Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) terhadap Keputusan Pembelian Produk Oriflame pada Mahasiswa S-1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH PEMASARAN DARI MULUT KE MULUT (WORD OF MOUTH MARKETING) DAN PERSEPSI KUALITAS

(PERCEIVED QUALITY) TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK ORIFLAME PADA

MAHASISWA STRATA 1 REGULER FAKULTAS EKONOMI

DAN BISNIS USU

OLEH

FRISKA SIMANJUNTAK 100502099

PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari kuesioner dan studi pustaka. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU yang pernah membeli produk Oriflame yang jumlahnya tidak teridentifikasi (unidentified). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 orang yang diambil dengan metode Purposive Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) secara serempak atau simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Secara parsial diketahui variabel pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU, sedangkan variabel persepsi kualitas (perceived

quality) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk

Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Melalui pengujian koefisien korelasi (R) diketahui bahwa tingkat korelasi atau hubungan antara pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) terhadap keputusan pembelian merupakan hubungan yang cukup erat (R=0,522). Nilai koefisien determinasi adalah 25,5% (Adjusted R

Square = 0,255), hal ini berarti sebesar 25,5% variasi dari keputusan pembelian

dapat dijelaskan oleh variabel pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth

marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) sedangkan sisanya sebesar

74,5% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Persepsi Kualitas (perceived quality) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Kata kunci : Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Keputusan Pembelian


(3)

ABSTRACT

This research purposed to knowing and analyze the effect of word of mouth marketing and perceived quality of Oriflame towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra. The type of this research is assosiative research. The data that used concist of primer and secondary data. Data collection through a questionnaire and documentation study. The population in this research were all the s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra who bought the Oriflame product. The samples in this study were 86 people taken by purposive sampling The data obtained were analyzed using multiple linear regression analysis.

The result of this research shows that word of mouth marketing and perceived quality of Oriflame simultaneously have positive and significant effect towards purchasing to s-1 regulary students of Economy and business Faculty of University of North Sumatra. Based on t test (parsial test) word of mouth marketing a positive but does not have a significant effect towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra and perceived quality has a positive and significant effect towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra. Through testing the correlation coefficient (R) is obtained that the level of correlation or relationship between word of mouth marketing and perceived quality variable toward purchasing decision is a quite close relationship. Coefficient of determination value amounted 25,5% (adjusted R square = 0,255), this means that 25,5% of buying decision variance can be explained by word of mouth marketing and perceived quality, the remaining amounted 74,5% can be explainted by the other variable that are not analyzed in this research. Perceived Quality is the most dominant variable that influence on purchasing decision.

Keywords: Word of Mouth Marketing, Perceived Quality, and Purchasing Decision


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus dan Roh Kudus atas kasih dan anugerahNya yang luar biasa sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) terhadap Keputusan Pembelian Produk Oriflame pada Mahasiswa S-1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Departemen Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan persembahan teristimewa penulis kepada orang tua tercinta yang sangat penulis banggakan A. Simanjuntak dan S. Br. Tampubolon yang selalu memberikan dukungan doa, mencukupi segala kebutuhan dana, nasehat-nasehat dan motivasi yang sangat berharga, serta kasih sayang mereka yang teramat besar selalu menyertai perjalanan hidup penulis.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Sc, Ak. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku


(5)

Dosen Pembaca (Pembanding 1) penulis yang telah memberikan waktu dan banyak arahan serta saran dalam penulisan dan perbaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Friska Sipayung, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Liasta Ginting, S.E., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan banyak waktu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama masa perkuliahan.

8. Seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sebagai responden yang telah bersedia membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Keluargaku terkasih, Bang Freddy Simanjuntak, S.E., Bang Fresly Simanjuntak dan adikku Fitri Yanti Br. Simanjuntak, A.mf.

10. Saudraku terkasih dalam KTB Christ_Mon para PKK, Age, Maria, Yogi dan dia, Sahala P. Simatupang yang senantiasa mendukungku dalam doa. Dan saudara-saudariku terkasih dan sepergerakan di GMKI FEB USU.

11. Teman-teman terkasih di manajemen 2010, Ariyanti, Lidya, Desy, Novia, Austin, Adel, Tinaria, Nora, Susi, Marswit, Chia, Ema, dan Hervelika buat kebersamaan selama perkuliahan serta dukungan dalam penulisan skripsi ini.


(6)

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan akademika.

Medan, Juli 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

Daftar Lampiran xi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 10

1.3.1 Tujuan Penelitian 10

1.3.2 Manfaat Penelitian 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 12

2.1.1 Pengertian Pemasaran 12

2.1.2 Bauran Komunikasi Pemasaran 13 (Marketing Communication Mix)

2.1.2.1 Pemasaran dari Mulut ke Mulut 15 (Word of Mouth Marketing)

2.1.2.2 Jenis-Jenis Word of Mouth Marketing 18 2.1.2.3 Pemimpin Opini (Opinion Leader) 21

2.1.3 Persepsi Kualitas 24

2.1.3.1 Definisi Persepsi 24 2.1.3.2 Definisi Kualitas 24 2.1.3.3 Definisi Persepsi Kualitas 26

(Perceived Quality)

2.1.4 Perilaku Konsumen (Customer Behaviour) 31

2.1.5 Keputusan Pembelian 35

2.1.6 Hubungan Antar Variabel 40

2.2 Penelitian Terdahulu 41

2.3 Kerangka Konseptual 43

2.4 Hipotesis 45

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 46

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 46

3.2.1 Tempat Penelitian 46

3.2.2 Waktu Penelitian 46

3.3 Batasan Operasional 46

3.4 Definisi Operasional 46

3.5 Skala Pengukuran Variabel 48


(8)

3.6.1 Populasi 49

3.6.2 Sampel 49

3.7 Jenis Data 51

3.8 Teknik Pengumpulan Data 51

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas 52

3.9.1 Uji Validitas 53

3.9.2 Uji Reliabilitas 53

3.10 Teknik Analisis Data 54

3.10.1 Metode Analisis Deskriptif 54

3.10.2 Uji Asumsi Klasik 54

3.10.3 Analisis Regresi Linear Berganda 55

3.10.4 Pengujian Hipotesis 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 59

4.1.1 Sejarah Oriflame 59

4.1.2 Produk Oriflame 63

4.1.3 Visi, Misi, dan Nilai Utama Oriflame 66 4.1.4 Corporate Social Responsibility 66

(CSR) Oriflame 67

4.15. Keunggulam Oriflame 68

4.2. Hasil Penelitian 69

4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas 70 4.2.1.1 Uji Validitas 70

4.2.1.2 Uji Reliabilitas 73

4.2.2 Analisis Deskriptif 74

4.2.2.1 Deskriptif Responden 74 4.2.2.2 Deskriptif Variabel 77

4.2.3 Uji Asumsi Klasik 83

4.2.4 Analisis Regresi Linear Berganda 89

4.2.5 Pengujian Hipotesis 91

4.2.5.1 Uji Simultan 91

4.2.5.2 Uji Parsial 92

4.2.5.3 Koefisien Determinasi (R) 94

4.3. Pembahasan 97

4.3.1 Analisis Deskriptif Responden 97 4.3.2 Analisis Pengaruh Word of Mouth

Marketing terhadap Keputusan Pembelian 97 4.3.3 Analisis Pengaruh Perceived Quality

terhadap Keputusan Pembelian 99 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 102


(9)

DAFTAR PUSTAKA 105


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Ukuran Pasar (market size) Produk

