Lokasi dan Data Sosial

29

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan

Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa sungai, outlet pabrik dan sekitar perairan pesisir wilayah lokasi pertambangan nikel Pomalaa, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan ditunjukkan pada Gambar 2. Penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2008 sampai dengan Juni 2009. Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 30 3.2. Metode Pengambilan Data dan Pengukuran 3.2.1. Metode Pengambilan Data Jenis data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survai lapangan dan analisis laboratorium. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, hasil studi dan diperoleh dari dokumen atau berbagai laporan penelitian yang terkait langsung dengan lokasi penelitian ini dilakukan. Disamping itu juga dilakukan wawancara dengan berbagai pihak terutama stakeholder yang bersentuhan langsung dengan berbagai aktivitas perusahaan nelayan, pemerintahdinas lingkungan hidup kabupaten Kolaka, pihak PT. Aneka tambang Tbk UBPN Pomalaa dan PT. INCO Pomalaa. Sementara itu, untuk mendukung analisis data kualitas perairan di lokasi pertambangan nikel. 3.2.2. Penentuan Stasiun Pengamatan Penentuan stasiun pengamatan pada lokasi penelitian didasarkan pada pendekatan konseptual dengan melakukan survey terhadap kegiatan yang diperkirakan sebagai sumber pencemaran di lingkungan perairan tempat pembuangan tailinglimbah slag nikel. Lokasi Pengambilan sampel terdiri dari 2 bagian yaitu : 1. Empat stasiun sebagai jalan masuk limbah dari lokasi eksploitasi dan pabrik yaitu yaitu stasiun 1 Sungai Huko-huko, stasiun 2 Sungai Pelambua, stasiun 3 Outlet Pabrik dan stasiun 4 Sungai Komoro. 2. Delapan stasiun berada di laut sebagai penerima limbah yaitu stasiun 5 Darmaga Pomalaa, stasiun 6 galangan kapal, stasiun 7 Darmaga slag Dawi-dawi, stasiun 8 Laut Pomalaa, stasiun 9 Laut Tambea, stasiun 10 Laut Latumbi, stasiun 11 Teluk Sopura dan stasiun 12 Laut Tanjung Leppe. Untuk lebih jelasnya titik pengambilan sampel dapat dilihat pada peta lokasi penelitian Gambar 3 dan posisi titik pengambilan sampel Tabel 3. 31 Gambar 3 Lokasi pengambilan sampel. Tabel 3 Posisi stasiun pengambilan contoh STASIUN NAMA STASIUN POSISI 1 Sungai Huko-Huko 4°06’14.88” S 121°36’28.38 ”E 2 Sungai Pelambua 4°08’27.45” S 121°37’07.34 ”E 3 Outlet Pabrik 4°11’05.99” S 121°36’09.56” E 4 Sungai Komoro 4°11’39.48” S 121°35’55.38” E 5 Darmaga Pomalaa 4°10’44.01” S 121°35’02.60” E 6 Galangan Kapal 4°10’57.54” S 121°36’19.47” E 7 Laut Pomalaa 4°10’10.51” S 121°35’32.78” E 8 Darmaga Slag Dawi-Dawi 4°8’3.85” S 121°36’16.71” E 9 Laut Tambea 4°11’19.60” S 121°35’10.62” E 10 Laut Latumbi 4°13’6.54” S 121°34’28.72” E 11 Teluk Sopura 4°14’37.13” S 121°32’32.38” E 12 Laut Tanjung Leppe 4°15’20.30” S 121°33’56.13” E 32

3.2.3. Peralatan dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air dari tiap stasiun pengamatan, destilasi dan bahan kimia untuk pengawetan. Bahan yang digunakan untuk memperoleh data fisika-kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 4. Alat-alat bantu yang digunakan adalah kompasGPS, pH meter, serta alat-alat gelas.

3.3. Rancangan Penelitian

3.3.1. Tahapan Penelitian Penelitian Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan penetapan lokasi penelitian yaitu sepanjang wilayah yang diperkirakan menjadi sumber pencemar tempat awal penampungan limbah cairsettling pond dan sepanjang wilayah pesisirlaut tempat akhir pembuangan limbah cair dan tailing padat slag hasil pengolahan nikel operasi Pomalaa. Selanjutnya dilakukan identifikasi ke masyarakat yang memanfaatkan tailing padat slag sebagai tanah urugan dalam pembuatan rumah penduduk di daerah pesisir dari lokasi penelitian.

