.
Dalam penokohan, kedua cara itu yang paling dominan digunakan oleh para pengarang tergantung pada selera pengarang dan penceritaan.
a Teknik Ekspositori
Dalam hal ini pelukisan tokoh cerita dihadirkan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan
oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbeli-belit, melainkan begitu saja dan langsung diberikan deskripsi kehadirannya, yang mungkin berupa sikap, sifat,
16
watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya Nurgiyantoro, 1995: 195. Cara ini cukup efektif dan ekonomis. Pengarang dengan cepat dan singkat dapat
mendeskripsikan kehadiran tokoh ceritanya. Contoh dari metode ekspositori dapat dilihat dari penggalan novel Katak Hendak Jadi Lembu berikut ini.
Bapaknya yang masih senang duduk di atas kursi rotan itu jadi menteri di kantor kabupaten patih Sumedang. Ia sudah lebih dari separuh baya–sudah masuk bilangan
orang tua, tua umur -tetapi bedanya masih muda rupanya. Bahkan hatinya pun sekali- kali belum boleh dikatakan “tua” lagi, jauh dari itu. Barang dimana ada keramaiandi
Sumedang atau di desa-desa yang tiada jauh benar dari kota itu, hamper ia selalu kelihatan. Istimewa dalam adat kawin, yang diramaikan dengan permaianan seperti
tari menari, tayuban, dan lain-lain, seakan-akan dialah yang jadi tontonan Sampai pagi mau ngibing, dengan tiada berhenti-hentinya. Hampir disegala perkara dia selalu
di atas dan terkemuka …. Rupanya dan cakapnya. Memang dia pantang kerendahan, perkataannya pantang dipatahkan. Meskipun ia hanya berpangkat manteri kabupaten
dan “semah” pula di negeri Sumedang, tetapi hidupnya tak dapat dikatakan berkekurangan. Rumahnya bagus, lebih daripada sederhana.
Terlihat dari contoh di atas, mulai kalimat pertama cerita telah mengarah pada deskripsi kehadiran tokoh.
b Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatic, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilkukan secara tak langsung Nurgiyantoro, 1995: 198.
Dalam hal ini, pengarang tidak mendeskripsikan secara langsung tokoh yang ditampilkan. Pengarang menampilkan tokoh melalui berbagai aktivitas yang
dilakukan. Teknik ini tidak langsung mencakup karakterisasi melalui dialog-apa yang dikatakan penutur, jati diri tokoh, nada suara, penekanan dialeg, kualitas mental
tokoh, dan kosa kata tokoh.
2.2.1.4 Latar