Kosmetik dan Toiletries di Indonesia 4 1.2 Rating Produk Maskara Dalam Top

Brand Index 5

1.3 Jumlah Business Value Produk Oriflame

tahun 2012-2013 8

3.1 Operasionalisasi Variabel 47 3.2 Instrumen Skala Likert 49

4.1 Uji Validitas 1 71

4.2 Uji Validitas 2 72

4.3 Validitas Instrumen 73 4.4 Reliability Statistic 74 4.5 Karakteristik Responden berdasarkan

Jenis Kelamin 75

4.6 Karakteristik Responden berdasarkan Usia 76 4.7 Karakteristik Responden berdasarkan

Jurusan dan Stambuk 76

4.8 Karakteristik Responden berdasarkan

Frekuensi Pembelian Produk Oriflame 77 4.9 Distribusi Jawaban Responden Terhadap

Variabel Word of Mouth Marketing (X1) 78

4.10 Distribusi Jawaban Responden Terhadap

Variabel Perceived Quality(X2) 80 4.11 Distribusi Jawaban Responden terhadap

Variabel Keputusan Pembelian 82 4.12 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 86

4.13 Uji Glejser 88

4.14 Coeffisients a 89

4.15 Coeffisients a 90

4.16 Hasil Uji F 92

4.17 Hasil Uji t 94

4.18 Variables Entered/Removedb 95

4.19 Hubungan Antar Variabel 96


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Model Lima Tahap Proses Membeli 36

2.2 Kerangka Konseptual 44

4.1 Histogram 84

4.2 Normal P-Plot of Regression Standardized

Residual 85


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 109

2 Jawaban Hasil Penyebaran Kuesioner 111

3 Hasil Uji Asumsi Klasik 114

4 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda 115


(13)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari kuesioner dan studi pustaka. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU yang pernah membeli produk Oriflame yang jumlahnya tidak teridentifikasi (unidentified). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 orang yang diambil dengan metode Purposive Sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) secara serempak atau simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Secara parsial diketahui variabel pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU, sedangkan variabel persepsi kualitas (perceived

quality) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk

Oriflame pada mahasiswa s-1 reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU. Melalui pengujian koefisien korelasi (R) diketahui bahwa tingkat korelasi atau hubungan antara pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) terhadap keputusan pembelian merupakan hubungan yang cukup erat (R=0,522). Nilai koefisien determinasi adalah 25,5% (Adjusted R

Square = 0,255), hal ini berarti sebesar 25,5% variasi dari keputusan pembelian

dapat dijelaskan oleh variabel pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth

marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) sedangkan sisanya sebesar

74,5% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Persepsi Kualitas (perceived quality) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

Kata kunci : Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing), Persepsi Kualitas (Perceived Quality), dan Keputusan Pembelian


(14)

ABSTRACT

This research purposed to knowing and analyze the effect of word of mouth marketing and perceived quality of Oriflame towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra. The type of this research is assosiative research. The data that used concist of primer and secondary data. Data collection through a questionnaire and documentation study. The population in this research were all the s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra who bought the Oriflame product. The samples in this study were 86 people taken by purposive sampling The data obtained were analyzed using multiple linear regression analysis.

The result of this research shows that word of mouth marketing and perceived quality of Oriflame simultaneously have positive and significant effect towards purchasing to s-1 regulary students of Economy and business Faculty of University of North Sumatra. Based on t test (parsial test) word of mouth marketing a positive but does not have a significant effect towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra and perceived quality has a positive and significant effect towards purchasing decision to s-1 regulary students of Economy and Business Faculty of University of North Sumatra. Through testing the correlation coefficient (R) is obtained that the level of correlation or relationship between word of mouth marketing and perceived quality variable toward purchasing decision is a quite close relationship. Coefficient of determination value amounted 25,5% (adjusted R square = 0,255), this means that 25,5% of buying decision variance can be explained by word of mouth marketing and perceived quality, the remaining amounted 74,5% can be explainted by the other variable that are not analyzed in this research. Perceived Quality is the most dominant variable that influence on purchasing decision.

Keywords: Word of Mouth Marketing, Perceived Quality, and Purchasing Decision


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan pasar industri kosmetik kian pesat dan kompetitif yang diwarnai dengan kehadiran beragam jenis produk kosmetik dari berbagai merek, baik lokal maupun luar negeri, yang tengah membanjiri pasar konsumen di Indonesia. Hal ini memacu para pemasar untuk menjadi yang terbaik dengan perolehan laba yang tinggi dan peningkatan penjualan yang siginifikan yang berarti perusahaan memiliki lebih banyak konsumen. Perusahaan yang mampu menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen, serta dapat menjual produknya dengan harga yang menguntungkan pada tingkat kualitas yang diharapkan akan dapat mengatasi tantangan bisnis dari para pesaing. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan strategi pemasaran tepat sesuai keadaan pasar yang sedang dihadapi guna menarik konsumen untuk melakukan pembelian.

Keputusan membeli merupakan tahap selanjutnya setelah konsumen memiliki niat atau keinginan untuk membeli setelah melalui tahap pengevaluasian terhadap berbagai alternatif keputusan yang ada. Kotler dan Amstrong (2008 : 181) mengartikan keputusan pembelian sebagai keputusan pembeli untuk memilih dan memutuskan untuk membeli produk apa yang disukainya. Keputusan pembelian dapat dipengaruhi oleh orang lain dan faktor situasional yang tidak diharapkan. Pada konsumen ingin bertindak, terkadang situasi-situasi yang tidak terantisipasi dapat muncul dan merubah niat pembelian konsumen.


(16)

Word of mouth marketing, atau yang sering dikenal dengan istilah gethok

tular, merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk. Di dalam bisnis, word of mouth

marketing dikenal sebagai model pemberitaan tentang suatu produk oleh seorang

konsumen kepada konsumen lainnya, artinya sebagai upaya pemasaran untuk mengantarkan, menyampaikan pesan bisnis oleh seseorang kepada orang lain, keluarga, teman, dan rekan-rekan lainnya, dengan tujuan agar mereka dapat mengetahui keberadaan dan keunggulan suatu produk di tengah tawaran produk pesaing yang semakin beragam (Sunyoto, 2013 : 133). Word of mouth marketing mendorong terciptanya one to one respon antara pelanggan berpengalaman dengan orang lain yang membutuhkan informasi mengenai produk.

Pergeseran bentuk pemasaran yang dulunya berbentuk business to

customer (B2C) berubah menjadi customer to customer (C2C), dari one to many

menjadi many to many, dan dari pemasaran berbentuk vertikal menjadi horizontal, dimana keterlibatan konsumen dalam dunia pemasaran semakin tinggi, membuat penggunaan model pemasaran dari mulut ke mulut saat ini semakin tinggi dan meluas. Konsumen menjadi benar-benar bagian yang memiliki potensi yang luar biasa dalam pemberitaan sebuah produk. Hal ini juga didorong oleh sifat kepribadian dasar dalam diri manusia sebagai makhluk sosial yang suka berinteraksi dengan sesamanya, saling berbagi informasi tentang berbagai hal termasuk pengalamannya ketika mengkonsumsi suatu produk. Dan perkembangan teknologi internet saat ini juga semakin memudahkan penggunaan Word of


(17)

dimana para pelanggan dibanjiri dengan ribuan pesan iklan atau komersial serta pesan pribadi, promosi word of mouth dari orang-orang yang mereka percaya sudah menjadi pilihan utama para pelanggan baru untuk mendapatkan informasi tentang produk yang disukainya. Hal ini didorong adanya kesadaran pelanggan untuk mengurangi dan mencegah resiko dan kerugian yang akan ditanggungnya di masa yang akan datang. Informasi atau pesan bisnis yang disampaikan melalui

word of mouth marketing ini dapat berupa informasi yang bersifat positif maupun

negatif yang secara langsung dapat membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas suatu produk.

Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk. Menurut Durianto (2004:96) perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Konsumen selalu mencari produk yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini kualitas yang dapat dilihat dan dipersepsikan dari berbagai dimensi kualitas produk, seperti harga, kinerja, tampilan, keandalan, daya tahan, kesesuaian dengan spesifikasi, dan estetika atau daya tarik produk terhadap panca indera (Tjiptono dan Gregorious, 2005 : 130-131).

Pesan bisnis yang disampaikan oleh seorang pelanggan berpengalaman atau pemimpin opini dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap citra merek suatu perusahaan yang berimbas ke penilaian kualitas produk. Ketika informasi yang disampaikan berisi pesan-pesan yang positif, maka orang yang


(18)

mendengarnya akan memiliki persepsi yang baik dan tertarik untuk membelinya. Sebaliknya, jika informasi yang disampaikan berisi pesan-pesan yang negatif, maka orang yang mendengarnya akan memiliki persepsi yang kurang bagus terhadap kualitas produk. Oleh karena itu, para pemasar harus secara aktif melakukan inovasi-inovasi pada produk, mempertahankan ciri khas dan meningkatkan kualitas produk agar perusahaan mampu bertahan dan merebut pangsa pasar yang ada.

Pasar industri kosmetika di Indonesia terus berkembang. Kecantikan kini tidak lagi dianggap sesuatu hal yang mewah, namun telah menjadi kebutuhan. Dari sisi masyarakat Indonesia, dulu kecantikan adalah luxury, sekarang kebutuhan. Brand-brand kosmetika luar juga ikut meramaikan persaingan pasar produk industri kecantikan di Indonesia, melihat Indonesia meruapajan pasar besar dengan populasi yang besar. Hal ini dapat dilihat dari penyelenggaraan

CosmoBeaute Indonesia 2013 yang diikuti 220 perusahaan kecantikan, baik lokal

maupun luar negeri, yang diantaranya diikuti lebih dari 660 brand (merek) dengan perbandingan brand luar negeri dan Indonesia sekitar 70% banding 30 % perkembangan ukuran pasar (market size) produk kosmetik di Indonesia :

Tabel 1.1

Ukuran Pasar (market size)

Produk Kosmetik dan Toiletries di Indonesia

Tahun Ukuran Pasar (market size) (%)

2009 20,7

2010 22,1

2011 28,1

Sumber : SWA/16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, SWA/15/XXVI/15-28 Juli 2010, SWA/15/XXVII/18-27 Juli 2011 dalam Andriyani (2012 : 7)


(19)

Tabel 1.1 menunjukkan ukuran pasar (market size) produk kosmetik dan

toiletries di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jika

dirata-ratakan, terjadi kenaikan sebesar 1,5%. Associate Director Retailer Service Nielsen, Feby Ramaun, mengatakan bahwa pertumbuhan tren ini adalah sebagai dampak adanya persepsi seseorang agar tampil lebih enak dilihat (image good

looking). Produk kosmetik, personal care dan toiletries, seperti sabun cair, sabun

muka, dan pelembab kulit, menjadi produk yang paling banyak diminati

PT Orindo Alam Ayu (Oriflame) merupakan salah satu perusahaan kosmetik dan toiletries brand luar negeri yang berhasil tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia sekaligus menjadi perusahaan kosmetik dengan perkembangan tercepat di tengah persaingan bisnis kosmetik yang kian kompetitif. Bahkan sampai saat ini Oriflame tetap menjadi pilihan utama konsumen, dan telah beberapa kali berhasil meraih predikat sebagai TOP brand. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 1.2 di bawah ini :

Tabel 1.2

Rating Produk Maskara Dalam Top Brand Index

No. 2012 2013 2014

1 Revlon Revlon Maybelline

2 Sariayu Maybelline Oriflame 3 Maybelline Oriflame Revlon 4 Oriflame Sariayu Sariayu 5 Mustika Ratu Pixy La Tulipe 6 Viva La Tulipe Mustika Ratu 7 La Tulipe Mirabella Mirabella

8 Mirabella Viva -

9 Pixy Mustika Ratu -

Sumber :

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa Oriflame berhasil menempatkan produknya sebagai produk pilihan konsumen di tengah persaingan pasar kosmetik


(20)

yang semakin kompetitif. Sesuai dengan barometer kekuatan merek yang digunakan oleh lembaga survei Frontier Consulting Group, pencapaian Oriflame sebagai salah satu brand berpredikat TOP menunjukkan bahwa Oriflame sangat dikenal oleh pelanggan (top of mind/TOM), pelanggan menggunakan (last

usage/LU), dan Oriflame menjadi produk pilihan di masa depan (future

intention/FI).

Rating Oriflame yang cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir ini

menunjukkan daya tarik konsumen terhadap produk Oriflame semakin tinggi. Konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap produk Oriflame sehingga menjadikannya sebagai produk pilihan mereka di masa depan.

Oriflame menggunakan strategi penjualan langsung (direct selling) dalam memasarkan produknya kepada konsumen dan sudah terdaftar sebagai anggota Assosiasi Penjualan langsung Indonesia (APLI).

Dalam sistem penjualan langsung (direct selling) yang digunakan oleh Oriflame untuk memasarkan produknya kepada konsumen, para konsultan beserta agen-agen Oriflame berperan sebagai iklan atau media komunikasi perusahaan untuk mempromosikan, menawarkan produknya kepada konsumen, dan menarik minat beli konsumen. Dalam proses penjualan langsung (direct selling) informasi disampaikan melalui model komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Di mana para konsultan dan agen penjual yang dimiliki Oriflame berfungsi sebagai penyedia informasi bagi orang lain sekaligus sebagai konsumen berpengalaman yang telah pernah membeli dan menggunakan produk Oriflame.


(21)

Dalam memasarkan produk, Oriflame menitikberatkan tugas ini kepada para konsultan. Dimana peran konsultan sangat berpengaruh besar sebagai upaya menggenjot pertumbuhan yang ditargetkan akhir tahun mencapai lebih dari 30%. Setiap konsultan dituntut memiliki keahlian yang mumpuni dalam menawarkan produk dan dapat memposisikan produk sebagai produk pilihan di benak konsumen. Dengan kemampuan komunikasi dan penampilan fisik yang baik, agen penjualan akan membangun persepsi konsumen yang baik terhadap kualitas produk.

Di tengah berkembangnya isu-isu penggunana bahan baku yang tidak baik dalam produk kosmetik membuat konsumen saat ini lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih produk kosmetik yang akan digunakannya. Menanggapi hal ini, perusahaan Oriflame yang pada dasarnya memproduksi produk dari bahan-bahan baku yang alami kian berusaha untuk menyakinkan konsumen bahwa produk mereka aman untuk digunakan.

Adanya label pernyataan BPOM (Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan) pada kemasan Oriflame adalah sebagai bukti bahwa produk Oriflame memiliki kandungan yang bebas dari unsur hewani, dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan dan sesuai dengan iklim tropis di Indonesia.

