tetap dianggap hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, dan karena itu hadis tersebut termasuk hadis `aziz.
3 Hadis Gharib
Gharib artinya asing, terasing atau menyendiri. Hadis gharib menurut bahasa yaitu hadis yang menyendiri atau terpisah dari yang lain. Sedangkan menurut istilah, hadis gharib
adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad. Berdasarkan definsi tersebut, maka jika suatu hadis diriwayatkan oleh seorang
sahabat nabi dan pada tingkatan berikutnya diriwayatkan oleh banyak rawi, maka hadis tersebut dipandang sebagai hadis gharib atau hadis yang menyendiri. Di antara contoh hadis
gharib adalah : Dari Umar bin Khattab r.a. berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya aurat itu hanya memperoleh yang diniatkannya… H.R. Bukhari Muslim, dll.
Setelah dilekukan penelitian, sekalipun hadis tersebut diriwayatkan oleh beberapa imam hadis, namun pada tingkatan pertamanya hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat
nabi yaitu Umar r.a. dan tingkatan kedua juga diriwayatkan oleh seorang tabiin yaitu Al- Qamah. Maka hadis itu dipandang sebagai hadis gharib atau hadis yang menyendiri.
d. Kualitas Hadis Maqbul-Mardud
Dari perspektif kualitas, hadis terbagi menjadi hadis Shahih, Hasan dan Dlaif.
1 Hadis Shahih a Definisi
Hadis Sahih
Kata “sahih” juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan arti sah; benar, sempurna sehat, pasti WJS. Poerwadarminta, 1985 : 849. Sahih menurut lughah bahasa
lawan dari kata SaqimIbnu Taymiyah, 1989 : 31.
Yang dimaksud dengan hadis shahih menurut Muhadditsin adalah hadis yang dinukil diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya hafalannya, sanadnya
bersambung, tidak berilat dan tidak janggal Fatchur Rahman, 1995 : 95. Menurut Munzier Suparta 2002 : 127, gambaran mengenai pengertian hadis sahih
agak jelas setelah Imam Syafii memberikan ketentuan bahwa riwayat suatu hadis dapat dijadikan hujjah, apabila:
1 Diriwayatkan oleh para perawi yang dapat dipercaya penga-laman agamanya; dikenal
sebagai orang yang jujur mema-hami dengan baik hadis yang diriwayatkan mengetahui pe-rubahan arti hadis bila terjadi perubahan lafaznya; mampu
meriwayatkan hadis secara lafazh; terpelihara hafalannya, bila meriwayatkan hadis secara lafazh, bunyi hadis yang diriwayatkan sama dengan bunyi hadis yang
diriwayatkan oleh orang lain; dan terlepas dari tadlis penyembunyian cacat.
2 Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW., atau dapat juga tidak
sampai kepada Nabi.
77
b Syarat-syarat hadis Shahih
Imam Syafii dipandang sebagai ulama yang mula-mula menetapkan kaidah kesahihan hadis. Hal sangat logis, sebab bila dikaji pernyataan Imam Syafii tersebut bukan hanya
berkaitan dengan sanad, akan tetapi berkaitan juga dengan matannya. Jika berbicara tentang keshahihan hadis, maka dua tokoh yang popular sebagai
“syekh” atau dipandang sebagai guru besar dalam masalah hadis adalah Bukhari dan Muslim. Keduanya dipandang sebagai tokoh ahli hadis dan hadis-hadis yang
diriwayatkannya diakui sebagai hadis yang sahih. Sekalipun demikian, ternyata ketika itu, dibuat definisi hadis sahih secara tegas. Namun setelah para ulama mengadakan
penelitian mengenai cara-cara ditempuh oleh keduanya untuk menetapkan suatu hadis yang bisa dijadikan hujjah, diperoleh suatu gambaran mengenai kriteria hadis sahih
menurut keduanya. Kriteria-kriteria dimaksud adalah: 1 rangkaian perawinya dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi terakhir; 2 para
perawinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal tsiqqat, dalam arti adildan dhabit;
3 hadisnya terhindardari illat cacat dan syadz janggal; dan 4 para perawinya
yang terdekat dalam sanad harus sezaman.Hanya saja antara keduanya terjadi perbedaan pendapat mengenai persambungan sanad. Menurut Bukhari, sanad hadis
dikatakan bersambung apabila antara perawi yang terdekat itu pernah bertemu, sekalipun hanya satu kali. Jadi tidak cukup hanya sezaman
al-muasharah. Sedangkan menurut Muslim, apabila antara perawi yang terdekat hidup sezaman sudah
dikategorikan bersambung.Disamping itu, persyaratan yang telah disepakati sebagaimana di atas, ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa Bukhari juga
menetapkan syarat terjadinya periwayatan harus dengan cara Al-Sama.
