DEMOKRASI A.
Mengartikan QS. Ali Imraan3: 159 dan QS. Asy-Syuura42: 38 1. QS. Ali Imraan3 : 159
ﺸ ُﻬﺸﺦﺴ ُ ﺸ ﺎﺴ ﺴ ِﺸﻮﺴ ﺸ ِ ﺒﻮ ﺴﺸﺦ ِ ﺸﺴﺸﺒ ﺴ ِﺴ ﺎّ ﺴ ﺴ ﺸُ ﺸﻮﺴﺴو ﺸُﺴ ﺴ ﺸِ ِ ﺒ ﺴ ِ ﺳﺔﺴﺸﲪﺴﺜ ﺎﺴِﺴ ﺸُﺴ ﺸﺮِﺸ ﺴﺦﺸ ﺒﺴو
ِ ﺸ ُﺸﺜِوﺎﺴ ﺴو ﺴﲔِﱢﺴﻮﺴﺦُﺸﺒ ُِ ﺴ ﺒ نِﺐ ِ ﺒ ﻰﺴﺴ ﺸ ﺴﻮﺴﺦﺴﺦ ﺴ ﺸﺴﺰﺴ ﺒﺴﺛِﺈﺴ ِﺮﺸﻷﺒ
١ﺾﻂ
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” QS. Ali Imran3: 159
2. QS. Asy-Syuura42: 38
ﺸ ﺒ ﺴ ِﺬ ﺒﺴو ﺴنﻮُِﺸُﺦ ﺸ ُﺎﺴﺸﺦﺴزﺴﺜ ﺎ ِﺴو ﺸ ُﻬﺴﺦﺸﺦﺴﺦ ىﺴﺜﻮُ ﺸ ُُﺮﺸﺴأﺴو ﺴة ﺒ ﺒﻮُﺎﺴﺴأﺴو ﺸِﱢﺴﺮِ ﺒﻮُﺎﺴ ﺴ
ﺼ٨
Artinya: “Dan bagi orang-orang yang menerima mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan
sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” QS. Asy-Syura42: 38
B. Menjelaskan Kandungan Qs. Ali Imraan2 : 159 Dan Qs. Asy-Syuura : 38
Dari QS. Ali Imraan3: 159 Dan QS. Asy-Syuura42: 38 ada beberapa isi kandungan atau ajaran yang termuat dan tercantum di dalamnya yang dapat kita ambil, antara lain:
1. QS. Ali Imraan3: 159 a.
alam menghadapi semua masalah harus dengan lemah lembut melalui jalur musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dengan hati yang kasar dan perilaku
kekerasan. b.
Mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap urusan. c.
Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, maka semua pihak harus menerima dan bertawakal menyerahkan diri dan segala urusan kepada Allah.
d. Allah mencintai hamba-hambanya yang bertawakkal.
2. QS. Asy-Syuura42: 38 a.
Perintah kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah. b.
Perintah Allah kepada setiap muslim untuk mendirikan Shalat. c.
Menggunakan jalur musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap perkara.
d. Menafkahkan sebagian rizki kita kepada orang-orang yang tidak mampu.
C. Menerapkan Perilaku Hidup Demokrasi
Adapun hal-hal yang dapat kita amalkan dalm kehidupan sehari-hari setelah mempelajari QS. Ali Imraan3: 159 Dan QS. Asy-Syuura42: 38 adalah sebagai berikut:
1. QS. Ali Imraan3: 159
a. Tidak boleh berkeras hati dan bertindak kasar dalam menyelesaikan suatu
permasalahan, Tetapi dengan hati yang lemah lembut. b.
Setiap muslim harus berlapang dada, berperilaku lemah lembut, pemaaf dan memohonkan ampun kepada Allah.
c. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus mengutamakan musyawarah untuk
mufakat dalam menyelesaikan setiap persoalan. d.
Apabila telah tercapai mufakat, maka setiap individu harus menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah.
e. Selalu berserah diri kepada Allah sehingga tercapai keseimbangan antara ikhtiyar
dan berdo’a.
2. QS. Asy-Syuura42: 38
a. Setiap hari kita harus selalu berusaha semaksimal mungkin untuk senantiasa
menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. b.
Sebagai seorang muslim kita harus menjalankan Shalat wajib sesuai ketentuan syari’at Islam dengan tertib.
c. Kita senantiasa mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan
setiap permasalahan yang terjadi. d.
Kita juga harus menyisihkan sebagian harta kita bagi orang-orang yang tidak mampu.
TOLERANSI DAN ETIKA PERGAULAN A.