Penggunaan bahan baku yang alami dan sesuai dengan iklim di Indonesia, produk Oriflame dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan pada kulit dan juga aman bagi kulit yang sensitif, yang biasanya dapat menimbulkan alergi. Tidak menimbulkan alergi pada kulit yang sensitif dapat membangun persepsi kualitas yang semakin baik terhadap produk Oriflame. Selain itu,


(22)

Oriflame selalu mengeluarkan produk baru setiap tahun sekaligus memperbaharui katalognya, sehingga memberikan kesan segar dan inovatif kepada pelanggan

Beberapa hal di atas, dapat membentuk persepsi konsuumen yang baik terhadap kualitas produk Oriflame. Bentuk persepsi konsumen terhadap kualitas produk Oriflame juga dapat dipengaruhi oleh pesan bisnis yang mereka dapatkan dari para konsultan atau agen penjual ketika terjadi proses direct selling oleh konsultan Oriflame tersebut.

Pada Tabel 1.3 berikut ini, kita dapat melihat bagaimana pergerakan fluktuasi penjualan produk Oriflame berdasarkan jumlah Business Value (BV) yang berhasil dikumpulkan oleh salah seorang konsultan Oriflame cabang Medan bersama para anggotan timnya :

Tabel 1.3

Jumlah Business Value Produk Oriflame tahun 2012-2013

No. Bulan Tahun

2012 (Rp) 2013 (Rp)

1 Januari 15.690.747 44.608.527

2 Februari 18.427.199 31.754.196

3 Maret 30.641.870 43.071.622

4 April 36.897.738 47.410.010

5 Mei 35.172.529 53.227.520

6 Juni 42.937.899 47.063.349

7 Juli 28.932.281 29.400.629

8 Agustus 28.506.970 22.201.772

9 September 28.439.709 25.746.727

10 Oktober 29.607.773 35.562.745

11 November 33.114.290 32.191.641

12 Desember 44.640.424 42.718.921

Total 373.009.429 454.957.659

Sumber : Laporan Penjualan Konsultan PT Orindo Alam Ayu (Oriflame) Cab. Medan

Business Value adalah penjualan bersih konsultan yang didapat dari harga produk


(23)

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa volume penjualan Oriflame pada tahun 2012-2013 cenderung fluktuatif. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk Oriflame yang menyebabkan volume penjualan sangat fluktuatif, diantaranya adalah faktor word of mouth marketing sebagai model komunikasi pemasaran yang terjadi antara para agen penjual dengan konsumen, atau antar konsumen berpengalaman dengan orang lain yang membutuhkan informasi tentang produk Oriflame. Faktor lainnya adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk Oriflame. Informasi atau pesan bisnis yang disampaikan oleh seorang agen penjualan atau seorang konsumen yang pernah menggunakan dapat mempengaruhi keputusan pembelian orang lain terhadap produk Oriflame. Selain itu, faktor harga, bentuk kemasan, kinerja produk, dan bahan baku yang digunakan juga dapat membentuk persepsi konsumen terhadap kualitas produk.

Peneliti memilih Mahasiswa Strata 1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara sebagai onjek penelitian karena peneliti mempertimbangkan adanya kecenderungan homophily dalam lingkungan, yaitu kecenderungan orang untuk bergaul dengan orang yang sama dengan orang tersebut. Ini merupakan prinsip fundamental jaringan dimana pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dapat terjadi (Purba, 2010). Dengan pertimbangan tersebut dan pra survei yang dilakukan oleh peneliti terhadap 20 orang dimana 14 orang diantaranya mengetahui informasi tentang produk Oriflame dari orang lain, mendapat rekomendasi dari orang lain untuk membeli produk Oriflame serta merekomendasikannya kembali kepada orang lain, peneliti


(24)

percaya bahwa word of mouth marketing terjadi antarmahasiswa. Mahasiswa juga memiliki persepsi tersendiri terhadap kualitas produk Oriflame yang dapat dinilai dari kemasan, differensiasi produk, serta harga yang ditetapkan oleh produsen Oriflame.

Berdasarkan uraian data dan fenomena-fenomena di atas, peneliti merasa perlu dan tertarik untuk melakukan penelitian mengenai permasalahan yang dihadapi oleh produk Oriflame dengan judul : “Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) terhadap Keputusan Pembelian Produk Oriflame Pada Mahasiswa Strata 1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat rumusan maslaah dari penelitian ini adalah : Apakah pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada Mahasiswa Strata 1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) terhadap keputusan pembelian produk Oriflame pada


(25)

Mahasiswa Strata 1 Reguler Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi perusahaan Oriflame

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan mengenai bagaimana pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) dan persepsi kualitas (perceived quality) dapat memperngaruhi keputusan pembelian konsumen pada produk Oriflame, dan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan Oriflame dalam menetapkan strategi pemasaran selanjutnya yang lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi perkembangan pasar. b. Bagi peneliti

Sebagai sarana penerapan teori-teori tentang pemasaran yang diperoleh sewaktu perkuliahan, dapat menambah wawasan pengetahuan peneliti mengenai manajemen pemasaran yang terkait dengan keputusan pembelian konsumen.

c. Bagi Pembaca

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan untuk perbandingan dan pengembangan penelitian pada bidang yang sama pada masa yang akan datang.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran (marketing) lebih dari fungsi bisnis lainnya. Namun, tidak jarang pemasaran sering disalahartikan, terutama kesalahpahaman arti bahwa pemasaran sama dengan penjualan. Penjualan itu merupakan salah satu kegiatan yang penting dari pemasaran dan berfungsi sebagai kegiatan bisnis sehari-hari.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008:6) pemasaran (marketing) adalah proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

Sedangkan AMA (American Marketing Association) dalam Prisgunanto (2006:7) mendefinisikan pemasaran sebagai : “The process of planning and

executing the conception, pricing promotion, and distribution of ideas, goods, and

services to create exchange that satisfy individual and organizational objectives”.

Artinya, pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Berdasarkan uraian beberapa definisi pemasaran (marketing) di atas, peneliti memahami bahwa pemasaran menyangkut semua usaha menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang menguntungkan yang dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan,


(27)

menentukan produk yang tepat, mengkoordinasikannya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya (fungsi keuangan, produksi, sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan), mengembangkan melalui program-program promosi yang sesuai dengan target pasar serta pendistribusian produk yang didukung dengan marketing management yang baik. Semuanya ini diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan yang akan mengakibatkan peningkatan profitabilitas perusahaan yang menjadi tujuan utama perusahaan.

2.1.2 Bauran Komunikasi Pemasaran (Marketing Communicstion Mix)

Bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) disebut juga sebagai bauran promosi (promotion mix). Promosi merupakan unsur P terakhir dari “4P” bauran pemasaran (marketing mix). Promosi diartikan sebagai upaya perusahaan untuk memperkenalkan produk-produk mereka ke pasar sasaran, serta membujuk para calon pelanggan dan pelanggan untuk menerima dan mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan. Dalam strategi promosi terdapat berbagai macam media promosi yang dikombinasikan guna untuk memaksimalkan pencapaian target pasar dan laba jangka panjang.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008:116) bauran komunikasi pemasaran adalah paduan spesifik dari lima sarana promosi utama yang digunakan perusahaan untuk mengomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan pelanggan. Kelima sarana promosi utama yang dimaksud adalah sebagai berikut :


(28)

1. Periklanan (advertising) : merupakan semua bentuk penyajian atau presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa yang diadakan oleh sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

2. Promosi penjualan (sales promotion) : merupakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan barang dan/atau jasa.

3. Hubungan masyarakat (public relations) : merupakan bentuk promosi yang diadakan oleh perusahaan dengan tujuan untuk membangun hubungan baik dengan berbagai kalangan (stakeholder, pelanggan) untuk mendapatkan publisitas yang diinginkan, membangun citra perusahaan yang baik.

4. Penjualan personal (personal selling) : merupakan presentasi pribadi oleh wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan membangun hubungan pelanggan.