81
Hal ini menunjukan bahwa bahwa persyaratan hadis sahih yang ditetapkan oleh Imam Bukhari
lebih ketat daripada persyaratan yang ditetapkan oleh Muslim Munzier Suparta, 2002 : 128.
Definisi yang lebih ringkas dinyatakan oleh Al-Suyuthi. Meneurutnya, hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dabit, tidak syaz dan
tidak ber illat. Selanjutnya Ajjaj Al-Khathib memberi pengertian hadis sahih lebih rinci, yang
merupakan hasil kajian terhadap beberapa pengertian yang diajukan para ulama ahli hadis yang hidup pada masa sebelumya. Menurutnya, hadis shahih adalah hadis yang
bersambung sanadnya dengan riwayat yang dapat dipercaya dari yang bisa dipercaya dari awal sanad hingga akhir sanad dengan tanpa ada cela dan cacatnya.
Jika dianalisa, terdapat beberapa persamaan dalam mendefinisikan hadis shahih, yaitu : sandnya bersambung, perowinya adil, perowinya, dlabit, tidak syad janggal dan
tidak ada illat cacat baik dalam sanad maupun matannya.
2 Hadis Hasan a Pengertian Hadis Hasan
Hasan artinya baik. Menurut lughah bahasa memiliki arti sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
men-defmisikan hadis hasan ini. Perbedaan pendapat ini terjadi disebabkan di antara mereka
ada yang menggolongkan hadis hasan sebagai hadis yang menduduki posisi di antara hadis sahih dan hadis dhaif, yang dapat dijadikan hujjah. Memang menurut sejarah ulama yang
mula-mula memunculkan istilah Hasan bagi suatu jenis hadis yang berdiri sendiri adalah Imam Al-Tirmidzi. Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa defi-nisi Hadis
Hasan. Ibnu Taimiyah menguraikan batasan hadis hasan yang diberikan Al-Tirmidzi sekaligus
merangkum polemik tentang peristilahan yang sering dipakai Al-Tirmidzi. Hadis hasan me- nurut Al-Tirmidzi adalah dalam redaksi Ibn Taymiyah, yaitu :
hadis yang diriwayatkan dari dua arah jalur, dan para perawi-nya tidak tertuduh dusta, tidak raengandung syadz yang menya-lahi hadis-hadis shahih.Jadi yang dimaksud
syadz versi Al-Tirmidz adalah perawi yang meriwayatkan hadis tersebut berlawanan dengan orang
yang lebih hafal daripadanya atau lebih banyak jumlahnya. Jika dianalisa definisi tersebut di atas dipandang tidak
mani dan tidak jami. Tidak mani, sebab hadis sahih — yang rawinya selamat dari tuduhan dusta dan mananya bersih
dari kejanggalan — dapat tercakup dalam definisi tersebut; dan tidak jami karena misal- nya hadis gharib walaupun bernilai hasan pada hakikatnya tidak dapat dimasukkan ke
dalam definisi tersebut, karena dalam definisi itu disyaratkan harus mempunyai jalan datangnya berita sanad dari beberapa tempat.
Tidak semua ahli hadis sejalan dengan batasan yang diberikan Al-Tirmidzi ini, sebagaimana contoh yang diajukannya adalah bentuk ketidakkonsistenan Al-Tirmidzi. Seperti
penggunaan istilah hadis Hasan Gharib Jalan menetapkan suatu hadis. artinya hadis
tersebut yang diriwayatkan melalui satu jalur gharib bisa disebut hadis Hasan. Ini yang
menjadi persoalan. Permasalahan seperti itu menjadi polemik di kalangan ulama Ladis. Dan para ulama
berusaha memberikan penjelasan yang bermacam-macam. Di antaranya Ibnu Taymiyah
yang memberikan penjelasan, bahwasanya hadis tersebut disebut gharib, karena pada
Thabaqat tabii hanya diriwayatkan oleh satu orangsatujalur. Akan tetapi hadis tersebut diriwayatkan juga melalui jalur lain, maka bisa disebut hadis hasan karena sebab banyaknya
periwayatan tersebut, meskipun pada dasarnya adalah gharib.