QS. Al Kafirun109 : 1-6
1. Redaksi Ayat
ﺴنوُﺮِﺎﺴ ﺸﺒ ﺎﺴﻬﺦﺴأ ﺎﺴ ﺸ ُ ١
ﺴنوُﺪُﺸﺴﺦ ﺎﺴ ُﺪُﺸﺴأ ﺴ ﺻ
ُﺪُﺸﺴأ ﺎﺴ ﺴنوُﺪِﺎﺴ ﺸُﺴأ ﺴﺴو ﺼ
ﺎ ﺲﺪِﺎﺴ ﺎﺴﺴأ ﺴﺴو ﺸﰎﺪﺴﺴ
٤ ُﺪُﺸﺴأ ﺎﺴ ﺴنوُﺪِﺎﺴ ﺸُﺴأ ﺴﺴو
ﺾ ِ ِﺚ ﺴِﺴو ﺸ ُ ُ ِﺚ ﺸ ُ ﺴ
ﺿ
Artinya: 1. Katakanlah: Hai orang-orang kafir, 2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, 5. dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
2. Makna Mufrodat
Kata
لــق qulkatakanlah, dicantumkan pada awal ayat di atas -walau jika Anda
mendiktekan sesuatu kepada orang lain agar dia mengucapkan sesuatu, Anda tidak harus mengulangi kata
katakanlah, hal ini untuk menunjukkan bahwa Rasul saw. tidak mengurangi sedikit pun dari wahyu yang beliau terima, walaupun dari segi
lahiriah kelihatannya kata itu tidak berfungsi. Kata
ورفاكلا al-kâfirûn terambil dari kata رــفك kafara yang pada mulanya berarti menutup. Al-Quran menggunakan kata tersebut untuk berbagai makna yang masing-
masing dapat dipahami sesuai dengan kalimat dan konteksnya. Kata ini dapat berarti :
a. Yang mengingkari keesaan Allah dan kerasulan Nabi SAW., seperti pada QS.
Saba34: 3. b.
Yang tidak mensyukuri nikmat Allah, seperti pada QS. Ibrâhim14: 7. c.
Tidak mengamalkan tuntunan Ilahi walau mempercayainya, seperti QS. al- Baqarah2: 85.
Masih ada arti lain dari kata kufur, namun dapat disimpulkan bahwa secara umum
kata itu menunjuk kepada sekian banyak sikap yang bertentangan dengan tujuan kehadirantuntunan agama.
Kata ــبعأ abudu berbentuk kata kerja masa kini dan datang mudhari, yang
mengandung arti dilakukannya pekerjaan dimaksud pada saat ini, atau masa yang akan datang atau secara terus-menerus. Dengan demikian Nabi Muhammad saw.
diperintahkan untuk menyatakan bahwa : Aku sekarang dan di masa datang bahkan sepanjang masa tidak akan menyembah, tunduk atau taat kepada apa yang sedang
kamu sembah wahai kaum musyrikin. Kata
نيدdin dapat berarti agama, atau balasan, atau kepatuhan. Sementara ulama memahami kata tersebut di sini dalam arti
balasan. Antara lain dengan alasan bahwa kaum musyrikin Mekah tidak memiliki
agama. Mereka memahami ayat di atas
dalam arti masing-masing kelompok akan menerima balasan yang sesuai. Bagi mereka ada balasannya, dan bagi Nabi pun demikian.
3. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Nabi SAW. dengan menawarkan harta kekayaan agar beliau menjadi seorang yang
paling kaya di kota Mekkah. Dan akan dikawinkan kepada yang beliau kehendaki. Usaha ini disampaikan dengan berkata:
Inilah yang kami sedikan bagimu hai Muhammad, dengan syarat agar engkau jangan memaki-maki Tuhan kami dan menjelekkannya, atau sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun. Nabi SAW.
menjawab : Aku akan menunggu wahyu dari Tuhanku.
Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Al Walid bin Mughirah, AlAshi bin Wail, Al Aswad bin Al Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah SAW. dan
berkata :
Hai Muhammad Mari kita bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah
yang memimpin kami. Maka Allah menurukan ayat ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Said bin Mina.
4. Analisis Kandungan Ayat
Pada surah ini beliau diajar untuk berucap kepada para pembencinya itu bahwa : Katakanlah hai Nabi Muhammad kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin yang telah
mendarah daging kekufuran dalam jiwa mereka bahwa : Wahai orang-orang kafir
yang menolak keesaan Allah dan mengingkari kerasulanku, aku sekarang hingga masa
datang tidak akan menyembah apa yang sedang kamu sembab. Pencantuman kata qul
tidak mengandung makna. Hemat penulis, ada ajaran-ajaran Islam yang tidak harus Anda kumandangan keluar. Anda tidak harus berteriak sekuat tenaga untuk
mempermaklumkan bahwa Inna ad-dîna inda Allah al-Islâm QS. A1i Imran3: 19
yakni hanya agama Islam yang diterima Allah, karena memproklamirkan hal ini dapat mengandung makna mempersalahkan agama-agama lain. Cukup Anda yakini hal
tersehut di dalam jiwa Anda perhatikan ayat Ali Imran di atas tidak menggunakan kata
qul. Tetapi ada juga ajaran-ajaran yang harus Anda sampaikan secara gamblang dan nyata apalagi bila persoalan tersebut dapat mengaburkan. Masalah-masalah
semacam itulah antara lain yang dibarengi dengan kata qul, seperti pada ayat pertama
surah ini.