5. Pemasaran langsung (direct marketing) : menurut Simamora (2006:260) pemasaran langsung adalah kombinasi dari berbagai metode promosi yang ditujukan langsung kepada pasar sasaran dan berusaha untuk memperoleh respon langsung. Contoh direct marketing adalah katalog, mailing,

telemarketing, fax mail, dan lain-lain.

Saluran-saluran komunikasi yang terdapat di dalam marketing

communication mix yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produk

barang dan/atau jasa terdiri atas salesforce (personal selling), periklanan, promosi penjualan, penjualan langsung (data base marketing), public relation,

sponsorships, eksibisi, corporate identity, packaging (pengemasan), point of sale,


(29)

2.1.2.1 Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing)

Word of mouth sudah lama dikenal oleh masyarakat luas. Masyarakat

tradisional dulu mengenal Word of Mouth dengan istilah gethok tular (bahasa Jawa). Word of mouth merupakan contoh bentuk komunikasi personal yang melibatkan seorang konsumen yang telah melakukan pembelian kemudian menceritakan pengalamannya selama menggunakan sebuah produk kepada orang lain. Dan dalam perkembangannya, fenomena word of mouth marketing yang setelah dilakukan penelitian dimana konsumen yang merekomendasikan produk ternyata sangat berpengaruh terhadap keputusan pembelian orang lain pada merek atau produk yang diceritakannya.

Kotler dan Amstrong (2008:630) mengatakan tidak ada sebuah iklan atau seorang penjual pun yang akan mampu meyakinkan seseorang secara persuasif tentang kualitas suatu produk selain teman, kenalan, pelanggan lama, atau ahli yang independen. Ini mengindikasikan bahwa terjadinya suatu penggunaan suatu produk kemungkinan besar akan dipengaruhi oleh orang yang kita percaya.

WOMMA (Word of Mouth Marketing Assoctation) mengartikan word of

mouth sebagai suatu aktifitas dimana konsumen memberikan informasi mengenai

suatu merek atau produk kepada konsumen lain (www.womma.org.word).

Menurut Rangkuti (2009 : 77) word of mouth merupakan suatu usaha pemasaran yang memicu pelanggan untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan, dan menjual suatu produk, baik barang maupun jasa, kepada pelanggan lain. Tujuan akhirnya adalah seorang pelanggan tidak hanya mampu membicarakan dan mempromosikan produk yang digunakannya, tetapi juga mampu menjual produk yang pernah dikonsumsinya.


(30)

Pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) merupakan seni dan pengetahuan akan pembangunan aktif yang saling menguntungkan antara konsumen dengan konsumen, konsumen dengan pemasar (Purba, 2010) dan terjadi lewat pemberitaan (perbincangan) yang dimulai oleh konsumen yang telah melakukan pembelian. Hal ini didorong oleh perilaku konsumen yang senang dan/atau sering menyebarluaskan kesannya tentang sebuah produk yang dikonsumsinya (Peter dan Olson, 1999 : 200).

Sumardy, dkk., (2011 : 67) mengatakan word of mouth marketing adalah

the act of consumers providing, information to other consumer (C-2-C). Artinya,

tindakan penyediaan informasi oleh konsumen kepada konsumen lainnya.

Adapun Sernovitz (2006 : 10) mendefinisikan word of mouth marketing sebagai sebuah tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih mudah dan lebih suka membicarakan suatu produk.

Barber dan Wallace (2009:19) mengemukakan bahwa word of mouth

marketing yang efektif harus memuliki lima hal berikut ini :

1. A good product and great customer service.

Produk dan layanan yang baik yang diberikan oleh seorang opinion leader kepada konsumen akan membuat konsumen merasa puas akan produk yang ditawarkan.

2. A plan.

Sebuah rencana yang baik akan menunjang setiap kegiatan word of mouth

marketing dengan mempertimbangkan berbagai aspek penunjang komunikasi


(31)

3. A clear, concrious, consistent message.

Pesan yang bersih, teliti, dan konsisten yang disampaikan oleh opinion leader akan menumbuhkan rasa percaya konsumen terhadap produk yang sedang dibicarakan.

4. A prepared and committed sales.

Mempersiapkan tenaga penjualan yang memiliki pengetahuan luas mengenai produk akan memudahkan konsumen untuk mendapatkan informasi yang jelas.

5. People willing to testify.

Untuk menciptakan word of mouth yang baik maka harus didorong oleh seorang opinion leader yang mempunyai kesadaran terlebih dahulu untuk menyampaikan komunikasi word of mouth.

Menurut Kotler dan Amstrong (2008:638) terdapat dua manfaat yang diperoleh dari komunikasi dari mulut ke mulut, yaitu:

1. Komunikasi dari mulut ke mulut bersifat lebih meyakinkan. Setiap kata yang diucapkan oleh pemberi informasi kepada penerima informasi merupakan hasil dari pengalamannya setelah melakukan pembelian. Dan komunikasi ini merupakan satu-satunya promosi yang langsung disampaikan oleh seorang konsumen berpengalaman kepada konsumen lainnya.

2. Komunikasi dari mulut ke mulut tidak memerlukan biaya yang mahal.

Ada 3 hal yang dapat dilakukan oleh pemasar agar orang lain tertarik membicarakan produk atau jasa dalam word of mouth marketing yaitu:


(32)

1. Be Interesting, tidak ada seorang pun yang tertarik membicarakan suatu

produk yang membosankan. Oleh karena itu, agar orang lain tertarik membicarakan produk maka pemasar harus menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang mempunyai ciri khas tersendiri.

2. Make People Happy, ciptakan produk yang mengagumkan, pelayanan prima,

perbaiki masalah yang terjadi, dan harus dipastikan bahwa suatu pekerjaan yang perusahaan lakukan dapat membuat konsumen membicarakan produk ke teman mereka. Mereka akan membantu perusahaan, mendorong bisnis perusahaan dan konsumen tersebut akan mengajak konsumen lain untuk menikmati atau mencoba produk atau jasa yang ditawarkan. Word of Mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan dapat membuat konsumen tersebut merasa senang dan puas.

3. Earn trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa

hormat dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang enggan merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan karena ini akan membahayakan citra harga dirinya. Komitmen terhadap informasi yang diberikan, dan buat mereka juga yakin untuk membicarakan tentang produk atau jasa tersebut dengan singkat seperti pesan singkat agar semua orang mudah mengingatnya.

2.1.2.2 Jenis-Jenis Word of Mouth Marketing

Berdasarkan proses terjadinya, word of mouth marketing terdiri dari dua jenis, yaitu (Sumardy, dkk., 2010:68) :


(33)

1. Organic word of mouth marketing

Organic word of mouth marketing adalah pemasaran dari mulut ke mulut

yang terjadi secara alami. Konsumen yang merasa senang dan puas pasca melakukan pembelian terhadap suatu produk, memiliki hasrat alami untuk menceritakan pengalaman dan antusiasme mereka kepada konsumen lainnya. 2. Amplified word of mouth marketing

Amplified word of mouth marketing adalah pemasaran dari mulut ke mulut

yang terjadi ketika pemasar telah melakukan kampanye yang dirancang untuk mempercepat terjadinya pemberitaan dari mulut ke mulut pada konsumen.

Berdasarkan sifat informasi yang disampaikan, word of mouth terbagi dua yaitu positive word of mouth dan negative word of mouth (Buttle, 1998). Positive

word of mouth adalah sebagai respon positif dari kepuasan yang dirasakan oleh

konsumen pasca melakukan pembelian yang menyebarluaskan berita-berita yang baik tentang suatu produk dan merekomendasikannya kepada orang lain. Menurut Sumardy, CEO Buzz and Co, satu-satunya cara untuk menghasilkan word of

mouth yang positif adalah sebagai berikut

1. Pemasar harus dengan serius memfokuskan usaha pemasarannya dengan melibatkan konsumen-konsumen yang puas dengan kinerja produk.

2. Mengelola konsumen yang puas dengan kinerja produk dalam sebuah komunitas yang khusus dan eksklusif.

3. Menciptakan alat agar konsumen lebih sering menceritakan hal-hal positif tentang produk.


(34)

Sebaliknya, negative word of mouth disebabkan oleh ketidakpuasan konsumen pasca melakukan pembelian sehingga konsumen tersebut cenderung menyebarluaskan keburukan dari suatu produk. Adapun cara yang dapat ditempuh oleh pemasar untuk menghindari negative word of mouth adalah sebagai berikut : 1. Setiap masalah yang ditimbulkan negative word of mouth tidak boleh

diselesaikan secara hukum.

2. Menetralisir negative word of mouth dengan menciptakan produk yang bernilai dan kualitatif.

Godes dan Mayzlin (2004) mengemukakan ada dua dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur word of mouth, yaitu :

1. Volume : berapa banyak word of mouth yang ada dalam lingkungan

pemasaran merupakan sesuatu yang sangat penting diketahui. Elemen pengukuran ini dapat dianalogikan sebagai frekuensi, yakni seberapa sering orang membicarakan atau merekomendasikan suatu produk.

2. Dispersion : elemen ini mendefinisikan sebagai tingkat di mana percakapan

tentang produk mengambil tempat dalam komunikasi yang luas. Apakah penyebaran word of mouth dalam komunikasi yang sejenis saja sudah dapat mencapai di luar komunikasi sejenis. Elemen pengukuran ini dapat dianalogikan sebagai jangkauan, yakni berapa banyak orang dari kalangan yang berbeda membicarakan suatu produk.

Adapun hubungan dari kedua elemen pengukuran word of mouth di atas yaitu tingkat penyebaran (dispersion) informasi suatu produk melalui word of


(35)

2.1.2.3 Pemimpin Opini (Opinion Leader)

Pemimpin opini adalah orang-orang yang dikumpulkan oleh perusahaan dan mendorong mereka menyebarluaskan informasi tentang sebuah produk atau jasa kepada orang lain dalam komunitas mereka. Seorang pemimpin opini adalah haruslah mereka yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai produk sehingga dapat menyampaikan informasi dengan jelas kepada konsumen. Seorang pemimpin opini juga harus memiliki keahlian dalam menciptakan komunikasi persuasif guna mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (Kotler dan Amstrong, 2008: 129). Gladwell dalam Kotler dan Keller (2009: 259) menyebutkan ada tiga hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin opini agar mampu menyebarkan ide suatu produk layaknya wabah virus, yaitu :

1. Maven : yaitu orang yang mengerti tentang hal besar dan kecil produk.

2. Penghubung : yaitu orang yang pengetahuannya luas dan mudah berkomunikasi atau bergaul dengan orang lain.

3. Wiraniaga : yaitu orang yang memiliki kekuatan persuasif alami.

Peranan seorang opinion leader sangat dibutuhkan dalam pemasaran dari mulut ke mulut (word of mouth marketing) karena dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap suatu produk. Seorang

opinion leader ada yang diutus langsung oleh perusahaan, seperti agen penjualan,

dan konsumen selain berperan sebagai pengguna juga berperan sebagai opinion

leader.

Konsumen yang memiliki pengalaman yang baik ketika menggunakan suatu produk dapat berkontribusi besar terhadap perusahaan dimana konsumen


(36)

tersebut dapat dijadikan sebagai opinion leader yang menguntungkan karena akan menyebarluaskan hal-hal yang baik tentang produk sekaligus merekomendasikannya kepada orang lain. Jika hal positif ini terus berlanjut, maka informasi tentang produk dapat mewabah dengan cepat seperti virus di lingkungan konsumen berada dan kemungkinan jumlah konsumen baru bertambah dan penjualan perusahaan pun akan semakin meningkat.

Jenis-jenis dampak pemasaran dari mulut ke mulut terhadap penerima menurut Rangkuti (2009:95) adalah sebagai berikut :

1. Konsumsi (consumptions) : penerima pesan langsung mengkonsumsi pesan yang disampaik\an oleh lawan bicaranya dan membentuk sebuag kesan mengenai merek atau produk, tetapi tidak melakukan tindakan lanjutan.

2. Penyelidikan (inquiries) : penerima pesan lebih banyak mencari informasi setelah mengkonsumsi pesan tersebut.

3. Konversi (conversions) : penerima pesan melakukan tindakan yang diinginkan pemasar setelah mengkonsumsi pesan tersebut.

4. Penyampain (relays) : penerima pesan mendistribusikan kembali pesan tersebut.

5. Penciptaan ulang (re-creations) : penerima menciptakan sebuah pesan baru setelah mengkonsumsi pesan tersebut.

Berdasarkan jenis-jenis dampak pemasaran dari mulut ke mulut di atas, Rangkuti (2009 : 96) menetapkan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur word of mouth, yaitu indikator lawan bicara yang terdiri dari :


(37)

a. Indikator lawan atau teman bicara 1. Keahlian lawan bicara

2. Kepercayaan terhadap lawan bicara 3. Daya tarik lawan bicara

4. Kejujuran lawan bicara 5. Objektivitas lawan bicara 6. Niat lawan bicara

b. Tindakan penerima pesan setelah melakukan pembicaran 1. Konsumsi pesan

2. Pencarian informasi 3. Konversi

4. Penyampaian kembali 5. Penciptaan ulang pesan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Barry J. dkk. (2005), mereka mengukur word of mouth dengan indikator sebagai berikut :

1. Kemauan konsumen dalam membicarakan hal-hal positif tentang kualitas pelayanan perusahaan kepada orang lain.

2. Kemauan konsumen untuk merekomendasikan produk yang digunakannya kepada orang lain.

3. Sebagai masukan atau dorongan terhadap teman atau relasi-relasi lainnya untuk melakukan pembelian terhadap jasa perusahaan.


(38)

2.1.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) 2.1.3.1 Definisi Persepsi (Perceived)

Persepsi menurut Harrel (1986) dalam Morrisan (2010:96) adalah : “the

process by which an individual receives, select, organize and interprets

information to create a meaningful picture of the world”. Artinya, proses yang

digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Sedangkan Morrisan dalam buku yang sama, mendefenisikan persepsi sebagai suatu proses individual yang sangat bergantung pada faktor-faktor internal, seperti kepercayaan, pengalaman, kebutuhan, suasana hati (mood), dan harapan serta karakteristik stimulus (ukuran, warna, intensitas) dan konteks dimana stimulus itu dilihat dan didengar.

Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga bergantung pada keadaan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Setiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda atas produk yang sama karena dipengaruhi oleh proses persepsi yang dialami masing-masing individual.

2.1.3.2 Definisi Kualitas (Quality)

Tingginya persaingan antar perusahaan di pasar membuat para pemasar harus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya agar tetap mampu memenuhi kepuasan pelanggan. Ketika kepuasan pelanggan terpenuhi maka posisi perusahaan di pasar tersebut bisa dikatakan aman dan akan tetap mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan pesaingnya tetapi dengan syarat bahwa


(39)

kualitas yang dipenuhi harus dilihat dari sudut pandang pelanggan. Seperti teori yang dikemukakan oleh Welch dalam Laksana (2008:88), kualitas merupakan jaminan terbaik atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat dalam menghadapi persaingan dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan pendapatan yang langgeng.

