Upaya yang dilakukan Pengasuh kepada Anak Yatim dalam Membangun

menonton televisi, seperti kita ketahui pergaulan anak-anak di zaman sekarang banyak terpengaruh oleh berbagai tayangan di televisi. Maka dari itu, agar anak-anak yatim di asrama Griya Yatim dan Dhuafa terhindar dari hal-hal yang negatif yang banyak dipengaruhi oleh tayangan televisi, Umi Melda dan Abi Maman hanya mengizinkan anak-anak untuk menonton televisi saat hari libur saja atau pada akhir minggu.

C. Hambatan Komunikasi Antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim

dan Dhuafa dalam Membangun Relasi Hambatan komunikasi antarpribadi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa antara lain: 1. Gangguan a. Gangguan mekanik, ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. “Ya, namanya juga kita mengasuh anak yang tidak sedikit, jadi setiap kita lagi bicara selalu ada aja yang mengganggu. Kan ada juga anak yang pengen rahasianya tidak diketahui sama anak yang lain. Terkadang saat ada anak yang ingin cerita serius sama Umi ada yng tiba datang atau ada anak yang berisik, dan lain-lain. Kalau ada yang berani palingan dia ceritanya di kamar Umi langsung” 14 b. Gangguan semantik, gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya jadi rusak. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian. 14 Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016. “Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati disangkain dimarahin. Makanya Umi sama Abi itu partner kalu abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyai benar atau salah. ” 15 2. Kepentingan Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. “Misalnya, untuk mensukseskan sebuah program, contohnya anak-anak harus hafal beberapa surat dalam Al-Quran itu agak sulit, ada yang tingkat intelegensinya beda-beda itu yang agak berat. Mudah-mudahan kendala-kendala itu menjadi pemicu untuk mereka menjadi lebih baik lagi. Kita juga tidak memaksa, biarkanlah sesuai dengan kemampuannya.” 16 3. Motivasi terpendam Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya. “Pernah, kayak masalah piket. Biasanya kan kalo hari Sabtu pagi yang piket anak yang sekolahnya libur, tapi Umi merubah aturannya kalo yang hari Sabtu sekolah piketnya pagi tapi aku bilang takunta entar yang sekolah pagi malah gak bisa piket. Tapi Umi malah bilang gak apa- apa.” 17 15 Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016. 16 Wawancara pribadi dengan bapak Maman Firmansyah, Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 21 Februari 2016. 17 Wawancara pribadi dengan Khuluqil Hasanah, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016. 4. Prasangka Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. “Kasih pemahaman aja terus. Pemahaman tentang Islam. Anak-anak itu selalu dinasehati, urusan mereka kapan memahaminya itu Allahualam. Namanya yang membolak-balikan hati manusia itu kan Allah. Kita sebagai manusia tugasnya menasehati aja, mau dia kena atau enggak kan itu hidayahnya dari Allah. Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati sangkanya dimarahin. Makanya Umi sana Abi itu partner kalau abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyain benar atau salah.” 18

D. Interpretasi

Dari hasil temuan menunjukkan: Dari ketiga narasumber yaitu para anak-anak yatim yang tinggal di asrama tersebut yaitu: Khuluqil Hasanah, Dwi Anis Fitria, dan Ressa Nurafifah masing- masing membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk melalui tahapan-tahapan penetrasi sosial. Mereka membutuhkan waktu yang beragam untuk bisa terbuka terhadap pengasuh di asrama. Dari hasil temuan analisis melalui wawancara dapat dilihat bahwa yang membutuhkan waktu paling cepat untuk bisa membuka diri terhadap pengasuh di asrama tersebut adalah Khuluqil Hasanah. Hal tersebut bisa dilihat dari karakter Khuluqil yang mempunyai sikap terbuka dan membutuhkan pendapat orang lain dalam menyelesaikan masalahnya. Itu semua dapat dilihat dari 18 Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016. kutipan wawancara yang mengatakan bahwa Khuluqil suka bercerita dan meminta solusi dari Umi Melda dalam mengatasi nilai ulangannya yang kurang memuaskan. Keinginan Khuluqil untuk terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Khuluqil sendiri yang sudah menganggap Umi Melda seperti ibu kandungnya. Menurutnya daripada ia menceritakan masalahnya itu kepada anak-anak yang lain, yang belum tentu bisa memberikan solusi dan bisa membuatnya menjadi malu, lebih baik bercerita kepada Umi Melda yang bisa membantunya dalam mengatasi masalahnya itu. Sedangkan yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bersikap terbuka terhadap pengasuh adalah Dwi Anis Fitria. Hal ini bisa dilihat dari sikap Dwi yang perasa terhadap sesuatu. Selain itu Dwi juga lebih suka bercerita tentang keluarganya dan rasa rindunya terhadap sosok seorang ibu dikarenakan ibunya yang telah tiada. Untuk bisa terbuka terhadap Umi Melda, Dwi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ditambah lagi masalah keluarga dan masalah rasa rindu terhadap sosok seorang ibu merupakan masalah yang cukup pribadi. Di asrama, Umi Melda merupakan pengganti orang tua terutama ibu, oleh karena itu Umi Melda harus bisa bersikap layaknya ibu untuk Dwi agar bisa meringankan rasa sedih atau rindu di hati Dwi. Dorongan untuk bersikap terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Dwi sendiri yang juga dipicu oleh rasa kasih sayang layaknya seorang ibu yang muncul dari dalam hati Umi Melda. Sehingga bisa membuat Dwi merasa nyaman untuk mencurahkan isi hatinya kepada Umi Melda. Selain itu hal yang mereka bicarakan juga berbeda-beda pada tiap tahap penetrasi sosial. Pada tahap pertama yaitu tahap orientasi mereka hanya