Di sisi lain dapat dikatakan bahwa Islam memperkenalkan dua macam ajaran. Pertama
nazhari teoritis -meminjam istilah Mahmud Syaltût, dan kedua amali praktis. Yang nazhari atau teoritis berkaitan dengan benak dan jiwa sehingga ajaran
ini harus dipahami sekaligus diyakini. Ini menjadikan sisi ajaran tersebut bersifat ke
dalant bukan keluar. Apabila sumber dan interpretasi ajaran ini dipastikan kebenarannya maka ia dinamai
aqidah, yakni sesuatu yang pasti tidak mengandung interpretasi lain. Sedang yang
amali adalah yang berkaitan dengan pengamalan dalam dunia nyata, inilah yang dinamai
Syariah. Ajaran yang pasti setelah diyakini sebagai kebenaran mutlak, tidak harus
dinyatakan keluar kecuali bila ada hal-hal yang mengundang kehadirannya keluar. Di sini antara lain peranan kata
qul katakanlah dalam berbagai ayat-ayat Al-Qur’an. 332 kali kata itu terulang dalam Al-Qur’an dan secara umum dapat dikatakan bahwa
kesemuanya berkaitan dengan persoalan yang hendaknya menjadi jelas dan nyata bagi pihak-pihak yang bersangkutan agar mereka dapat menyesuaikan sikap rnereka
dengan sikap umat Islam. Yang dimaksud dengan orang-orang kafir pada ayat pertama surah ini adalah
tokoh-tokoh kaum kafir yang tidak mempercayai keesaan Allah serta tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw. Sementara ulama merumuskan bahwa semua kata
kufur dalam berbagai bentuknya yang terdapat dalam ayat-ayat yang turun sebelum Nabi saw. berhijrah, kesemuanya bermakna orang-orang musyrik atau sikap-sikap
mereka yang tidak mengakui kerasulan Nabi Muhammad atau meninggalkan ajaran- ajaran pokok Islam.
Setelah ayat yang lalu memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk menyatakan bahwa beliau tidak mungkin untuk masa kini dan datang menyembah sembahan kaum
musyrikin, ayat di atas melanjutkan bahwa : Dan tidak juga kamu wahai tokbh-tokoh
kaum musyrikin akan menjadi penyembah-penyembah apa yang sedang aku sembah.
Jika demikian, ayat ketiga ini mengisyaratkan bahwa mereka itu tidak akan mengabdi atau pun taat kepada Allah, Tuhan yang sekarang dan di masa datang disembah oleh
Rasulullah saw. Pernyataan ayat ini tidak bertentangan dengan kenyataan sejarah yaitu berduyun-duyunnya penduduk Mekah yang tadinya kafir itu memeluk agama
Islam dan menyembah apa yang disembah oleh Rasulullah SAW. Karena seperti telah dikemukakan di atas, ayat ini ditujukan kepada tokoh-tokoh kafir Mekkah yang ketika
itu datang kepada Rasulullah SAW. menawarkan kompromi, dan yang dalam kenyataan sejarah tidak memeluk agama Islam bahkan sebagian dari mereka mati
terbunuh karena kekafirannya.
Kandungan ayat-ayat di atas sama dengan kandungan firman Allah: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka apakah engkau beri
peringatan mereka atau tidak, mereka tidak akan beriman. QS. al-Baqarah2: 6. Yang dimaksud dengan
orang-orang kafir pada ayat al-Baqarah itu adalah orang-orang kafir tertentu yang bermukim di Mekah atau Madinah, bukan semua orang kafir.
Karena jika ayat tersebut dipahami sebagai tertuju kepada semua orang kafir, tentu Nabi tidak akan memberi peringatan lagi karena ayat di atas menginformasikan bahwa
mengingatkan atau tidak, hasilnya sama saja yaitu mereka tidak beriman. Kenyataan menunjukkan bahwa setelah turunnya ayat tersebut Rasul masih saja melakukan
peringatan dan ternyata pula bahwa sebagian besar dari orang-orang kafir pada akhirnya percaya dan memeluk ajaran Islam.
Ayat 1-3 di atas berpesan kepada Nabi Muhammad saw. untuk menolak secara tegas usul kaum musyrikin. Bahkan lebih dari itu, ayat-ayat tersebut bukan saja
menolak usul yang mereka ajukan sekarang Tetapi juga menegaskan bahwa tidak mungkin ada titik temu antara Nabi Saw. dengan tokoh-tokoh tersebut, karena
kekufuran sudah demikian mantap dan mendarah daging dalam jiwa mereka. Kekeraskepalaan mereka telah mencapai puncaknya sehingga tidak ada sedikit
harapan atau kemungkinan, baik masa kini maupun masa datang untuk bekerja sama dengan mereka.