Perkumpulan Amerika untuk Kualitas (The American Society for Quality) mendefinisikan kualitas sebagai karakteristik produk baik barang maupun jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau tersirat. Sedangkan menurut Lovelock dalam Laksana (2008:88) kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Menurut Garvin dalam Tjiptono dan Gregorious (2005: 130-131), produk memiliki delapan dimensi kualitas yang bisa digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik, yaitu :

1. Kinerja (Performance) : karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli serta kemampuan dalam menjalankan fungsi dari produk tersebut. 2. Tampilan (Feature) : aspek performasi yang berguna untuk menambah fungsi

dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.

3. Keandalan (Reliability) : kemungkinan bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada produk, maka produk tersebut semakin dapat diandalkan.


(40)

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance) : sejauh mana karakteristik desain, kinerja, dan mutu memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (Durability) : berapa lama produk dapat bertahan dan terus digunakan sebelum harus diganti. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis.

6. Pelayanan (Serviceability) : kemudahan layanan atau reparasi produk ketika dibutuhkan, tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi dan ketersediaan komponen.

7. Estetika (Esthetic) : daya tarik produk terhadap panca indera dan merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai yang estetika yang berhubungan dengan harapan konsumen terhadap kualitas ptoduk.

8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality) : penilaian pelanggan terhadap mutu dan kualitas produk yang disesuikan dengan apa yang diharapkan pelanggan.

2.1.3.3 Definisi Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Pengertian persepsi kualitas menurut Schiffman dan Kanuk (1997:23) yang dikutip oleh Wijaya, dkk., (2013) adalah sebagai berikut : “Perception is the

process by which an individual select, Organizes, and interprets stimuli into a

meaningful and coherent picture of the world”. Pengertian inti dari definisi

tersebut terkandung tiga aspek mendasar dalam persepsi kualitas, yaitu: seleksi, organisasi, dan interpretasi. Sedangkan kata stimuli adalah suatu input yang


(41)

mempengaruhi indera manusia. Dalam hal ini konsumen melihat stimuli antara lain produk, pengemasan, iklan, dan lainnya. Studi mengenai persepsi berkaitan dengan pemahaman konsumen terhadap apa yang ditambahkan atau dikurangi dari input yang diterima melalui sensory receptor, yang dikenal sebagai panca indera, untuk menghasilkan gambaran pribadi mengenai suatu produk. Dengan kata lain, persepsi kualitas berkaitan dengan bagaimana konsumen melihat dan menilai suatu produk berdasarkan tampilan fisik maupun kinerjanya.

Adapun menurut Durianto (2004:96) perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Lebih lanjut Cleland dan Bruno dalam Simamora (2002:73) mengemukakan tiga prinsip tentang persepsi terhadap kualitas yaitu:

1. Kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap suatu produk mencakup tiga aspek utama yaitu produk, harga, dan nonproduk.

2. Kualitas ada kalau bisa di persepsikan oleh konsumen. 3. Perceived quality diukur secara relatif terhadap pesaing.

Jadi, dari beberapa definisi persepsi kualitas di atas dapat disimpulkan bahwa perceived quality merupakan cerminan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek yang didasarkan pada evaluasi subyektif pelanggan terhadap keseluruhan nilai-nilai suatu produk yang diberikan oleh perusahaan dan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Apabila

perceived quality dari suatu merek tinggi, maka kemungkinan besar program


(42)

a. Perceived quality Menghasilkan Nilai

Secara umum perceived quality dapat menghasilkan nilai- nilai sebagai berikut:

1. Alasan untuk membeli

Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan seorang konsumen sangat dipengaruhi oleh perceived quality suatu merek yang telah ada di benak konsumen, sehingga seringkali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari merek yang akan dibelinya. 2. Differensiasi atau posisi

Pada saat informasi yang objektif tidak tersedia tentang suatu merek produk, maka perceived quality menjadi sangat berguna dalam memenuhi pendapat konsumen.

3. Harga Premium

Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan premium price (harga premium). Perceived quality dapat meningkatkan tingkat pengembalian ROI (return on investment) sejalan dengan pengembangan dan perluasan merek yang inovatif yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggannya.

4. Perluasan saluran distribusi

Para pengecer akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk/ merek dengan perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat memperluas distribusi dari merek tersebut.


(43)

5. Perluasan merek

Merek dengan perceived quality yang kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka ragam. Produk dengan

perceived quality kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih

besar dibandingkan dengan produk yang perceived quality-nya lemah. b. Membangun Persepsi Kualitas Yang Kuat

Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk akan berbeda-beda berdasarkan pikiran dan faktor lingkungan yang memperngaruhinya. Ada konsumen yang mempersepsikan kualitas produk dari bentuk kemasannya. Ada juga konsumen yang mempersepsikan kualitas dari harga produknya. Dalam rentang harga tertentu untuk suatu produk, konsumen mungkin mempunyai persepsi bahwa harga yang lebih mahal mencerminkan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, konsumen mungkin mempunyai persepsi harga yang lebih murah mencerminkan kualitas yang kurang baik (Setiadi, 2003:177). Setiadi juga mengungkapkan bahwa persepsi kualitas yang kuat, selain melalu desain kemasan dan penetapan harga produk, juga dapat dibangun melalui citra merek yang dimiliki suatu perusahaan.

Menurut Aaker dalam Durianto, dkk., (2004:104) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality, seperti :

1. Komitmen terhadap kualitas : perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan.


(44)

2. Budaya kualitas : komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

3. Informasi masukan dari pelanggan : pada akhirnya dalam membangun persepsi kualitas, pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Untuk mesin cuci, misalnya para pimpinan memperkirakan bahwa proses pencucian dan tambahan aksesoris lainnya adalah hal yang dipedulikan pelanggan, padahal mereka lebih peduli pada aspek kemudahan membersihkan dan penampilan mesin.

4. Sasaran atau standar yang jelas : sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan perusahaan itu sendiri.

5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif : karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas pelayanan.


(45)

2.1.4 Perilaku Konsumen (Customer Behaviour)

Menurut Morrisan (2010:84), pengertian dari perilaku konsumen (customer behaviour) adalah : “the process and activities people engage in when

searching for, selecting, purchasing, using, evaluating and disposing of products

and services so as to satisfy their needs and desires”. Artinya, proses dan kegiatan

yang terlibat ketika orang mencari, memilih, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

Adapun The American Marketing Association dalam Setiadi (2003:3) mendefenisikan perilaku konsumen (customer behaviour) sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat tiga ide penting dalam perilaku konsumen (customer behaviour), yaitu : 1. Perilaku konsumen adalah dinamis, yang berarti bahwa perilaku seorang

konsumen ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antar afeksi dan kognisi, yaitu perilaku dan kejadian di lingkungannya.

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran. Ide ini merupakan bagian yang terakhir dalam konsep perilaku konsumen yang mengharuskan para pemasar dalam peranannya untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.


(46)

Setiadi (2003:414) mengemukakan bahwa inti dari pengambilan keputusan adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya sehingga dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan dipandang sebagai pemecahan masalah.

Perilaku konsumen (customer behaviour) sangat perlu dipelajari karena mempunyai manfaat sebagai berikut (Sunyoto, 2012:252) :

1. Membantu para manajer dalam pengambilan keputusannya.

2. Memberikan pengetahuan kepada para peneliti pemasaran dengan dasar pengetahuan analisis konsumen.

3. Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa. 4. Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian yang lebih

baik.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Memahami perilaku konsumen (customer behaviour) dari pasar sasaran merupakan tugas penting dari manajemen pemasaran. Untuk memahami hal itu, terlebih dahulu pemasar harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen itu sendiri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:

1. Faktor-faktor Kebudayaan

a. Kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang.


