1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, pemanfaatan sumberdaya ikan merupakan kegiatan ekonomi yang dikendalikan pasar market-driven. Sebagai konsekuensinya telah terjadi
peningkatan upaya penangkapan ikan baik jumlah armada maupun jenis alat tangkap dan mendorong eksploitasi sumberdaya ikan secara intensif. Dampaknya
pada tahun 1990-an, kemampuan memperbaharui diri sumberdaya ikan tidak dapat lagi mengimbangi tingginya laju eksploitasi. Kondisi ini tidak hanya
menyebabkan penurunan sejumlah stok ikan tetapi juga menimbulkan krisis ekologi, ekonomi dan sosial di wilayah utama perikanan khususnya daerah pantai,
seperti pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa dan Bali Nikijuluw 2002. Kabupaten Bangka merupakan salah satu sentra kegiatan sektor perikanan
tangkap di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Data statistik perikanan Kabupaten Bangka tahun 2006 menunjukkan bahwa total produksi ikan mencapai
20.368,25 ton. Sebagai kabupaten kepulauan dengan kekayaan sumberdaya pesisir dan kelautan yang cukup melimpah membuat banyak masyarakat bermata
pencaharian sebagai nelayan baik tetap maupun sampingan, tetapi sebagian besar usaha perikanannya masih tergolong skala kecil. Hal ini dapat dilihat dari
teknologi maupun jenis alat tangkap yang digunakan, seperti pancing ulur, bagan perahu, bubu, jaring insang dasar, jaring insang hanyut dan payang Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka 2007. Usaha perikanan skala kecil memiliki jangkauan terbatas sehingga kegiatan
penangkapan ikan terkonsentrasi di perairan pantai secara intensif. Menurut hasil penelitian Febrianto 2008, menyatakan bahwa upaya penangkapan aktual rata-rata
ikan tenggiri ikan pelagis di perairan Kabupaten Bangka sebesar 798 trip per bulan telah melebihi kondisi maximum sustainable yield MSY sebesar 491 trip
per bulan dan kondisi maximum ekonomi yield MEY sebesar 381 trip per bulan. Hal ini mengindikasikan pemanfaatan sumberdaya ikan tenggiri di perairan
Kabupaten Bangka sedang menghadapi isu kapasitas berlebih excess capacity dan tangkap lebih overfishing.
Kedua isu utama tersebut telah menjadi masalah serius di sebagian besar perairan pantai timur Sumatera termasuk perairan Kabupaten Bangka. Pendekatan
pengelolaan perikanan berbasis biologi telah diterapkan untuk mengatasi kedua isu tersebut, namun pendekatan pengelolaan perikanan tersebut kurang
memberikan hasil optimal dan degradasi sumberdaya ikan masih saja terus berlangsung Wiyono 2005. Apabila ditelusuri lebih jauh, masalah ini berangkat
dari rezim open access dari sumberdaya ikan, yakni tidak ada pembatasan upaya penangkapan ikan dan kurang berfungsinya regulasi pemerintah yang
mengkontrolnya Nikijuluw 2002. Berdasarkan fakta tersebut, salah satu akar permasalahan terjadinya
degradasi sumberdaya ikan adalah kapasitas berlebih input produksi usaha perikanan tangkap, karena
sulitnya mengendalikan peningkatan upaya penangkapan ikan. Oleh karena itu, guna mengatasi masalah tersebut diperlukan
terobosan baru dengan mempertimbangkan aspek kapasitas penangkapan ikan. Salah satu pendekatan alternatif tersebut adalah model pengelolaan kapasitas
penangkapan ikan Management of Fishing Capacity. Model pengelolaan perikanan ini memungkinkan pengambil kebijakan menentukan langkah konkrit
dalam mengatasi kapasitas berlebih dengan mengurangi input produksi usaha perikanan tangkap untuk mengembalikan stok sumberdaya ikan ke kondisi yang
aman Tingley et al. 2003. Dalam jangka pendek, kebijakan pengendalian input produksi seperti pembatasan jumlah kapal akan mengurangi hasil tangkapan
aktual, tetapi dalam jangka panjang akan memberikan pengaruh berupa peningkatan kapasitas penangkapan Metzner 2005. Akan tetapi, dalam
pemilihan kebijakan pengendalian input tersebut sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan tidak diterapkan secara general sepanjang waktu karena akan
berdampak besar terhadap sosial masyarakat perikanan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pengelolaan perikanan dengan mempertimbangkan
ketersediaan stok ikan berdasarkan musim dan kapasitas penangkapan. Pengambil kebijakan khususnya pemerintah daerah sering terkendala dalam
menerapkan model kebijakan ini, karena masih minimnya informasi dalam menentukan kapasitas penangkapan ikan khsusunya perikanan tangkap skala
kecil. Bertolak dari hal tersebut, maka penelitian kapasitas unit penangkapan ikan
dilakukan dengan mengambil studi kasus pada perikanan tangkap ikan pelagis skala kecil di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
1.2 Perumusan Masalah