Adaptasi Depdiknas 1999 dalam Tukiran dkk 2012: 25 Gambar 4 PTK Model John Elliot
e. Model Hopkins
Model Hopkins dikembangkan dari model-model sebelumnya yang sudah ada. Model hopkins jika digambarkan adalah sebagai berikut:
Adaptasi Depdiknas 1999 dalam Tukiran dkk 2012: 26 Gambar 4 PTK Model Hopkins
Perencanaan Tindakan,
Target, Tugas, Kriteria
Keberhasilan Implementasi
Evaluasi
Menopang Komitmen
Mengatasi Problem
Cek Kemajuan
Cek Hasil
Pengambilan Stok
Pelaporan Perencanaan
Konstruk
Audit Ambil
Start
f. Model gabungan Sanford dan Kemmis
Model gabungan Sanford dan Kemmis ini dikembangkan oleh Direktorat Ketenagaan Ditjen Dikti Depdiknas. Dalam model gabungan ini diperoleh batasan penelitian tindakan
adalah sebagai sebuah proses investigasi terkendali yang siklis dan bersifat reflektif mandiri, yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap sistem, cara kerja,
proses, isi, kompetensi, atau situasi. Proses siklus kegiatan PTK ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Siklus 1
Rencana
Siklus 2
REFLEKSI
Observasi dan
Siklus 3
Observasi dan
REFLEKSI
Pelaksanaan Rencana
Tindakan
Pelaksanaan Rencana
Tindakan
Pelaksanaan Observasi
dan
REFLEKSI
Adaptasi Depdiknas 1999 dalam Tukiran dkk 2012: 28 Gambar 5 PTK Model Gabungan Sanford dan Kemmis
Berdasarkan model-model PTK di atas, secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu 1 perencanaan, 2 pelaksanaan, 3 pengamatan, dan 4
refleksi. Ditambah dengan penjelas tentang siklus-siklus PTK, masing-masing tahap dapat dirinci dalam penjelasan sebagai berikut:
Tahap 1 : Perencanaan
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan itu dilakukan. PTK yang ideal dilakukan secara
berpasangan oleh dua pihak, yaitu antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. PTK yang dilakukan secara berpasangan disebut
dengan penelitian kolaborasi. Penelitian kolaborasi ini bertujuan untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.
Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti terlebih dahulu menentukan titik atau fokus peristiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati. Setelah itu,
peneliti membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Dalam perencanaan PTK, terdapat tiga kegiatan dasar, yaitu: 1 identifikasi masalah; 2 merumuskan masalah; dan 3 pemecahan masalah. Pada masing-masing kegiatan,
terdapat sub-sub kegiatan yang sebaiknya dilaksanakan untuk menunjang sempurnanya tahap perencanaan. Masing-masing tiga kegiatan dasar di atas akan dijelaskan sebagai
berikut:
Kegiatan Dasar 1: I dentifikasi Masalah
Kegiatan dasar pertama adalah identifikasi masalah. I dentifikasi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil penelitian. I dentifikasi yang tepat akan mengarahkan
hasil penelitian sehingga dapat bermanfaat peningkatan hasil belajar siswa. Sebaliknya, identifikasi masalah yang keliru hanya akan membuat penelitian menjadi sia-sia di
samping memboroskan waktu dan biaya. I dentifikasi masalah menjadi titik tolak bagi perencanaan PTK yang lebih matang.
Karena tidak semua masalah belajar siswa dapat diselesaikan dengan PTK, sebagaimana tidak semua penyakit dapat disembuhkan dengan resep dokter. Untuk memenuhi sasaran,
penting bagi peneliti untuk memperhatikan empat langkah sebagai berikut:
a. Masalah harus riil. Masalah dalam PTK haruslah masalah yang dapat dilihat,
dirasakan, dan didengar secara langsung oleh guru. Misalnya sebagian besar nilai
quran hadis siswa kelas X Madrasah Aliyah di bawah standar kelulusan. Masalah
ini jelas nyata riil karena didukung oleh data empiris berupa dokumen-dokumen ulangan harian maupun ulangan umum.
b. Masalah harus problematik. Masalah dalam PTK haruslah masalah yang dapat
dipecahkan oleh guru, mendapat dukungan literatur yang memadai, dan ada kewenangan untuk mengatasinya secara penuh. Misalnya, sebagian besar siswa
tidak mampu memahami masalah waris. Masalah ini riil dan problematik, tetapi hanya khusus bagi guru fikih. Sebaliknya masalah tersebut menjadi tidak
problematik bagi guru Quran Hadis. Jadi, masalah yang problematik adalah masalah yang dapat diatasi guru dalam kewenangannya, dan mendapat dukungan
literatur sesuai mata pelajaran yang diampu. c.
Manfaatnya jelas. Hasil PTK harus dapat dirasakan, bagaikan obat yang menyembuhkan.
d. Masalah harus fleksibel. Masalah dalam PTK harus bisa diatasi dengan
mempertimbangkan kemampuan peneliti, waktu, biaya, tenaga, sarana prasarana, dan lain sebagainya.
Kegiatan 2: Merumuskan Masalah
Setelah mengidentifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah, peneliti mencari akar penyebab masalah. Banyak cara yang
bisa dilakukan untuk menemukan penyebab masalah, di antaranya adalah dengan menyebar angket ke siswa, mewawancarai siswa, observasi langsung dan lain
sebagainya. Seperti, terdapat masalah bahwa sebagian besar siswa kelas X Madrasah
Aliyah belum mampu memahami munasabah dan peranan munasabah dalam memahami Al-Qur’an.
Kemudian, peneliti menyebar angket berisi sejumlah pertanyaan yang mengidentifikasi ketidakmampuan siswa dalam menjawab soal munasabah Al-Qur’an.
Di samping itu, peneliti juga bisa melakukan wawancara dengan siswa dan observasi langsung. Kemudian, semua data dari segala sumber tersebut dikumpulkan dan dianalisis
secara kolaboratif sehingga penyebab utama munculnya masalah dapat ditemukan. Misalnya dari data angket dan wawancara, ditemukan bahwa siswa menganggap akar
masalah dari ketidakmampuannya menjawab soal munasabah Al-Qur’an adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a. Minat siswa untuk mempelajari munasabah rendah sehingga terlihat diabaikan
karena dianggap tidak terlalu penting
b. Sebagian besar siswa belum memahami dengan baik pengertian munasabah Al-
Qur’an c.
Sebagian besar siswa belum memahami dengan baik peran munasabah dalam memahami Al-Qur’an
d. Guru lebih banyak menjelaskan dan tidak memberikan latihan-latihan munasabah
dalam Al-Qur’an. Akar masalah tersebut harus terus digali sedalam-dalamnya sehingga ditemukan akar
masalah yang benar-benar menjadi penyebab utama terjadinya masalah. Karena akar masalah inilah yang nantinya akan menjadi tolok ukur tindakan. Sebab dengan
menemukan akar masalah, maka sama halnya si peneliti telah menemukan separuh dari solusi masalah.
Kegiatan Dasar 3: Pemecahan Masalah
Setelah merumuskan masalah, langkah berikutnya adalah pemecahan masalah. Dalam perencanaan penelitian, pemecahan masalah masih dalam ide peneliti yang berupa
alternatif-alternatif pemecahan masalah. Semakin banyak pengembangan alternatif tindakan, maka akan semakin baik.
Setelah identifikasi masalah, menemukan akar masalah, merumuskan masalah dan menemukan alternatif tindakan sebagai solusi masalah, maka peneliti dapat membuat
judul penelitian tindakan kelas. Contoh bahwa hasil identifikasi masalah menunjukan
bahwa sebagian besar siswa kelas X Madrasah Aliyah lemah dalam mengerjakan soal-soal munasabah Al-Qur’an.
Akar masalahnya adalah pembelajaran munasabah Al-Qur’an hanya berjalan satu arah, guru lebih mendominasi pembelajaran di kelas dan tidak
banyak memberikan soal-soal latihan. Kemudian peneliti memiliki ide untuk menggunakan metode problem solving
pemecahan masalah, yakni setiap siswa diberikan satu surat pendek dalam Alquran untuk ditelusuri munasabah yang ada di dalamnya. Tentunya didukung dengan teori-teori
yang membuat pembelajaran munasabah Al-Qur’an lebih menyenangkan. Atas dasar di atas, maka PTK dapat diberi judul
“ Penerapan Pembelajaran melalui metode problem solving untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa materi
munasabah Al-Qur’an” Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Al- Mukhtariyah 24 Bandung.
Tahap 2 : Pelaksanaan
Pada tahap ini, pelaksanaan adalah menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu bertindak di kelas. Pelaksanaan harus sesuai dengan apa yang telah
direncanakan, tetapi harus terkesan alamiah dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi pada tahap empat nanti dan agar hasilnya dapat
disinkronkan dengan maksud semula. Pelaksanaan Tindakan dilaksanakan untuk memperbaiki masalah. Langkah-langkah
praktis tindakan diuraikan. Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat
pelakanaan ini, guru benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai ada yang menjadi obyek tindakan. Membagi kelas menjadi kelompok
kontrol dan treatment harus dihindarkan. Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas diawali dengan kesadaran adanya
masalah yang dirasakan menganggu proses pembelajaran. Bertolak dari kesadaran adanya permasalahan, guru baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan teman sejawat
yang menjadi mitranya kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam dengan data lapangan ataupun kajian pustaka yang relevan.
Langkah-langkah persiapan dilakukan dengan memperhatikan hal berikut : 1 membuat skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan oleh
guru dan bentuk-bentuk kegiatan siswa; 2 mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan; 3 mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data
mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan; dan 4 melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan tindakan.
