74
125
“Bul, kali ini aku datang sebagai teman. Artinya sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatanku sebagai kades.” ….
“Ya, kenapa? “Suara di luar kian santer. Orang bilang, kamu pacaran sama Wati. Betul?”
Kabul mengeluh. Kabul gelisah. Cengar-cengir seperti anak kecil yang merasa akan dipermalukan.
“Aku mau bilang apa ya? Rasanya aku biasa saja. Ya, jujur saja, aku menganggap Wati sebagai teman yang punya daya tarik. Tapi aku tahu kalau
dia sudahpunya pacar. Jadi, aku sampai saat ini tetap menjaga jarak.” …. Makin gelisah. Kabul minum kopi, mengambil keripik, tapi tak dimakan.
Terbayang wajah Wati ketika merengut. Dan garuk-garuk kepala.
hlm. 105-106
Kabul juga terkadang merasa kehilangan apabila wati meninggalkan lokasi proyek, lebih tepatnya kantor proyek. Dia merasa kesepian ketika Wati mulai
menghidupkan mesin sepeda motor lalu hilang meninggalkan lokasi proyek. Hal itu menunjukkan bagaimana perasaan cinta Kabul terhadap Wati yang untuk sementara
belum terpenuhi. Perasaan Kabul itu terlihat melalui kutipan berikut. 126
Kabul hanya memandang Wati dari tempat duduk. Tak lama kemudian terdengar bunyi motor dihidupkan, dan hati Kabul terasa ikut tergulir. Dan
guliran itu berhenti setelah bunyi motor Wati benar-benar hilang dari pendengaran. hlm. 113
127
Sepi. Terasa ada ruang kosong yang mengembang di hati Kabul. Padahal dulu, Kabul tak punya perasaan seperti itu. Wati ada atau tidak, sama saja. hlm.
113
Rasa cinta Kabul terhadap Wati memang ada. Namun, Kabul masih harus berpikir apabila dia ingin menikahi Wati. Dia tidak ingin melukai perasaan orang
lain. Melalui kutipan 25, 46 terlihat sikap tegas yang diambil Kabul. Meskipun sikap itu sama sekali tidak bisa memenuhi kebutuhan akan rasa cinta pada Kabul,
namun dia tetap teguh dengan sikap itu.
4.3.2 Tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan
75
Dalam novel ini, kebutuhan akan penghargaan yang dialami Kabul sebagai tokoh utama tampak tidak terpenuhi. Sebagai insinyur, Kabul tahu akan mutu
bangunan yang sesuai standar. Namun, permainan yang terjadi di dalam proyek telah mencederai harga diri keinsinyuran yang dia miliki. Hal tersebut akan terlihat melalui
kutipan di bawah ini. 128
Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak semua permainan ini. Mutu bangunan menjadi taruhan. Padahal bila mutu bangunan dipermainkan,
masyarakatlah yang pasti akan menanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal ini adalah pengkhianatan terhadap derajat keinsinyurannya. hlm.
28
129
“Tapi saya akan bekerja sebaik-baiknya sejauh yang saya bisa lakukan. Saya tidak ingin mengkhianati gelar keinsinyuran saya. Namun kalau keadaan di
dunia proyekan masih seperti ini, rasa-rasanya inilah proyek saya yang terakhir.” hlm. 78
Terlihat juga pada saat Kabul diminta untuk memberikan sumbangan pembangunan masjid. Sebenarnya, Kabul kurang setuju dengan hal tersebut. Kabul
bersedia memberikan bantuan apabila proyek yang dikerjakan sudah selesai dan bentuk bantuannya hanya material sisa. Hal itu dilakukan agar bahan-bahan untuk
pembangunan jembatan tidak dikurangi jumlahnya demi menjaga mutu jembatan agar sesuai standar serta harga dirinya sebagai orang yang berpendidikan tidak hilang
apabila mutu jembatan rendah. Sikap Kabul itu terlihat melalui kutipan berikut. 130
Karena kami ingin meyelesaikan pembangunan dengan hasil yang sebaik- baiknya, kami hanya bisa membantu Anda apabila proyek ini sudah selesai.
Itu pun bila nanti ternyata ada material yang tersisa. Sekarang ini sisa material, yang biasanya berupa batu, batu split, potongan besi, serta sedikit
semen, belum bisa dihitung. hlm 138-139
131
“Untuk sebuah masjid sekalipun? Begitu?” “Ya” Jawab Kabul lugas. “Masjid adalah bangunan suci dan sebagai orang
Islam saya merasa wajib menyumbangnya…”
76
“Nah” ”Tapi nanti dulu. Karena kesuciannya, pembangunan sebuah masjid harus
tertib dan pakai tata karma. Semua material di sini kan, dibeli untuk membangun jembatan, bukan lainnya. Jadi kalau ingin tertib, semua material
di sini tidak boleh dipakai untuk tujuan lain.” hlm. 140
Anggapan dari orang lain terkadang membuat perasaan Kabul sedikit tersinggung, bahkan harga dirinya mulai turun. Perasaan itu muncul ketika Baldun
menayakan mengenai apakah dirinya ‘bersih lingkungan’. Sebagai orang yang pernah memperoleh pendidikan yang layak dan tahu akan hal itu, Kabul merasa harga
dirinya direndahkan seta tidak dihargai . Hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan di bawah ini.
132
Wajah Kabul membeku. Perasaannya tersinggung oleh kata-kata Baldun yang meragukan dirinya bersih lingkungan; labelisasi politik yang telah
membuat ribuan orang tak berdosa sengsara. …. Saya tak bersih lingkungan? Entahlah. Yang jelas saya anak petani penjual
gembus
dan klanting. hlm. 143
Mutu jembatan yang jelek akan menjadi tanggung jawab serta pertaruhan harga diri Kabul. Sebagai insinyur serta orang yang memegang prinsip kuat, Kabul
tidak akan rela apabila mutu jembatan tidak sesuai dengan harapannya. Apa nantinya kata orang mengenai dirinya, harga diri Kabul dipertaruhkan bahkan sampai-sampai
tidak dihargai orang apabila mutu jembatan rancangannya tidak sesuai standar. Jembatan yang tidak sesuai standar adalah jembatan yang bermutu rendah dan cepat
rusak. Harga diri Kabul ditunjukkan melalui sebuah jembatan rancangannya. Melalui kutipan berikut ini akan terlihat bagaimana kekhawatiran Kabul mengenai hal
tersebut.
77
133
“Ya, kamu benar. Kekhawatiran itu ada. Namun lebih berat bila aku harus menyerahkan kepada masyarakat jembatan yang tidak bermutu. Aku akan
merasa sia-sia jadi insinyur bila jembatan yang kubuat hanya bisa dipakai satu-dua tahun, kemudian harus diperbaiki.” hlm. 151
134
“Tapi, Wat, aku sungguh berharap hal itu tidak akan terjadi. Aku masih punya keinginan kuat menyelesaikan proyek ini dengan mutu yang bisa
dipertanggungjawabkan. Karena di sanalah reputasiku dpertaruhkan.” hlm. 158
4.3.3 Tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri