Kerangka Pemikiran The Tourism Potential And Its Integration In Area Development Of Payangan Agropolitan, Gianyar Regency, Bali Province

10. Mengupayakan komoditas dan produk olahan pertanian unggulan sebagai sektor basis 11. Peningkatan sistem perekonomian secara skala maupun cakupan economic of scale dan economic of scope dengan didukung oleh jumlah penduduk dan luas kawasan biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa sampai gabungan satu hingga 3 kecamatan 12. Menyediakan sarana dan prasarana permukiman mendekati standar perkotaan serta sarana dan prasarana produksi yang memadai untuk masyarakat lokal. Ditinjau dari aspek tata ruang, secara umum struktur hierarki sistem kota-kota agropolitan terdiri dari: 1 orde paling tinggi sebagai kota tani utama dalam lingkup wilayah agropolitan skala besar, 2 orde kedua sebagai pusat distrik agropolitan, dan 3 orde ketiga sebagai pusat satuan kawasan pertanian Sitorus 2011. Isu-isu strategis yang menjadi permasalahan utama dalam pengembangan agropolitan dilihat dari kelembagaan, masih lemahnya sistem pengelolaan sehingga banyak sarana dan prasarana yang disediakan menjadi mubasir, masyarakat kurang mendapat perhatian terhadap akses sumber daya baik menyangkut lahan, air maupun finansial. Dilihat dari sisi masyarakat, masih kurangnya partisipasi masyarakat dan sumber daya manusia yang kurang memadai. Isu lainnya, masih lemahnya sistem tata niaga yang berdampak pada tingginya fluktuasi harga, belum berkembangnya industri pengolahan. Dilihat dari sisi tata ruang, dimana masih rendahnya pemahaman tentang kawasan agropolitan, penataan ruang yang kurang sesuai, dan lemahnya keterkaitan kawasan agropolitan dengan kota-kota disekitarnya. 2.3 Perencanaan Pengembangan Wilayah dengan Memadukan Kegiatan Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata Konsep perencanaan pengembangan wilayah yang memadukan kegiatan sektor pertanian dan sektor pariwisata, atau meletakkan sektor tersier di sektor primer dimana konsep ini lebih dikenal dengan agrowisata. Menurut Vipriyanti 1996 pengembangan agrowisata merupakan usaha agar dampak positif pariwisata bisa dinikmati oleh masyarakat pedesaan. Pengembangan tersebut diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antara pembangunan perkotaan dengan perdesaan melalui transformasi ketenagakerjaan, sosial budaya, dan diharapkan pula adanya penerimaan insentif bagi petani sehingga menimbulkan rangsangan bagi petani untuk tetap menjaga pertaniannya dan mencegah terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Agrowisata secara definisi menurut Wicks dan Merrett 2003 bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, berdasarkan perspektif pertanian, agrowisata merupakan keterpaduan dua unsur yang komplek yaitu industri pertanian dan perjalananwisata untuk membuka pasar baru yang menguntungkan dari produksi pertanian dan jasa. Agropolitan sebagai pusat usaha pertanian memiliki hubungan sebagai pertanian alternatif, memberikan nilai tambah produksi, pemasaran produk pertanian secara langsung, dan mengembangkan masyarakat perdesaan. Kedua, dilihat dari perspektif pariwisata, bagaimana menjual barang dan jasa untuk wisatawan dan bukan untuk pasar lokal. Melalui pemasaran, promosi, dan menyediakan sistem distribusi untuk produksi pertanian dalam satu pasar lokal, ketika wisatawan sebagai pembeli maupun calon pembeli yang tertarik berada jauh dari tempat pemasaran, merupakan sebuah tantangan bagi pengusaha agrowisata. Pembangunan agrowisata dapat menjadi tujuan wisata yang lengkap, seperti menyediakan atraksi sebagai pendukung dalam satu paket tujuan wisata. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan biofisik wilayah yang sangat beragam, bila dilakukan pengelolaan dengan benar akan mampu menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi pertanian mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan dengan keunikan dan keragamannya yang bernilai tinggi memiliki potensi yang besar dikembangkan sebagai agrowisata.

2.4 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Terkait Topik Penelitian Ini Penelitian-penelitian mengenai kepariwisataan baik itu wisata alam ekowisata maupun agrowisata telah banyak dilakukan. Pamulardi 2006 dalam tesisnya menggali potensi agrowisata berwawasan lingkungan di Desa Wisata Tingkir Lor Salatiga. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif, dalam merumuskan model pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan dikaji berdasarkan the seven steps of planning. Hasil penelitian menunjukkan: 1 Kelurahan Tingkir Lor memiliki potensi untuk dibangun dan dikembangkan sebagai lokasi agrowisata berwawasan lingkungan, sekaligus mengembangkan Desa Wisata Tingkir yang pada saat ini masih belum dapat disebut sebagai tempat tujuan wisata. 2 Masyarakat mendukung pembangunan obyek wisata di Desa Wisata Tingkir dengan konsep agrowisata berwawasan lingkungan. 3 Berdasarkan pendekatan the seven steps of planning, maka model pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan di Desa Wisata Tingkir adalah dengan mengembangkan budidaya agro sebagai obyek atraksi. Aryanto 2010 dalam tesisnya yang berjudul “Strategi Pengembangan Pariwisata Alam di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan” melakukan penelitian dengan menganalisis potensi penawaran dan permintaan wisata di TNBBS, menganalisis kebijakan pengelolaan TNBBS dan kebijakan kepariwisataan daerah serta merumuskan strategi pengembangan pariwisata alam di TNBBS. Penelitian ini dilakukan di Sukaraja Atas dan Kubuperahu dengan menggunakan metode survei dan analisis deskriptif, analisis terhadap kebijakan, analisis daerah operasional obyek wisata alam dan atraksi, dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TNBBS khususnya obyek wisata alam dari Sukaraja Atas dan Kubuperahu memiliki potensi berkembangnya sumber daya wisata alam yang besar. Permintaan untuk wisata alam di Sukaraja Atas dan Kubuperahu masih relatif rendah, tetapi kedua lokasi memiliki potensi permintaan yang menguntungkan. Obyek wisata alam dan atraksi dari kedua lokasi Sukaraja Atas dan Kubuperahu pada kategori sedang. Berdasarkan analisis SWOT, juga dirumuskan beberapa strategi untuk pengembangan pariwisata alam di Sukaraja Atas dan Kubuperahu. Yang et al. 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Agro-tourism enterprises as a form of multi-functional urban agriculture for peri-urban development in China” menyatakan bahwa daerah pinggiran kota yang cepat tumbuh di China berada di bawah tekanan besar dari tuntutan lahan ekspansi perkotaan, mengakibatkan hilangnya tanah yang subur, kerusakan lingkungan dan pengucilan sosial masyarakat desa. Pada perkembangan terbaru, terbangun perusahaan-perusahaan agrowisata di daerah pinggiran kota sebagai bentuk