Setelah ayat yang lalu menegaskan bahwa tokoh-tokoh kafir itu tidak akan menyembah di masa datang apa yang sedang disembah oleh Nabi Saw., ayat di atas
melanjutkan bahwa: Dan tidak juga aku akan menjadi penyembah di masa datang
dengan cara yang selama ini kamu telah sembah, yakni aneka macam berhala. Dan tidak juga kamu wahai tokoh-tokoh kaum musyrikin akan menjadi penyembah
penyembah dengan cara yang aku sembah. Sementara mufassir berpendapat bahwa kandungan ayat 4 surah ini, tidak berbeda dengan kandungan ayat 2, demikian juga
kandungan ayat 5 sama dengan kandungan ayat 3. Pendapat ini kurang tepat karena tanpa kesulitan Anda akan dapat melihat perbedaan redaksi ayat 2 dan ayat 4. Dalam
rangka memahami perbedaan itu, kita harus mengarahkan pandangan kepada kata abadtum dalam bentuk kata kerja masa lampau yang digunakan oleh ayat 4 dan
kata و ــبعت tabudûn yang berbentuk kata kerja masa kini dan akan datang yang
digunakan oleh ayat 2. Lebih jauh bila Anda memperhatikan ayat 3 dan 5 yang keduanya berbicara
tentang apa yang disembah atau ditaati oleh penerima wahyu ini Nabi Muhammad saw., Anda temukan bahwa redaksinya sama, yakni kedua ayat itu menggunakan kata
دبعأ abudu dalam bentuk kata kerja masa kini dan datang.
Kesan pertama yang diperoleh berkaitan dengan perbedaan tersebut adalah bahwa bagi Nabi saw., ada konsistensi dalam objek pengabdian dan ketaatan, dalam
arti yang beliau sembah tidak berubah-ubah. Berbeda halnya dengan orang-orang kafir itu, rupanya apa yang mereka sembah hari ini dan esok berbeda, dengan apa yang
mereka sembah kemarin. Nah, di sini letak perbedaan antara ayat-ayat tersebut. Ayat 2 dan 4 bermaksud menegaskan bahwa Nabi saw. tidak mungkin akan menyembah
ataupun -taat kepada sembahan-sembahan mereka baik yang mereka sembah hari ini dan besok, maupun yang pernah mereka sembah kemarin.
Memang sejarah menceritakan bahwa kaum musyrikin sering kali mengubah sembahan-sembahan mereka. Abu Raja al-`Atharidi, seorang yang hidup pada masa
Jahiliah dan baru memeluk agama Islam setelah Nabi wafat menceritakan bahwa: Pada masa Jahiliah, bila kami menemukan batu yang indah kami menyembahnya, dan
bila tidak, kami membuat bukit kecil dari pasir, kernudian kami bawa unta yang sedang banyak susunya dan kami peras susu itu di atas bukit buatan tadi, lali kami sembah
bukit itu selama kami berada di tempat itu. HR. ad-Dârimi. Ada lagi yang mengumpulkan empat buah batu, kemudian memilih yang terbaik untuk disembah,
dan tiga sisanya mereka jadikan tumpu untuk periuknya. Jika demikian, wajar jika Nabi saw. diperintahkan untuk menyatakan bahwa tidak
sembahan yang mereka sembah hari ini, tidak yang kemarin dan tidak juga yang besok, yang bisa ditaati oleh pemeluk agama Islam. Karena sembahan kami sejak
semula hingga zaman yang tak terbatas adalah Allah Swt. Demikian perbedaan kandungan ayat 2-3 dengan kandungan ayat 4-5, yang secara sepintas diduga sama.
Adapun perbedaan ayat ketiga dan kelima yang redaksinya persis sama. Keduanya berbunyi:
ــبعأ اــم و ــباع متــنأ او wa lâ antum abidûna ma abud, maka sementara ulama membedakannya dengan memberi arti yang berbeda terhadap kata
ام mâ pada masing-masing ayat. Huruf
اــم mâ, antara lain berarti apa yang, dan ketika itu dalam istilah - kebahasaan ia dinamai
ةلوــصوم اــم ma maushûlah, dan bisa juga berfungsi mengubah kata yang menyertainya sehingga kata tersebut menjadi
kata jadian, dan ketika itu ia dinamai
ةير صم ام mâ mashdariyyah. Menurut mereka,
اــم mâ pada ayat ketiga demikian juga pada ayat kedua berarti
Apa yang, sehingga ــبعأ اــم و ــباع متــنأ او wa lâ untum abidûna mâ abud berarti kamu tidak akan rnenjadi penyembah
apa yang sedang dan akan saya sembah. Sedangkan
اــم mâ pada ayat kelima demikian pula keempat adalah mashdariyyah, sehingga kedua ayat ini berbicara tentang cara beribadat:
Aku tidak pernah menjadi
penyembah dengan cara penyembahan kamu, kamu sekalian pun tidak akan menjadi penyembah-penyembah dengan cara penyembahanku.
