2.2 Ekowisata
Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari
wisata massal. Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar Damanik dan Weber, 2006.
Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal TIES 1990 dalam Fandeli 2000. Dari defenisi ini ekowisata dapat dipandang dari tiga perspektif yaitu :
1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada
sumberdaya alam 2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada
upaya-upaya pelestarian lingkungan 3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Disini kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip- prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam
prakteknya hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang : a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya
b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap
kesejahteraan mereka. c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam
bentuk kelompok kecil UNEP, 2000. Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis
lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu
kegiatan konservasi alam itu sendiri.
Dari defenisi tersebut diatas, dapat didefenisikan beberapa prinsip ekowisata TIES 1990 dalam Fandeli, 2000, yaitu :
1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami involves travel to natural destinations
, terkadang perjalanan yang jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, biasanya lingkungan tersebut dilindungi.
2. Meminimalkan dampak negatif minimalized impact. Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekowisata berusaha untuk meminimalkan
dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan, atau infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan
materialsumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan
menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan landscape dan budaya setempat, serta memberikan batasanjumlah wisatawan yang sesuai
dengan daya dukung obyek dan pengaturan perilakunya.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan build environmental awareness
. Unsur penting dalam ekowisata adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun kepada masyarakat penyanggah obyek. Sebelumnya
semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif
dapat diminimalkan.
4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi provides direct financial benefits for conservation. Ekowisata
dapat membantu meningkatkan perlindungan akan lingkungan, peneitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.
5. Memberikan manfaatkeuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal provides financial benefits and powerment for local
people . Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan
konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme disuatu
kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat local community walfare. Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui
pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, pemodalan dan manajemen.
6. Menghormati budaya setempat respect localculture . Ekoturisme disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrutif, polutan dan
eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.
7. Mendukung gerakan hak asasi manusia dan demokrasi support human right and democratic movement
.
2.3 Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan kelautan dengan sasaran antara lain melihatmengamati terumbu karang,
berbagai jenis ikan, hewan-hewan kecil di laut microfauna yang dilakukan dengan cara menyelam, snorkling, dan berenang Garrod Wilson, 2004.
Menurut Cater 2003 dalam Garrod Wilson 2004, wisata bahari adalah sebuah komponen dari sektor ekowisata yang lebih luas yang tumbuh dengan
pesat baik nilai maupun volume. Dahuri et al. 2001 menyatakan bahwa daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan
seperti kehidupan di bawah air, bentuk pantai gua-gua, air terjun, pasir dan sebagainya dan kekayaan jenis tumbuhan, burung dan hewan-hewan lain.
Dengan demikian, cakupan kegiatan wisata ini memiliki spektrum industri yang sesungguhnya sangat luas dan bisnis yang ditawarkannya sangat beragam, antara
lain jasa penyedia transportasi, kapal pesiar, pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restoran terapung, kawasan lepas pantai, rekreasi pantai,
konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam, dan sebagainya. Tentunya industri-industri pendukung juga akan terbuka lebar antara lain jasa foto dan
video, pakaian dan peralatan olahraga, jasa kesehatan, jasa keamanan laut, jas resque, kerajinan dan cindera mata, pemasok makanan dan minuman, hiburan dan
lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik
masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari haruslah dikakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya wilayah
pesisir secara berkelanjutan haruslah dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan pendekatan pengelolaan konservasi sehingga total dampaknya tidak
melebihi kapasitas fungsionalnya Dahuri et al. 2001.
Yulianda 2007 mendefenisikan ekowisata adalah pariwisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi yang mengutamakan kelestarian dan
keseimbangan alam. Selanjutnya ditambahkan bahwa ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan
pendekatan konservasi laut.
Obyek ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan a Obyek komoditi yang terdiri dari penyu, duyung, paus, lumba-lumba, hiu, spesies
endemik, pasir putih, dan ombak; b Obyek ekosistem terdiri dari terumbu karang, mangrove, lamun, goba, dan pantai; c Obyek kegiatan terdiri dari perikanan
tangkap, perikanan budidaya, dan sosialbudaya Yulianda, 2007.
Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan
wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan lingkungan pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari
merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut seperti wisata selam, snorkeling, selancar, jet ski, banana boat,
kapal selam, wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pendidikan, wisata pancing dan wisata satwa Yulianda, 2007.