Skenario tindakan yang akan dilakukan, hendaknya dijabarkan serinci mungkin secara tertulis. Rincian tindakan itu menjelaskan: a langkah demi langkah kegiatan yang akan
dilakukan, b kegiatan yang seharusnya dilakukan guru, c kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh siswa, d rincian tentang jenis media pembelajaran yang akan digunakan
dan cara menggunakannya, e jenis instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data pengamatan disertai dengan penjelasan rinci bagaimana menggunaknnya. Rincian
rancangan mengenai rencana tindakan dan bagaimana pelaksanaannya harus dituliskan pada laporan PTK.
Tahap 3 : Pengamatan
Pengamatan adalah alat untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini, peneliti harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara
mengumpulkan, dan alat atau instrumen pengumpulan data angket wawancara observasi, dan lain-lain.
Jika PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pengamatan harus dilakukan oleh kolaborator, bukan guru yang sedang melakukan PTK. Walaupun demikian, antara
tindakan yang dilakukan oleh peneliti dan pengamatan dilakukan oleh kolaborator, keduanya harus berlangsung dalam satu waktu dan satu tempat atau kelas.
Observing
adalah kegiatan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan atasan
dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu peneliti menguraikan jenis- jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat koleksi data
angket wawancara observasi dan lain-lain. Observasi kelas akan memberi manfaat apabila pelaksanaannya diikuti balikan review
discussion. Diskusi bahkan akan bermanfaat jika: a.
Diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi b.
Dilakukan dalam suasana yang mutually supportive dan non-threatening c.
Bertolak dari rekaman data d.
Diinterpretasikan secara bersama-sama Pembahasannya mengacu pada penetapan sasaran serta pengembangan strategi
perbaikan untuk menentukan rencana berikutnya.
Tahap 4 : Refleksi
Refleksi adalah kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Refleksi juga sering disebut dengan istilah ‘memantul’. Dalam hal ini peneliti seolah
memantulkan pengalamannya ke cermin, sehingga tampak jelas penglihatannya, baik kelemahan dan kekurangannya.
Refleksi atau evaluasi diri baru bisa dilakukan ketika pelaksanaan tindakan telah selesai dilakukan. Refleksi akan lebih efektif jika antara guru yang melakukan tindakan
berhadapan langsung atau diskusi dengan pengamat atau kolaborator. Tetapi jika PTK dilakukan secara sendirian, maka refleksi yang paling efektif adalah berdialog dengan diri
sendiri untuk mengetahui sisi-sisi pembelajaran yang harus dipertahankan dan sisi-sisi lain yang harus diperbaiki.
Reflecting
adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Refleksi dimaksudkan sebagai pantulan dari hasil
analisis terhadap peneliti berdasarkan kepada kriteria yang telah ditetapkan. Apabila hasil analisis menunjukkan belum tercapainya kriteria yang ditetapkan maka disusun rencana
tindakan siklus berikutnya. Guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa
why
, bagaimana
how
dan sejauhmana
to what extenct
intervensi telah menghasilkan perubahan secara signifikan. Kolaborasi dengan rekan-rekan akan memainkan peran
sentral peneliti untuk mengetahui sejauhmana action membawa perubahan, kekurangan dan kelebihan langkah-langkah. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru
dapat melakukan revisi perbaikan terhadap rencana awal. Sistem berdaur ini dilakukan secara berulang-ulang siklus sampai masalah teratasi.
Siklus- siklus pada PTK
Siklus adalah putaran dari suatu rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, hingga pada evaluasi. Dengan demikian siklus pada PTK adalah
satu putaran penuh tahapan-tahapan dalam PTK, sebagaimana disebutkan di atas. Jadi satu siklus adalah kegiatan penelitian yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Jika dalam PTK terdapat lebih dari satu siklus, maka siklus kedua dan seterusnya
merupakan putaran ulang dari tahapan sebelumnya. Hanya saja, antara siklus pertama, kedua dan seterusnya, selalu mengalami perbaikan setahap demi setahap. Jadi, antara
siklus yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama, meskipun melalui tahap-tahap yang sama.
Pelaksanaan PTK dimulai dengan siklus yang pertama, apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang dilaksanakan pada siklus pertama
tersebut, guru bersama peneliti menentukan rancangan untuk siklus yang kedua. Kegiatan pada siklus kedua dapat berupa kegiatan yang sama dengan kegiatan
sebelumnya, tetapi pada umumnya mempunyai berbagai hambatan perbaikan dari tindakan terdahulu yang tentu saja ditujukan untuk memperbaiki berbagai hambatan atau
kesulitan yang ditemukan dalam siklus yang pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum merasa puas, dapat melanjutkan dengan siklus ketiga, yang cara
dan tahapannya sama dengan siklus terdahulu. Tidak ada ketentuan tentang berapa siklus harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung dari kepuasan peneliti sendiri, namun
ada saran, sebaiknya tidak kurang dari dua siklus.
4. Metodologi