Begitu juga dengan bentuk penetapan Shahih Hasan Gharib. Kadang diriwayatkan
dengan sanad yang shahih gharib, kemudian hadis tersebut diriwayatkan dari rawi tersebut
dengan jalur yang shahih dan juga jalur lain, maka kemudian ia menjadi hadis hasan
bersamaan dengan shahih gharib. Hakikat hadis hasan adalah banyaknya periwayatan dan
para perawi tersebut tidak tertuduh bohong. Jika jalur periwayatan kedua-duanya sama-sama sahih maka ia adalah hadis shahih
murni. Sementara bila salah sa-tunya tidak diketahui kesahihannya maka ia menjadi hadis hasan. Kadangkala sanadnya gharib dan tidak terdapat riwayat lain maka itu menjadi hasan
matannya, karena ada yang me-riwayatkannya dari dua jalur. Misalnya dalam suatu bab sering dikatakan diriwayatkan dari fulan dan fulan kemudian dijelas-kan bahwa matannya
itu hasan meskipun sanadnya gharib. Jika dikatakan bahwa kualitas suatu hadis adalah shahih, kemudian telah ditetapkan bahwa metode periwayatannya sahih, dan dalam riwayat
kualitasnya periwayatannya hasan, maka dalam hadis tersebut telah berkumpul dua sifat, yakni hasan dan shahih.Suatu hadis dikatakan
gharib bila hanya ada dalam satu riwayat dan sanadnya hanya diketahui dari hadis tersebut tidak ada yang lain. Jika jalur
periwayatannya sahih maka itu disebut shahih gharib. Begitu juga ketika suatu hadis
diterangkan sebagai hadis gharib hasan kemudian ia menjadi hadis hasan.Munzier Suparta,
2002 : 143. Sementara itu Ibnu Hajar mendefinisikan bahwa hadis hasan adalah khabar Ahad
yang dinukilkan melalui perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya dengan tanpa ber
illat dan syadz disebut Hadis Sahih, namun bila kekuatan ingatannya kurang kokoh sempurna disebut hasan
li- dzatihi. Berdasarkan definisi tersebut , dapat difahami bahwa hadis hasan menurut Ibnu
Hajar adalah Hadis yang telah memenuhi lima persyaratan hadis shahih sebagaimana
disebutkan terdahulu, hanya saja bedanya, pada hadis sahih daya inga.an perawinya sem- purna, sedang pada hadis hasan daya ingatan perawinya kurang sempurna. Dengan kata
lain, dapat disebutkan bahwa hadis hasan menurut Ibn Hajar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi tidak begitu kuat daya ingatannya, bersam-bung-sambung
sanadnya, dan tidak terdapat illat sertakejanggal-an pada matannya. Dengan demikian, hadis hasan ini menempati posisi di antara hadis shahih dan hadis
dhaif. Al-Tirmidzi sebagai ahli hadis yang memunculkan istilah hadis
hasan ini, karena ia melihat banyak jenis hadis dhaif yang sebenarnya tidak terlalu dhaif. Sementara itu dari
sisi sanad dan matannya hampir mendekati sahih tapi tidak termasuk hadis sahih, dan dapat dijadikan hujjah. la tidak ingin menya-makannya dengan hadis dhaif dan juga tidak
ingin menyebut-nya dengan hadis sahih. Maka dari itu, disebutnyalah dengan hadis hasan.
Dengan kata lain, hadis hasan yang dimunculkan-nya adalah nama lain dari hadis dhaif yang dapat dijadikan hujjah. Kesimpulannya, hadis hasan hampir sama dengan hadis sahih, hanya
saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi. Pada Hadis Shahih, ingatan atau daya hafalannya sangat sempurna
tam-dlabith, sedangkan pada hadis hasan, hafalan rawinya kurang sempurna
qalil-dhabith.
b Sy a r a t - Sy a r a t H a dis H a sa n
Pada prinsipny a, hadis hasan dengan hadis d shahih m em iliki sy ar at y ang sam a, k ecuali dalam k e- dlabit h- anny a. Secar a r inci sy ar at - sy ar at hadis hasan
adalah sebagai berik ut : 1 sanadny a ber sam bung;
2 per aw iny a adil; 3 hafalan r aw iny a k ur ang dhdbit at au qalil dhabit h, y ak ni kualit as ke-
dhdbit - annya di baw ah ke- dhdbit - an per aw i hadis sahih; 4 t idak t er dapat k ej anggalan at au syadz; dan
5 t idak ber illat .