Memang, ada tuntunan-tuntunan agama, yang pada mulanya bersumber dari ajaran Ibrahim as., yang diamalkan oleh Nabi saw. dan diamalkan pula oleh orang
musyrik di Mekah, Tetapi dengan melakukan perubahan dalam tata cara pelaksanaannya, salah satu di antaranya adalah pelaksanaan ibadah haji.
Orang-orang kafir melaksanakan haji, Tetapi sebagian di antara mereka ada yang enggan mengenakan pakaian, ada juga yang enggan berkumpul di padang
Arafah, Tetapi menyendiri di Muzdalifah. Kelompok mereka dikenal dengan nama al-
Hummâs. Itu salah satu contoh perbedaan cara ibadah, walaupun namanya bagi kita dan mereka adalah
haji. Cara kaum muslimin menyembah adalah berdasarkan petunjuk Ilahi, sedang cara
mereka adalah berdasarkan hawa nafsu mereka. Demikianlah terlihat dengan jelas bahwa tidak ada pengulangan dalam ayat-ayat di atas.
Setelah menegaskan tidak mungkinnya bertemu dalam keyakinan ajaran Islam dan kepercayaan Nabi Muhammad saw. dengan kepercayaan kaum yang
mempersekutukan Allah, ayat di atas menetapkan cara pertemuan dalam kehidupan bermasyarakat yakni:
Bagi kamu secara khusus agama kamu. Agama itu tidak menyentuhku sedikit pun, kamu bebas untuk mengamalkannya sesuai kepercayaan
kamu dan bagiku juga secara khusus agamaku, aku pun mestinya memperoleh
kebebasan untuk melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikit pun olehnya.
Didahulukannya kata مكل lakum dan يل liya berfungsi menggambarkan
kekhususan, karena itu pula masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu dicampurbaurkan. Tidak perlu mengajak kami untuk menyembah sembahan
kalian setahun agar kalian menyembah pula Allah. Kalau نيد dîn diartikan agama,
maka ayat ini tidak berarti bahwa Nabi diperintahkan mengakui kebenaran anutan mereka. Ayat ini hanya mempersilahkan mereka menganut apa yang mereka yakini.
Apabila mereka telah mengetahui tentang ajaran agama yang benar dan mereka menolaknya serta bersikeras menganut ajaran mereka, silahkan, karena memang
seperti firman Allah Swt.: Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat QS. Al-Baqarah2: 256. Kelak di hari kemudian masing-masing mempertanggung jawabkan pilihannya.
Baik atau buruk balasan itu, diserahkan kepada Tuhan. Firman-Nya : Kamu tidak
diminta mempertanggungjawabkan dosa-dosa kami, kamipun tidak diminta mempertanggungjawabkan perbuatan -perbuatan kalian. QS. Saba 34: 25.
Ayat 6 di atas, merupakan pengakuan eksistensi secara timbal balik, bagi kamu
agama kamu dan bagiku agamaku. Sehingga dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlakkan
pendapat kepada orang lain Tetapi sekaligus tanpa mengabaikan keyakinan masing- masing.
Demikian terlihat bahwa absolusitas ajaran agama adalah sikap jiwa ke dalam, tidak menuntut pernyataan atau kenyataan di luar bagi yang tidak meyakininya. Ketika
kaum musyrikin bersikeras menolak ajaran Islam, maka demi kemaslahatan bersama, Tuhan memerintahkan Nabi Muhammad saw. menyampaikan bahwa
Sesungguhnya k.ami atau kamu yang berada dalam kebenaran, atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: Kamu tidak akan diminta mempertanggungjawabkan pelanggaran-pelanggaran kami
dan kami pun tidak akan diminta mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kamu. Katakanlah: Tuhan kita akan menghimpun kita semua, kemudian Dia memberi keputusan di
antara kita dengan benar, sesungguhnya Dia Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui QS. Saba34 : 24-26.
5. Hikmah Kandungan Ayat
a. Islam menuntut tiap pemeluknya untuk menghormati keyakinan yang dianut oleh
pemeluk non Islam. Hal ini terjadi karena Al-Quran mengajarkan kebebasan atau tiadanya paksaan atas manusia untuk memeluk salah satu agama.
b. Pada masalah penyembahan dan pengabdian yang tulus terhadap Tuhan Allah
Swt. maka tiap muslim tidak boleh, bahkan sangat dilarang haram untuk saling menukar sesembahan, kapan dan dimanapun atau dengan siapa tukar-menukar itu
terjadi. c.
