Tahapan Relasi Antarpribadi Relasi Antarpribadi

pribadi seseorang yang dapat dinyatakan dengan memegang tangan, memeluk, mencium, membelai, dan aktivitas seksual lainnya. 2. Keintiman emosional, terutama dalam hubungan seksual, biasanya berkembang setelah obligasi fisik yang telah ditetapkan. Hubungan emosional “jatuh cinta”, ibarat melekat seperti dimensi biokimia, yang didorong melalui reaksi dalam tubuh sebagai daya tarik seksual. Lowndes 1996 mengatakan bahwa dimensi sosial didorong oleh “percakapan” yang mengikuti dari kedekatan fisik secara teratur atau kesatuan. 3. Keintiman kognitif, keintiman kognitif atau intelektual terjadi ketika dua orang saling bertukar pikiran, berbagi ide dan menikmati persamaan dan perbedaan antara pendapat mereka. Jika mereka dapat melakukam hal ini dengan cara yang terbuka dan nyaman, kemudian dapat menjadi sangat intim di daerah intelektual. 4. Keintiman eksperiensial, terjadi ketika dua orang berkumpul untuk secara aktif melibatkan diri satu sama lain, mungkin berkata sangat sedikit satu sama lain, tidak berbagi setiap pikiran atau perasaan banyak, tapi yang terlibat dalam kegiatan bersama dengan satu sama lain. j. Continuation Pada tahapan ini, para pihak mulai mengikuti komitmen bersama untuk membangun persahabatan jangka panjang seperti terbentuknya hubungan romantic sampai ke jenjang pernikahan, proses ini umumnya mengikuti periode panjang yang relatif stabil. Pada tahap ini pertumbuhan dan perkembangan menekankan pada rasa saling percaya menjadi penting untuk mempertahankan hubungan. k. Komitmen Personal Komitmen pribadi adalah bagaimana seseorang merasakan koneksi dia dengan orang lain yang dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk mempertahankan kebersamaan dana relasi sosial. Ini merupakan cara di mana dua orang dalam relasi akan menyatakan kasih sayang mereka satu sama lain. l. Batas Sosial Pada awalnya relasi antarpribadi dibatasi oleh “social bonding” – batas-batas sosial di antara mereka. Pada tahap tertentu dua personal dapat memasuki dan melampaui tingkat interaksi antarpribadi dan memasuki tahap relasi antarpribadi, inilah tahap tersulit yang dihadapi oleh kedua orang itu. m. Kecemasan “Interpersonal relationships” tidak selalu mengalami sukacita dan melahirkan rasa nyaman sampai tidak menghasilkan komitmen. Setiap orang dalam interaksi dan relasi antarpribadi mungkin selalu merasa khawatir akan menghadapi banyak masalah antarpribadi, inilah perasaan cemas. Sekurang-kurangnya ada tiga bentuk kecemasan antarpribadi; 1 cemas terhadap keamanan, 2 cemas terhadap pemenuhan kebutuhan afeksi, dan 3 cemas terhadap kehilangan semangat. n. Deterioration Pada tahap “deterioration” dua pihak, berdasarkan pengalaman mereka – ketika menghadapi beberapa jenis kecemasan – seperti rasa bosan, kebencian, dan ketidakpuasan yang terjadi, pada situasi ini mungkin sekali individu mulai mengurangi komunikasi dan menghindari pengungkapan diri. Mengapa? Masing-masing pihak merasa khawatir untuk menguatkan relasi karena takut kehilangan kepercayaan dan pengkhianatan yang dapat mengakibatkan pengakhiran relasi di antara mereka. Pada tahapan “deterioration” ini para pihak secara bergantian menemukan beberapa cara untuk menyelesaikan masalah dan membangun kembali kepercayaan di antara mereka. o. Kerusakan Relasi Relational Damage. Menggambarkan beberapa faktor yang mungkin dianggap kecil namun dapat memengaruhi rusaknya relasi antarpribadi. Faktor-faktor tersebut misalnya, pelanggaran janji janji sekecil apapun yang dianggap sebagai suatu pengkhianatan besar. p. Melemahnya Ikatan Weakening Bonds. Ingat bahwa relasi antarpribadi tidak selalu mengalami kerusakan karena hal-hal besar. Ikatan relasi antarpribadi yang pada awalnya kuat mungkin terkikis oleh perasaan bosan karena melemahnya kekuatan dan komitmen yang “melanggar” batas-batas di antara mereka. Semua prediktor kerusakan itu melemah karena gangguan seperti pekerjaan, hobi, atau relasi dengan orang-orang lain yang dianggap lebih memenuhi kebutuhan hubungan satu pihak. q. Perbaikan Bila kerusakan telah terjadi maka semua itu tidak lantas hilang begitu saja, artinya juga masih ada peluang bagi