3.3.2. Penelitian Kualitas Perairan

Metode Pengambilan Sampel Karakteristik fisika-kimia perairan, seperti suhu, kekeruhan, salinitas, pH dan oksigen terlarut DO, DO awal untuk penentuan BOD ditera langsung di lapangan. Mengingat kompleksitas prosedur dan peralatan yang digunakan, maka untuk pengukuran konsentrasi TSS, BOD 5 , nitrat, nitrit, dan logam berat dilakukan di laboratorium. Untuk menghindari pengaruh faktor suhu, cahaya dan lain-lain selama perjalanan, maka diperlukan penanganan sampel sedemikian rupa yaitu dengan pendinginan atau penambahan preservasi sesuai dengan karakteristik yang diukur atau ditera yaitu Haryadi, 2001 : 1. Satu botol dengan preservasi pengawet HNO 3 sampai pH, dinginkan dengan suhu 4 ºC untuk analisis logam berat. 2. Satu botol yang lebih besar 1 liter tanpa pengawet, dinginkan dengan suhu 4 ºC untuk analisis TSS, TDS, nitrat, nitrit dan chrom hexavalen. 3. Satu botol gelap BOD untuk inkubasi BOD pada suhu 20 ºC, selama 5 hari. 33 Preparasi Sampel Kualitas perairan yang diamati adalah parameter fisik-kimia, Sampel yang telah diambil dilakukan destruksi,penyaringan, pengenceran bila konsentrasi terlalu tinggi, pembuatan larutan standar, pengukuran logam berat dengan menggunakan AAS atomic absorbtion spetrofotometer. Untuk lebih jelasnya parameter kualitas air, logam berat dalam air laut yang diamati dan alat yang digunakan serta tempat melakukan analisis dapat dilihat pada Tabel 4.

3.3.3. Metode Analisis Pengukuran

Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini dan metoda pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Parameter kualitas air dan metode pengukuran Parameter Unit AlatMetode Keterangan

A. Fisika air 1. Suhu

°C Termometer In Situ 2. Kecerahan M Secchi disk In Situ 3. Kekeruhan NTU Turbidimeter In Situ 4. Padatan tersuspensi mgl Gravimetrik Laboratorium

B. Kimia air 1. Salinitas

‰ Refraktometer In Situ 2. Ph - pH-meter In Situ 4. BOD 5 mgl Inkubasi Laboratorium 3.Oksigen terlarut DO mgl DO-meter In Situ 4. Nitrat NO 3 -N mgl Spektofotometer Laboratorium 5. Nitrit mgl Spektrofotometer Laboratorium 6. Amonia Bebas NH 3 -N mgl Spektrofotometer Laboratorium 7. Besi Fe mgl AAS Laboratorium 8. Seng Zn mgl AAS Laboratorium 9. Khrom Heksavalen Cr+6 mgl AAS Laboratorium 10. Total Khrom mgl AAS Laboratorium 11. Timbal Pb mgl AAS Laboratorium 12. Nikel Ni mgl AAS Laboratorium Beberapa parameter, analisa kualitas air dilakukan langsung di lapangan, sementara untuk analisis logam berat dilakukan di laboratorium balai hyperkes Makassar, Sulawesi Selatan. 34

3.4. Analisis Data

3.4.1. Penilaian Status Mutu Air

Pada penilaian status mutu perairan lokasi penambangan nikel Pomalaa didekati dengan menggunakan metode STORET yang terdapat pada lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air. Standar baku mutu digunakan untuk air laut mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk keperluan biota laut. Standar baku mutu untuk air sungai mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pencemaran. Standar baku mutu untuk outlet pabrik mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 09 Tahun 2006 tentang baku mutu air limbah bagi usaha danatau kegiatan pertambangan nikel. Metoda STORET merupakan metoda untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui parameter- parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukkannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan nilai dari “US_EPA enviromental protection agency” dengan mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas pada Tabel 5. Tabel 5 Storet tentang klasifikasi mutu air No Kelas Skor Kategori 1 Kelas A baik sekali memenuhi baku mutu 2 Kelas B baik -1 sd -10 tercemar ringan 3 Kelas C sedang -11 sd -30 tercemar sedang 4 Kelas D buruk ≤ -31 tercemar berat Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ; 1. Pengumpulan data kualitas air. 2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air. 35 3. Untuk hasil pengkuran yang memenuhi nilai baku mutu air hasil pengkuran ≤ baku mutu maka diberi skor 0 4. Jika hasil pengkuran tidak memenuhi nilai baku mutu air hasil pengukuran baku mutu, maka beri skor seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air Jumlah Parameter Nilai Parameter Fisika Kimia ≥ 10 Maksimum Minimum Rata-rata -2 -2 -6 -4 -4 -12 Sumber : KEPMEN-LH No. 115 Tahun 2003 5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai

3.4.2. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi

Analisis data utama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penentuan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi. Penentuan beban pencemaran dihitung berdasarkan pengukuran langsung debit sungai dan kosentrasi parameter yang diukur, berdasarkan model berikut : BP = Q x C x 3600 x 24 x 30 x 1 x 10 -6 Keterangan: BP = Beban pencemaran yang masuk dari sungai tonbulan Q = Debit sungai m 3 detik C = Konsentrasi limbah mgl Nilai debit sungai diperoleh dari perhitungan luas penampang sungai dikalikan dengan kecepatan aliran sungai. Sedang nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi parameter limbah dengan beban pencemar dan selanjutnya dianalisis dengan cara 36 memotongkannya dengan garis baku mutu sesuai dengan peruntukan dan jenisnya seperti pada Gambar 4. Gambar 4 Grafik hubungan beban pencemaran dan konsentrasi polutan. Secara matematis persamaanya dapat ditulis sebagai berikut : y = a + bx Keterangan: a = koefisien yang menyatakan nilai y pada perpotongan antara garis linear dengan sumbu vertikal b = koefisien regresi untuk parameter muara sungai x = beban pencemaran y = konsentrasi polutan

3.5. Data Sosial

Analisis data sosial tentang pengetahuan masyarakat tentang limbah cair dan tailing padat slag di lokasi penelitian adalah berupa wawancara dan kuisioner bersifat diskriptif. 37

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kegiatan pertambangan nikel Pomalaa secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara dan secara geografis terletak antara 4°10’00” - 4°27’25” LS dan 121°31’30”-121°39’03” BT. Kegiatan penambangan ini berdasarkan pada peta kuasa pertambangan yang memiliki areal seluas 8.314,8 Ha dan secara teknis dibagi dalam tiga wilayah front yaitu daerah tambang utara, daerah tambang tengah dan daerah tambang selatan. Endapan biji nikel di daerah Pomalaa merupakam endapan bijih laterit, yaitu endapan yang terjadi akibat proses pelapukan batuan ultrabasa peridotit, serpentin yang terdiri dari mineral-mineral utama seperti olivine dan piroksin serta mineral-mineral tambahan lain seperti kromit, magnetit dan kobalt. Biasanya pembentukan langsung mengalami proses serpentinisasi oleh larutan hydrothermal residu pada waktu pembentukan magma. Selain itu dapat juga terjadi akibat proses pelapukan. Di daerah Pomalaa, endapan biji nikel sebagian besar terdapat pada bukit- bukit, terutama pada puncak-puncak dan punggung-punggung bukit. Semakin landai puncakpunggung bukit tersebut, intensitas pelapukan semakin tinggi. Sehingga disamping pembentukan lapisan tanah penutup yang makin tebal, juga semakin besar cadangan yang didapat. Pada umumnya daerah yang landai terbuka banyak didapati vegetasi yang semakin rapat. Struktur daerah bantuan pada lokasi penelitian umumnya terdiri atas urutan pelapisan dari atas ke bawah sebagi berikut : a. Lapisan tanah penutup : terdiri dari campuran tanah dan biji besi laterit yang berwarna merah-cokelat tua, dengan ketebalan antara bebera sentimeter sampai beberapa meter rata-rata ± 1 - 2 meter, b. Lapisan kedua : terdiri dari tanah lapukan berwarnah coklat hingga kuning coklat dengan kadar besi antara 10 – 15 dan kadar nikel antara 1,2 – 2, dengan tebal lapisan bervariasi.