3 H a dis D la if a Pe n ge r t ia n H a dis D la if
Menur ut bahasa, dlaif ber ar t i lem ah, sebagai law an k at a dari k uat . Mak a sebut an hadis dha if, secar a bahasa ber ar t i hadis y ang lem ah at au hadis y ang t idak k uat .
Dengan kat a lain, hadis dlaif adalah hadis yang ber beda dengan hadis shaih dan hasan. Menur ut ist ilah, par a ulam a t er dapat per bedaan r um usan dalam
m endefinisikan hadis dha if ini. Ak an t et api pada dasarny a, isi dan m ak sudny a t idak ber beda. Beber apa definisi, di ant ar any a dapat dilihat di baw ah ini.
Al- Naw aw I m endefinisik an dengan bahw a hadis dlaif adalah hadis yang di dalam ny a t idak t er dapat sy ar at - sy ar at hadis shahih dan syar at - syar at hadis
hasan. Sebuah hadis dipandang sebagai hadis dlaif, j ika salah sat u sy ar at saj a dar i per sy ar at an hadis sahih at au hadis hasan t idak t er penuhi, lebih- lebih j ik a
y ang hilang it u sam pai dua at au t iga sy ar at , seper t i per aw iny a t idak adil, t idak dhabit , dan t idak t er dapat ny a k ej ang- galan dalam m at an. Hadis seper t i ini dapat
dinyat ak an sebagai y ang sangat lem ah at au hadis dlaif.
b Sebab-sebab Tertolaknya Hadis Dla if
Di atas telah dikemukakan bahwa hadis dlaif termasuk hadis mardud ditolak
sebagai hujjah. Para ahli hadis mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis ini bisa dilihat
dari dua jurusan, yaitu dari sisi Sanad dan Matan. Secara rinci, Fatchur Rahman menjelaskan sebagai berikut:
1 Dari sisi
Sanad Hadis Dari sisi sanad hadis ini diperinci ke dalam dua bagian:
Pertama, Ada kecacatan pada para perawinya baik meliputi keadil-annya maupun kedhabitannya, yang diuraikan dalam 10 macam:
a Dusta. Hadis yang rawinya dusta disebut
maudhu b
Tertuduh dusta. Hadis yang rawinya tertuduh dusta disebut matruk
c Fasiq, banyak salah, dan lengah dalam menghafal, hadisnya disebut
munkar d
Banyak wahamnya. Hadisnya disebut mu allal
e Menyalahi riwayat yang lebih tsiqqah atau dipercaya. Hadisnya disebut
mudraj bila karena ada penambahan suatu sisipan; disebut
maqlub bila diputarbalikkan; disebut mudhtharib bila rawinya yang tertukar-tukar; disebut muharraf bila yang tertukar
adalah huruf-syakal; dan disebut mushahhaf bila. perubahan itu meliputi titik kata.
f Tidak diketahui identitasnya. Hadisnya disebut
mubham g
Penganut bidah, hadisnya disebut hadis Mardud;
h Tidak baik hafalannya. Hadisnya disebut hadis
syadz dan mukhtalith. Kedua, Sanadnya tidak bersambung munfashil
Berkaitan dengan terputusnya sanad, maka hadis dlaif dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a Gugur pada sanad pertama. Hadisnya disebut hadis
mu allaq. b
Gugur pada sanad terakhir sahabat. Hadisnya disebut hadis mursal.
c Gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan. Hadisnya disebut hadis
mu dhal. d
Jika rawinya yang digugurkan tidak berturut-turut disebut hadis munqathi Fatchur
Rahman, 2002 : 142 2 Dari sisi Matan Hadis
1 Hadis
Mauquf, yakni hadis dlaif yang hanya sampai pada sahabat; 2
Hadis Maqthu, yakni hadis dlaif yang disandarkan pada perkataan tabi’in, bukan dari
sahabat, apalagi bersumber dari nabi saw.
F. METODE PEMBELAJARAN AL-QURAN DAN HADIS