Masing-masing penganut keyakinan keagamaan termasuk muslim, akan menerima balasan dari usaha pengabdiannya terhadap Allah Swt. dan pada masing-masing
tidak dibebani tanggung jawab, menyangkut sikap dan perilakunya.
B. QS. Yunus10: 40-41
1. Redaksi Ayat
ُﺦ ُﻬﺸﺦِﺴو ِِ ُ ِﺸﺆُﺦ ُﻬﺸﺦِﺴو ِ
ِ ُ ِﺸﺆ ◌
ﺴ ِﺪِ ﺸُﺸﺎِ ُ ﺴﺸﺴأ ﺴ ﺴﺜﺴو ٤٠
ِﺴﺴ ﱢ ُﺴﺦ ﺴكﻮُﺬﺴ نِﺐﺴو ﺸ ُ ُﺴﺴ ﺸ ُ ﺴﺴو
◌ ﺴنﻮُﺴﺸﺴﺦ ﺎﱢ ﺲﺌيِﺮﺴ ﺎﺴﺴأﺴو ُ ﺴﺸﺴأ ﺎ ِ ﺴنﻮُِﺮﺴ ُﺴأ
٤١
Artinya 40. di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al-Qur’an, dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang
berbuat kerusakan. 41. jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri
terhadap apa yang kamu kerjakan.
2. Makna Mufrodat
Kata ل عamal, pekerjaan digunakan oleh Al-Qur’an untuk menggambarkan
perbuatan yang disadari oleh manusia dan jin. Kata
سف adalah keluarnya sesuatu dari keseimbangan, baik sedikit maupun banyak. Kata ini digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa maupun hal-hal lain. Ia juga
diartikan sebagai antonim dari ash-shalih yang berarti manfaat atau berguna. 3.
Analisis Kandungan Ayat Ayat di atas berbicara tentang keengganan dan bahkan menolak kebenaran Al-
Qur’an. Terutama yang dilakukan oleh mereka yang musyrik, walau sebenarnya ada di antara kaum musyrikin yang percaya dalam hati kecil mereka kebenaran Al-Qur’an dan
kebenaran Nabi Muhammad Saw. Tetapi akibat kejahilanya dan sikap prasangka buruk yang berlebihan mereka enggan menerima kebenaran melalui risalah Muhammad Saw.,
ﺎﺴﺴو ﺎّﺴ ِﺐ ﺸ ُُﺮﺴﺦﺸﺴأ ُِ ﺴﺦ
◌ ﺸﺴ ﱢﺴﺸ ﺒ ﺴ ِ ِﺸُﺦ ﺴ ﺒ نِﺐ
ﺎً ◌
ﺴنﻮُﺴﺸﺴﺦ ﺎﺴِ ﺲ ِﺴ ﺴﺦ ﺒ نِﺐ ﺼﺿ
Artinya:“ dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan”. QS. Yunus10: 36
Penolakan mereka terhadap Al-Qur’an dan tuntunan-tuntunannya bukanlah atas dasar pemahaman yang kokoh atau setelah mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.
Ini menggambarkan juga bahwa penolakan itu bertingkat-tingkat, bahkan boleh jadi ada di antara mereka yang menolaknya karena ikut-ikutan saja atau bahkan ada yang
menolaknya padahal hati kecil mereka membenarkan kandungan atau keistimewaannya. Dari sini, ayat ini menegaskan bahwa
di antara mereka, yakni kaum musyrikin itu
ada orang-orang yang percaya kepadanya Tetapi menolak kebenaran Al-Qur’an karena keras kepala dan demi mempertahankan kedudukan sosial mereka
dan di antara mereka ada juga yang memang benar-benar serta lahir dan batin tidak percaya
kepadanya serta enggan memperhatikannya karena hati mereka telah terkunci. Tuhanmu Pemelihara dan Pembimbingmu, wahai Muhammad, lebih mengetahui
tentang para perusak yang telah mendarah daging dalam jiwanya kebejatan yang sedikit pun tidak menerima kebenaran tuntunan Ilahi. Nah, bila demikian, jika mereka
menyambut baik ajakanmu, maka katakanlah bahwa Allah Swt., yang memberi petunjuk kepada kamu dan akan memberi ganjaran kepada kamu dan juga
kepadaku, dan jika mereka sejak dahulu telah mendustakanmu dan berlanjut
kedustaan itu hingga kini dan masa datang, maka katakanlah kepada mereka, Bagiku
pekerjaanku dan bagi kamu pekerjaan kamu, yakni biarlah kita berpisah secara baik- baik dan masing-masing akan dinilai oleh Allah serta diberi balasan dan ganjaran yang
sesuai. Kamu berlepas diri dari apa yang aku kerjakan, baik pekerjaanku sekarang
maupun masa datang, sehingga kamu tidak perlu mempertanggung-jawabkannya dan tidak juga menambah dosa kamu,
dan aku pun berlepas diri dari apa yang kamu kerjakan baik yang kamu kerjakan sekarang, maupun masa datang dan tidak juga
akan memperoleh ganjaran atau dosa, jika kamu memperolehnya.