dua pihak untuk mencari upaya untuk memperbaikinya. Ada beberapa jenis “repair” terhadap relasi antarpribadi. r. Perbaikan Intrapersonal Setiap orang bisa saja mempersepsi orang lain dengan cara dia sendiri, atau meminta bantuan teman-teman dan konselor untuk memperbaiki persepsi dia terhadap orang lain. Bantuan orang lain ini diperlukan untuk mengidentifikasi “racun” yang memengaruhi seseorang untuk membangun persepsi negatif terhadap orang lain. Pertama yang harus dilakukan sebelum meminta orang lain memperbaiki persepsi adalah memperbaiki situasi intrapersonal sendiri. Hal ini untuk mencegah terjadinya beragam faktor pembentuk persepsi yang sudah kuat tertanam dalam diri sendiri. s. Perbaikan Antarpersonal Proses perbaikan berikutnya yang dapat dilakukan adalah memperbaiki tindakan tertentu yang telah merusak relasi antarpersonalantarpribadi dengan orang lain. Perbaikan bisa dilakukan terhadap beberapa kekeliruan kecil yang mengganggu relasi, dan itu mungkin hanya bersifat sementara, namun harus dilakukan agar pihak lain melihatnya sebagai suatu upaya ke arah perubahan untuk membangun relasi yang lebih baik. t. Disolusi Kerapkali kita menghadapi kenyataan bahwa meskipun kita tidak memperbaiki seluruh aspek yang mengganggu relasi antarpribadi namun kita dapat memperbaiki beberapa point tertentu, dan untuk itu harus ada usaha untuk memecahkan masalah tersebut, sekurang-kurangnya kita kembali pada level “cinta platonik”. u. Pemisahan Intrapersonal Merupakan sebagian dari proses pemisahan internal di mana setiap orang secara psikologis menjauhkan diri dari orang lain, memisahkan identitas dirinya dan melihat orang lain lebih jelas sebagai individu yang sejatinya harus dipisahkan. v. Pemisahan Antarpersonal Adalah semacam kesepakatan antara dua pihak untuk memisahkan diri baik secara fisik maupun menciptakan jarak psikologis yang semakin jauh. Jika satu orang tidak ingin memisahkan diri satu sama lain maka mungkin satu pihak akan terus berusaha untuk “menempel” dan ini bisa menimbulkan konflik. w. Pemisahan Sosial Pada tahap ini memang semakin sulit dua pihak kembali pada tahap awal keintiman, artinya pemisahan tidak hanya pada tingkat intrapersonal dan antarpersonal tetapi juga pada tingkat sosial eksternal, di mana teman- teman dan kenalan diberitahu bahwa dua pihak telah berpisah dan semua yang lain diharapkan menerima situasi ini sebagai suatu kenyataan. 14 x. Hubungan Timbal Balik antara Relasi dan Komunikasi Antarpribadi Relasi antarpersonal atau antarpribadi dapat ditelusuri melalui, 1 relational history, sebagai relasi yang dibentuk berdasarkan historis tertentu, misalnya seorang pemuda dan pemudi yang telah berinteraksi antarpersonal secara teratur dan terus-menerus akan meningkatkan interaksi mereka ke arah relasi antarpersonal yang intim lalu memutuskan untuk menikah, 2 relational rules, terjadi ketia pasangan ini menemukan dan mengembangkan relasi berdasarkan status dan peranan mereka masing-masing dalam status pertunanganan di antara mereka yang berbasis pada aturan-aturan tertentu, dan 3 relational uniqueness, adalah relasi antarpersonal yang telah terbentuk di antara mereka berdua ini akan terus dikembangkan dengan memperhatikan, mendalami, dan memahami keunikan tertentu yang ditemui dalam relational rules jika ikatan emosional di antara mereka semakin intim maka mereka akan menikah untuk membentuk satu keluarga. Komunikasi antarpersonal dapat terjadi jika ada relasi antarpersonal interpersonal relationship, dan relasi antarpersonal itupun berawal dari bangunan interaksi tatap muka antarpersonal. Ini berarti pula bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari dua orang yang telah 14 Alo Liliweri, Komunikasi Antar-Personal, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015, h. 357. berada pada tahap interpersonal relationship, itupun sangat tergantung pada konten dalam komunikasi antarpribadi. Jika “konten” dalam komunikasi antarpribadi itu tidak menggambarkan situasi interpersonal relationship maka interaksi antara dua orang itu tetap berada pada relasi antarpersonal semata-mata, atau dengan kata lain komunikasi antarpribadi tidak efektif atau tidak tercapai.

