54 Berdasarkan baku mutu peraturan pemerintah nomor 82 Tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran, TSS pada semua stasiun pemantauan di sungai dan outlet masih dalam kondisi baik dan
mendukung kehidupan organisme perairan. Pada stasiun pemantauan di laut, konsentrasi TSS berada pada kisaran 76,48 mgl - 108,67 mgl Gambar 14.
Konsentrasi TSS yang ditemukan cukup variatif, namun pada semua stasiun menunjukan bahwa konsentrasi TSS di perairan laut telah melebihi baku mutu
yang disyaratkan Kepmen-LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut sebesar 20 mgl. Hal ini diduga sebagai akibat adanya turbulensi
pada perairan pesisir sehingga sedimen-sedimen yang awalnya mengendap di dasar perairan terangkat ke permukaan. Selain itu juga diduga kondisi ini
disebabkan adanya transpor sedimen yang berasal dari lokasi eksploitasi tambang dan terbawa ke perairan pesisir melalui sungai-sungai dan outlet pabrik.
Gambar 14 TSS pada stasiun pengamatan di laut.
5.2. Parameter Kimia
5.2.1. Salinitas
Menurut Dahuri 1996, salinitas air laut berfluktuasi tergantung pada musim, topografi, pasang surut, dan jumlah masukan air tawar. Salinitas
merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan
dan aliran air sungai Nontji, 1984. Hasil pengukuran salinitas pada lokasi pertambangan nikel menunjukan nilai yang cukup variatif antara tiap stasiun yaitu
pada kisaran 21,46 PSU - 27,48 PSU. Salinitas terendah yaitu 21,46 ‰ terdapat
55 pada stasiun 7 yaitu Laut Pomalaa. Rendahnya salinitas pada stasiun ini diduga
akibat adanya pengaruh masuknya air tawar dari dua sungai yaitu Sungai Huko- huko dan Sungai Pelambua. Sedangkan salinitas tertinggi yaitu 27,48 PSU
ditemukan pada stasiun 8 dermaga slag Dawi-dawi Gambar 15. Tingginya salinitas di dermaga slag Dawi-dawi diduga disebabkan oleh jauhnya pengaruh
masukan air tawar dari sungai sekitar. Hal ini diperkuat dengan pendapat Boyd 1988 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai
salinitas adalah masukan air tawar yang cukup banyak. Berdasarkan Kepmen-LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut
untuk biota laut kisaran salinitas yang ditemukan di lokasi penelitian masih mendukung kehidupan organisme perairan.
Gambar 15 Salinitas pada stasiun pengamatan di laut.
5.2.2. Keasaman pH
Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh proses fotosintesis biologi dan adanya berbagai jenis kation dan anion di
perairan tersebut. Tingkah laku organisme perairan, struktur dan komposisi komunitas air sungai ditentukan oleh temperatur Grimm, 1994. Keasaman air
berpadaan penting baik dalam proses kimiawi maupun biologi yang kesemuanya menentukan kualitas perairan alami. Dengan adanya perubahan nilai pH yang
relatif kecil atau rendah akan dapat mempengaruhi kelarutan besi, tembaga,
56 kalsium, mangan dan logam-logam lain, serta keseimbangan antara gas
karbondioksida, bikarbonat dan karbonat. Hasil pengukuran pH pada masing-masing stasiun berada pada kisaran 6,9
- 7,7 Gambar 16. Jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran, pH perairan lokasi pertambangan nikel pada tiga sungai dan outlet pabrik stasiun pengamatan masih dalam kisaran normal bagi kehidupan biota air
yaitu 6 - 9. Hasil pengukuran pH pada stasiun di laut berada pada kisaran 8,13 - 8,31 Gambar 17. Merujuk pada baku mutu kepmen LH No. 51 Tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 7 – 8,5 maka kondisi pH perairan lokasi pertambangan nikel masih dalam ambang batas yang di izinkan.
Gambar 16 pH pada stasiun pengamatan sungai dan outlet pabrik.
Gambar 17 pH pada stasiun pengamatan di laut.
57
5.2.3. Oksigen Terlarut DO