Hambatan Komunikasi Antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim

kutipan wawancara yang mengatakan bahwa Khuluqil suka bercerita dan meminta solusi dari Umi Melda dalam mengatasi nilai ulangannya yang kurang memuaskan. Keinginan Khuluqil untuk terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Khuluqil sendiri yang sudah menganggap Umi Melda seperti ibu kandungnya. Menurutnya daripada ia menceritakan masalahnya itu kepada anak-anak yang lain, yang belum tentu bisa memberikan solusi dan bisa membuatnya menjadi malu, lebih baik bercerita kepada Umi Melda yang bisa membantunya dalam mengatasi masalahnya itu. Sedangkan yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bersikap terbuka terhadap pengasuh adalah Dwi Anis Fitria. Hal ini bisa dilihat dari sikap Dwi yang perasa terhadap sesuatu. Selain itu Dwi juga lebih suka bercerita tentang keluarganya dan rasa rindunya terhadap sosok seorang ibu dikarenakan ibunya yang telah tiada. Untuk bisa terbuka terhadap Umi Melda, Dwi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ditambah lagi masalah keluarga dan masalah rasa rindu terhadap sosok seorang ibu merupakan masalah yang cukup pribadi. Di asrama, Umi Melda merupakan pengganti orang tua terutama ibu, oleh karena itu Umi Melda harus bisa bersikap layaknya ibu untuk Dwi agar bisa meringankan rasa sedih atau rindu di hati Dwi. Dorongan untuk bersikap terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Dwi sendiri yang juga dipicu oleh rasa kasih sayang layaknya seorang ibu yang muncul dari dalam hati Umi Melda. Sehingga bisa membuat Dwi merasa nyaman untuk mencurahkan isi hatinya kepada Umi Melda. Selain itu hal yang mereka bicarakan juga berbeda-beda pada tiap tahap penetrasi sosial. Pada tahap pertama yaitu tahap orientasi mereka hanya membicarakan hal-hal yang bersifat klise saja. Hal yang ditanyakan hanya yang bersifat umum saja seperti nama, usia, berasal dari mana, dan lain-lain. Pada tahap orientasi selain membicarakan hal-hal yang bersifat umum para pegasuh juga harus bisa memahami karakter masing-masing anak. Setiap anak masing-masing mempunyai karakter yang berbeda-beda. Oleh karena itu waktu yang dibutuhkannya pun tidak dapat ditentukan. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap pertukaran eksploratif sifat seorang individu sudah mulai terbuka. Hal-hal yang bersifat pribadi sudah mulai dibicarakan seperti Khuluqil yang sudah mulai berani menceritakan masalah yang ia hadapi di sekolah dan juga Dwi yang sudah mulai terbuka terhadap Umi Melda dengan menceritakan masalah keluarganya. Selain itu sikap terbuka juga sudah terbuka pada diri Ressa yang mulai bisa bercerita kepada Umi Melda terkait masalah ekonomi keluarganya. Pada tahap ketiga yaitu tahap pertukaran afektif, seseorang telah merasa nyaman dan mendapatkan timbal balik dari lawan bicaranya. Hal ini bisa dilihat dari pembicaraan antara Khuluqil dan Umi Melda, di sini selain Khuluqil sudah mulai terbuka terhadap Umi Melda dengan berani menceritakan masalahnya di sekolah, Umi Melda juga sudah bisa memberikan solusi untuk Khuluqil dalam menyelesaikan masalahnya itu. Pada tahap terakhir yaitu tahap pertukaran stabil, komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien, kedua belah pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi perasaan dan mungkin juga perilaku pihak lain. Dalam tahap ini hal yang dibicarakan merupakan hal yang bersifat sangat pribadi, ini bisa dilihat dari pembicaraan Dwi dan Umi Melda. Dwi bercerita kalau ia suka merindukan sosok seorang ibu dan terkadang Dwi merasa ingin pulang ke kampung halamannya, tetapi Umi Melda selalu menasehati Dwi dengan menghilangkan rasa sedih dalam diri Dwi. Umi Melda bicara kalau dia merupakan ibu untuk Dwi, Dwi adalah tanggung jawab Umi Melda, jadi Dwi tidak perlu sedih karena ada Umi Melda sebagai pengganti ibu Dwi yang telah tiada. Hubungan antarpribadi berkembang secara bertahap dan dapat diprediksi. Teoretikus penetrasi sosial percaya bahwa pembukaan diri adalah cara utama yang digunakan oleh sebuah hubungan ramah-tamah bergerak menuju hubungan yang intim. Meskipun pembukaan diri dapat mengarahkan menuju hubungan yang lebih intim, pembukaan diri juga dapat menyebabkan satu orang atau lebih berada pada posisi yang rentan. 19 Teori penetrasi sosial memfokuskan diri pada pengembangan hubungan. Pada hal pengembangan hubungan atau relasi dibutuhkan sebuah pendekatan begitu pula dalam membangun relasi antara pengasuh dan anak yatim dalam sebuah asrama yatim. Pendekatan yang dilakukan pengasuh terhadap anak yang masih berusia kecil berbeda dengan pendekatan terhadap anak yang sudah remaja atau beranjak dewasa. Membangun relasi atau hubungan terhadap anak yang masih kecil dibutuhkan yang namanya sentuhan kasih sayang. Para pengasuh harus bisa membuat mereka nyaman seperti anak sendiri dengan cara melayani 19 Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Introducing Communication Theory: Analysis and Application Edisi 3, h. 197