E. Anak Yatim

1. Definisi Anak Yatim

Kata ‘Yatim’ berasal dari akar kata ya-ta-ma yang mempunyai persamaan kata al-fard atau al-infirad yang memiliki arti kesendirian. Menurut arti kata, “yatim” berarti yang perlu dikasihani. Secara sederhana, pengertian yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya di usia sebelum baligh. Dari pengertian ini, terdapat suatu isyarat penjelasan bahwa anak yang ditinggal mati oleh ibunya bukanlah disebut juga sebagai anak yatim. Selain itu, anak yang sudah baligh yang ditinggal oleh ayahnya juga tidak disebut sebagai anak yatim. 15 Ada yang menyatakan bahwa yatim bukan hanya anak yang ayahnya sudah meninggal dunia, akan tetapi lebih dari itu, ia adalah anak yang tidak bisa mendapatkan kesejahteraan hidup dan pendidikan yang layak, kendati orang tuanya masih hidup. 15 Ben Akrom Kasyaf S, Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim,Jakarta: Al Maghfiroh, 2012, h. 1. Sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa yatim memiliki pengertian yang luas dan amat beragam: ada yatim al-mal anak yang hidup dalam keluarga pra sejahtera, yatim al-aqidah mereka yang pemahaman akidahnya masih lemah dan dangkal bahkan yatim al- ‘ilm yatim dalam bidang ilmu pengetahuan. 16

2. Kedudukan Anak Yatim

Dalam agama Islam, kedudukan setiap orang diatur dengan sangat bijaksana. Jika pada umumnya, di masyarakat dan budaya kita, orang-orang yang tergolong sebagai orang yang mulia kedudukannya adalah mereka yang memiliki jabatan dan juga harta melimpah. Dalam Islam, tidak hanya memandang kedudukan pada tataran fisik itu saja. Bahkan dengan jelas, Allah SWT menjelaskan bahwa kedudukan manusia antara satu dengan yang lain di mata Allah SWT adalah sama derajatnya. Kecuali pada tingkat ketakwaan mereka. Begitupun juga konteks kedudukan anak yatim. Sejatinya, Allah SWT dalam agama Islam meletakkan kedudukan anak yatim sebagaimana anak- anak lainnya. Tidak serta merta karena mereka tidak memiliki orang tua, dan tingkat kekurangan dalam ekonominya tinggi, lalu membuat mereka menjadi rendah kedudukannya. Bahkan, Allah SWT dengan terang menyebutkan jika anak yatim sangat mulia di sisi-Nya. Banyak hal yang ditunjukkan kepada 16 M. Syamsul Arifin Abu dkk, Anak Yatim Kajian Fikih Realitas Sosial, Sidogiri: Pustaka Sidogiri, 2005, h. 10. umat Islam, bahwa bagi mereka yang turut menyantuni anak yatim, maka akan turut mendapatkan kemuliaan Allah SWT. 17 Selanjutnya, dalam Al-Quran pun Allah SWT juga dengan tegas menjaga hak-hak anak yatim. Agar mereka tidak diperlakukan sewenang- wenang oleh orang-orang zalim karena dianggap sebagai anak yang tidak terhormat. Dalam surat Adh-Dhuha ayat 9, Allah SWT berfirman: ْرهْقت َف ْْتيْلااّماف ٩ ۝ Artinya: “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang- wenang.” QS. Ad-Dhuhaa: 9. Dalam ayat lain, Allah SWT juga menjaga hak-hak anak yatim pada harta yang dimiliki mereka. Dalam surat An- Nisa’ ayat 2, Allah SWT berfirman: و ا يْلااوت ت م ي ا ْم و لا ه ْم و ل ت ت ب ّد ل وا ْلا خ ب ْي ث ب َّل ي ب و ل ات ك ْوا ا ْم و لاه ْم ا ل ا ْم و لا ْك ا ّن ه ك ن ح ْو ًب َ ب ًْيا ٩ ۝ Artinya : “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim yang sudah baligh harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan menukar dan memakan itu, adalah dosa yang besar.” QS. An-Nisa’: 2. 17 Ben Akrom Kasyaf S, Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim, h. 12.

3. Kewajiban Terhadap Anak Yatim