2.4 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir
Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir adalah suatu kajian terhadap hubungan sosial antara manusia yang berdiam di wilayah pesisir dengan
sumberdaya alam yang ada. Wisata bahari merupakan salah satu aspek yang pelaksanaannya melibatkan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah pesisir
dengan kegiatan masyarakat. Adanya kegiatan wisata bahari di suatu wilayah akan berkaitan erat dengan manusia yang ada di wilayah tersebut sebagai konsumen
dan akan mempengaruhi nilai sosial ekonomi dan budayanya.
Masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dengan beberapa kelompok masyarakat industri lainnya. Menurut Nikijuluw
2001, perbedaan ini dikarenakan eratnya keterkaitan terhadap karakteristik ekonomi pesisir, ketersediaan sarana prasarana sosial ekonomi maupun latar
belakang budaya. Selanjutnya ditambahkan bahwa masyarakat pesisir dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang kehidupan segenap anggota-
anggotanya tergantung sebagian atau sepenuhnya pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan. Pada umumnya masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya
yang berorientasi hidup selaras dengan alam, sehingga teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya alam adalah adaptif dengan kondisi ekologi
wilayah pesisir Damanhuri dan Adrianto, 1995.
Pada umumnya kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dinyatakan memprihatinkan yang dapat ditandai dengan rendahnya tingkat
pendidikan, produktifitas, dan pendapatan. Menurut Nikijuluw 2001, tertinggalnya kelompok masyarakat pesisir dibanding dengan kelompok
masyarakat lainnya yaitu salah satunya disebabkan oleh karena kurangnya kegiatanproyek pembangunan yang menjangkau masyarakat pesisir, seperti
terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pemilihan daerah ini dengan pertimbangan
bahwa kawasan Nusa Penida merupakan kawasan wisata yang saat ini mulai berkembang. Waktu penelitian laksanakan pada bulan September 2012
– Februari 2013.
3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data primer merupakam data yang diperoleh langsung di lapangan, sedangkan data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari kajian terhadap hasil penelitian, publikasi ilmiah, peraturan daerah, data dari instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga
swadaya masyarakat. Adapun jenis data dan sumber data serta metode pengumpulan datanya terlihat pada Tabel 2.
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah objek yang terkait dengan kegiatan wisata bahari antara lain kawasan terumbu karang, pantai,
wisatawan, masyarakat, pengusaha wisata, infrastruktur penunjang, dan instansi lain yang terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi di Nusa Penida .
Penentuan responden dilakukan secara non-probability sampling, yakni purpossive sampling
. Metode purposive sampling adalah penentuan responden yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kriteria tertentu. Responden
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai pekerja wisata dan wisatawan lokalasing yang berkunjung di Kawasan Nusa Penida. Jumlah
responden diperoleh yaitu sebanyak 105 responden yang terdiri dari masyarakat yang bekerja sebagai pekerja wisata sebanyak 38 responden sedangkan untuk
wisatawan sebanyak 67 responden. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di empat desa yakni Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa
Jungut Batu seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Tabel 2. Jenis dan metode pengumpulan data
Kebutuhan Data Jenis Data
Sumber Data Metode Pengumpulan Data
Primer Sekunder Data Ekologi :
Tutupan Karang
√ CTC
Kondisi Ikan Karang
√ CTC
Panjang Pantai √
Insitu Lebar Pantai
√ Insitu
Kecepatan Arus √
√ Insitu, Fauziyah 2012
Kemiringan pantai √
Insitu
Data Sosial Ekonomi :
Kondisi dan Fasilitas Perumahan
√ Kuesioner Wawancara
Mendalam Penghasilan Pendapatan
Masyarakat √
Kuesioner Wawancara Mendalam
Konsumsi Pengeluaran Masyarakat
√ Kuesioner Wawancara
Mendalam PersepsiTanggapan
Masyarakat terhadap kegiatan KKP di Nusa
Penida √
Kuesioner Wawancara Mendalam
Karakteristik Wisatawan √
Kuesioner Wawancara Mendalam
Jumlah Pengunjung di Nusa Penida
√ Dinas
Kebudayaan Pariwisata, Kab. Klungkung
Data Kependudukan √
Kantor Kecamatan
Nusa Penida
Kab. Klungkung Dalam Angka
√ BPS, Kab. Klungkung
Nusa Penida Dalam Angka
√ BPS, Kab. Klungkung