Artinya “ Katakanlah: Kamu tidak akan ditanya bertanggung jawab tentang dosa yang Kami perbuat dan Kami tidak akan ditanya pula tentang apa yang kamu
perbuat. QS. Saba34: 25.
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi
kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa
memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama.
a. Tipologi Orang Kafir Dalam Al-Qur’an
Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt., dalam Al- Qur’an dan melalui utusanNya Nabi Muhammad Saw., dimana harus terjalin atas
dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan kemanusiaan al-ikhwah al-insaniyah. Nilai-nilai Qur’ani inilah yang
direkomendasikan Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.
Karena nilai-nilai Qur’ani di atas terkait dengan hubungan muslim dengan non muslim, tentu timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan ‘non muslim’ dalam
pandangan Islam. Pengertian Non muslim sangat sederhana, yaitu orang yang tidak menganut agama
Islam. Tentu saja maksudnya tidak mengarah pada suatu kelompok agama saja, tetapi akan mencakup sejumlah agama dengan segala bentuk kepercayaan dan
variasi ritualnya. Sepanjang penelitian terhadap Al-Qur’an di atas terdapat lima kelompok yang
dikategorikan sebagai non muslim, yaitu Ash Shabi’ah atau Ash Shabiin, Al Majus, Al
Musyrikun, Al Dahriyah atau Al Dahriyun dan Ahli Kitab. Masing-masing kelompok secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1 Ash Shabi’ah
Adalah kelompok yang mempercayai pengaruh planet terhadap alam semesta.
Artinya:“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan
di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”. QS. Al- Hajj 22: 17
2 Al Majusi
Adalah para penyembah api yang mempercayai bahwa jagat raya dikontrol oleh dua sosok Tuhan, yaitu Tuhan Cahaya dan Tuhan Gelap yang masing-masingnya
bergerak kepada yang baik dan yang jahat, yang bahagia dan yang celaka dan seterusnya.
3 Al Musyrikun
Adalah kelompok yang mengakui ketuhanan Allah Swt., tetapi dalam ritual mempersekutukannya dengan yang lain spt penyembahan berhala, matahari dan
malaikat.
Artinya: sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” QS. An-Nisa4: 36
4 Al Dahriyah
Kelompok ini selain tidak mengakui bahwa dalam Alam semesta ini ada yang mengaturnya, juga menolak adanya Tuhan Pencipta. Menurut mereka alam ini
eksis dengan sendirinya. Kelompok ini agaknya identik dengan kaum atheis.
Artinya: “ dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa, dan mereka
sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga- duga saja “. QS. Al -Jasiyah45: 24
5 Ahli Kitab.
Menurut mazhabi Hanafi berpendapat bahwa yang termasuk Ahli Kitab adalah orang yang menganut salah satu agama Samawi yang mempunyai kitab suci
seperti Taurat, Injil , Suhuf, Zabur dan lainnya. Sedangkan menurut Imam Syafii dan Hanbali, pengertian Ahli Kitab terbatas pada kaum Yahudi dan Nasrani.
Kelompok non muslim ini disebut juga dengan Ahli Zimmah, yaitu komunitas Yahudi atau Nasrani yang berdomisili di wilayah umat Islam dan mendapat
perlindungan pemerintah muslim. Mereka juga dinilai oleh Al-Qur’an sebagai
telah mengkufuri ayat-ayat Allah, serta mengingkari kebenaran dan mengingkari kerasulan Muhammad Saw, sebagimana dalam QS. Ali Imran3: 70-71,
ﺒ ِتﺎﺴﺂِ ﺴنوُﺮُﺸ ﺴ ﺴِ ِبﺎﺴِ ﺸﺒ ﺴ ﺸﺴأ ﺎﺴ ﺴنوُﺪﺴﻬﺸ ﺴ ﺸُﺴأﺴو ِﺦ
ﻀ٠ ﺴﺸ ﺒ ﺴنﻮُ ِﺸﺴﺦ ﺴِ ِبﺎﺴِ ﺸﺒ ﺴ ﺸﺴأ ﺎﺴ
ﺴنﻮُﺴﺸﺴﺦ ﺸُﺴأﺴو ﺴﺸ ﺒ ﺴنﻮُُﺸ ﺴﺴو ِِ ﺎﺴﺸﺎِ ﻀ١
Artinya: 70. Hai ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah Padahal kamu mengetahui kebenarannya. 71. Hai ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang
bathil, dan Menyembunyikan kebenaran, Padahal kamu mengetahuinya?
b. Islam dan Tolerasi Beragama
Tasamuh atau toleransi dalam bidang agama atau keyakinan berarti sikap saling menghormati antar pemeluk agama untuk dapat menjalankan ajaran dan keyakinan
masing-masing. Atau sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau system keyakinan dan ibadah penganut agama-
agama lain. Islam adalah agama pertama yang mengakui nabi-nabi dan seluruh agama yang
diwahyukanm walaupun nabi-nabi agama-agama terdahulu itu memusatkan perhatian mereka hanya kepada bangsa-bangsa dan suku-suku tertentu yang
kepadanya mereka diutus. Nabi Muhamamd Saw., diutus bukan hanya untuk bangsa Arab Tetapi untuk seluruh manusia.
Artinya: “ tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam”
Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya
mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan Tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk
pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk
menjalankan keyakinan agama masing-masing. Mari kita lihat kembali sejarah Islam dan lihatlah betapa prinsip-prinsip toleransi
beragama diterapkan. Nabi Muhamamd Saw., dan pengikut beliau menderita bertahun-tahun oleh penganiayaan di Mekkah sebelum berhijrah ke tempat yang
lebih aman di Madinah yang letaknya 200 mil dari Mekkah. Disana Nabi
Muhammad Saw., mengatur masyarakat kaum Muslimin dan salah satu
langkah pertama yang beliau ambil adalah mengadakan perjanjian dengan tiga golongan utama di Madinah meliputi kaum Yahudi, pengikut-pengikut beliau di
Madinah anshor dan golongan Muslim dari Mekkah muhajirin. Dalam perjanjian
pertama dengan golongan lain, kebebasan beragama diberikan kepada yang bukan
muslim. Yahudi Madinah bebas menjalankan agama mereka sendiri. Mereka bebas untuk hidup menurut kepercayaan dan amalan mereka sendiri. Meman tak
diragukan bahwa kemudian mereka dihalau dari Madinah Tetapi itu bukanlah disebabkan kepercayaan agama mereka namun disebabkan merka tidak setia
kepada negara. Nabi Muhammad Saw., juga memberi jaminan kebebasan kepada kaum Kristen
Najran, menjamin perlindungan terhadap jiwa, harta dan agama mereka. Bahwa gereja-gereja mereka tidak akan dihancurkan dengan cara apapun. Mereka tidak
dibenarkan untuk diambil pajak nya secara tidak adil dan tidak dibenarkan ada gereja diruntuhkan untuk tujuan pembangunan Mesjid di tempat itu. Seandainya
seorang Muslim menikahi wanita Kristen, wanita itu bebas menjalankan kewajiban agama nya sendiri. Orang-orang muslim harus siap membantu orang Kristen jika
mereka perlu bantuan dalam memperbaiki tempat-tempat ibadah mereka. Kitab Suci Al-Qur’an secara jelas menjunjung perlakuan baik semua tempat ibadah dan
juga kebebasan dalam memilihdan menjalankan agama. Demikian sekelumit contoh pengembangan toleransi pada zaman Nabi Saw.
c. Prinsip-Prinsip Toleransi
Dalam mengamalkan tasamuh toleransi, kita dianjurkan supaya melakukan hal-hal
di antaranya: a.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
b. Mengembangkan sikap tenggang rasa
Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling menjelekan
dan lain sebagainya. c.
Tidak semena-mena terhadap orang lain Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah tengah masyarakat, kita juga tidak
dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat melakukannya.
d. Gemar Melakukan kegiatan kemanusiaan
Sabda Nabi Saw., “
Barang siapa yang melapangkan kehidupan dunia orang mukim, maka Allah akan melapangkan kehidupan orang itu di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan kesusahan orang yang
dalam kesusahan, Allah akan menghilangkan kesusahan orang itu di dunia dan akhirat. HR Muslim
4. Hikmah Kandungan Ayat
Toleransi merupakan ajaran fundamental dalam sistem keagamaan. Islam menghormati dan menghargai keyakinan masing-masing pribadi untuk melaksanakan
dengan baik ajaran yang diyakini itu. Demikian itu telah dicontohkan oleh Nabi Saw. Toleransi yang dibolehkan adalah yang menyangkut urusan non akidah yakni terlarang
untuk saling bertukar keyakinan. Hal itu sangat tidak wajar dan terlarang karena menyahi fitrah kemanusiaan untuk memegang teguh keyakinan yang telah tertanam
dalam sanubari. Allah tidak menuntut pertanggungjawaban akan keyakinan yang dianut setiap insan
kecuali yang ia usahakan. Karena pertanggung jawaban mesti dituntut setelah pelaku melaksanakanya. Tetapi Allah juga tidak memperkenankan antar penganut keyakinan
untuk saling menghalangi dalam pengamalan ritual ibadah.
C. QS. Al Kahfi18: 29