(47)

b. Sub-budaya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.

c. Kelas Sosial. Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa.

2. Faktor-faktor Sosial

a. Kelompok Referensi. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

b. Keluarga. Kita dapat membedakan dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Pertama, keluarga orientasi yaitu orangtua seseorang. Kedua, keluarga prokreasi yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga, merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat.

c. Peran dan Status. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya, seperti keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. 3. Faktor-faktor Pribadi


(48)

Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Orang-orang dewasa biasanya mengalami perubahan atau transformasi tertentu pada saat mereka menjalani hidupnya.

b. Pekerjaan

Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu. c. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap pengeluaran.

d. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang.

e. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang yang memandang responnya terhadap lingkungan yang relatif konsisten.

4. Faktor-faktor Psikologi a. Motivasi

Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, sedangkan kebutuhan-kebutuhan lain bersifat psikogenik, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu.


(49)

b. Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini.

c. Proses Belajar

Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

d. Kepercayaan dan Sikap

Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

2.1.5 Keputusan Pembelian

Pengambilan keputusan melibatkan beberapa pilihan alternatif karena keputusan selalu mensyaratkan adanya pilihan di antara perilaku yang berbeda. Pengaruh kognisi juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan, seperti pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang diaktifkan dari ingatan serta proses pemahaman terhadap informasi yang didapatkan dari lingkungan. Adapun inti dari pengambilan keputusan konsumen (comsumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya (Setiadi, 2003:16).

Sunyoto (2012:279-281) mengemukakan bahwa konsumen akan melalui beberapa tahapan dalam proses pengambilan keputusan dari sebelum melakukan pembelian sampai ke pasca pembelian, yang dikonseptualisasikan dalam model


(50)

lima tahap proses membeli. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Sumber : Sunyoto (2012)

Gambar 2.1

Model Lima Tahap Proses Membeli

Secara lebih rinci, model lima tahap proses membeli tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pengenalan Kebutuhan.

Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses pengambilan keputusan, di mana konsumen menyadari adanya suatu masalah yang menimbulkan kebutuhan dan ia termotivasi untuk menyelesaikan masalah atau memenuhi kebutuhan itu.

2. Pencarian Informasi.

Tahap ini merupakan tahap di mana konsumen ingin mencari lebih banyak informasi tentang produk yang diinginkan; konsumen mungkin hanya memperbesar perhatian atau melakukan pencarian informasi secara aktif. Pencarian informasi dapat dibagi ke dalam dua tingkat, yaitu pencarian internal (internal search) dan pencarian eksternal (external search).

Pencarian internal (internal search), yaitu tingkatan pencarian informasi di mana konsumen berusaha untuk menggali informasi yang ada dalam ingatan, yaitu mengingat pengalaman masa lalu dan/atau pengetahuan yang sudah dimiliki. Jika pencarian internal dan perhatian yang menguat masih belum Pengenala

n masalah

Pencarian informasi

Evaluasi alternatif

Perilaku pasca pembelian Keputusan


(51)

memberikan informasi yang cukup, maka konsumen akan mencari tambahan informasi melalui pencarian eksternal (external search), yaitu mencari informasi secara aktif (Morrisan, 2010:93-94).

Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber, di antaranya adalah :

a. Sumber pribadi : seperti keluarga, teman, tetangga, kenalan.

b. Sumber komersial : seperti iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko.

c. Sumber publik : seperti media massa, organisasi penentu peringkat konsumen.

d. Sumber pengalaman : seperti penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.

3. Evaluasi alternatif

Evaluasi alternatif adalah tahap keputusan pembelian di mana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek produk alternatif yang ada yang diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi dan memuaskan kebutuhan atau motif yang mengawali proses keputusan pembelian tersebut. Setelah konsumen melakukan identifikasi sejumlah merek dan memasukkannya ke dalam daftar pilihan, maka tahap selanjutnya adalah mengevaluasi berbagai merek itu. Kegiatan ini membandingkan alternatif pilihan atas kriteria spesifik yang penting bagi konsumen. Kriteria evaluatif adalah dimensi atau atribut dari suatu produk yang digunakan oleh konsumen untuk membandingkan alternatif yang tersedia yang berbeda satu sama lain.


(52)

Beberapa konsep dasar yang dapat membantu pemasar memahami proses evaluasi konsumen, yaitu (Morrisan, 2010:101) :

a. Konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan.

b. Konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan.

4. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian konsumen merupakan tahap selanjutnya setelah adanya niat atau keinginan untuk membeli; namun keputusan pembelian tidaklah sama dengan pembelian yang sebenarnya (actual purchase).

Kotler dan Armstrong (2008:181) mengartikan keputusan pembelian sebagai keputusan pembeli untuk memilih dan memutuskan untuk membeli produk apa yang disukainya.

Ada dua faktor yang bisa berada di antara minat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Yaitu, sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin tinggi intensitas sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan mengubah niat pembeliannya.

Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti


(53)

pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, terkadang situasi-situisi yang tidak terantisipasi dapat muncul dan merubah niat pembelian konsumen.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Setelah melakukan pembelian konsumen dapat merasakan kepuasan atau mungkin ketidakpuasan. Hal ini menarik bagi produsen untuk memperhatikan tindakan konsumen setelah melakukan pembelian. Konsumen puas, jika produk yang dibelinya memenuhi ekspektasi. Rasa puas akan mendorong konsumen untuk membeli lagi, memberitakan hal-hal yang bagus tentang produk itu kepada orang lain, dan membeli produk lain dari perusahaan. Sebaliknya, konsumen akan tidak puas jika produk yang dibelinya tidak memenuhi ekspektasi. Ketidakpuasan akan menghilangkan minat konsumen untuk melakukan pembelian lagi dan memberitakan hal-hal yang buruk tentang produk itu kepada konsumen. Berita dari mulut ke mulut yang buruk sering menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita yang baik. Berita buruk dari mulut ke mulut dapat merusak citra perusahaan dan produknya di kalangan konsumen.

2.1.6 Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dengan Keputusan Pembelian

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Purba (2010) yang melakukan penelitian tentang “Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut dan Persepsi Kualitas terhadap Keputusan Pembelian pada Pasta Gigi Pepsodent”


(54)

menunjukkan hasil penelitian bahwa variabel pemasaran dari mulut ke mulut berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ratna (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Persepsi Harga, dan Word of Mouth Communication terhadap Keputusan Pembelian Mebel pada CV. Mega Jaya Mebel Semarang” menunjukkan hasil penelitian bahwa variabel word of mouth communication berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

2. Hubungan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) dengan Keputusan Pembelian

Persepsi kualitas dapat mendasari seseorang untuk melakukan keputusan pembelian. Persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.

Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan dan Widiyanto dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Citra Merek, Persepsi Kualitas, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Bandeng Presto” menunjukkan hasil penelitian dimana persepsi kualitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.


(1)

43

4

4

5

4

2

2

2

3

4

4

4

4

4

2

2

4

4

4

44

5

4

4

4

2

2

3

3

4

3

5

4

4

4

4

3

4

4

45

5

5

4

4

4

4

4

4

4

5

4

4

5

4

4

4

4

4

46

4

5

5

3

4

4

5

4

5

5

5

5

5

2

4

3

5

5

47

5

4

4

2

1

1

2

4

3

3

4

2

3

5

3

3

3

3

48

4

4

3

3

2

2

3

3

4

4

3

3

3

3

3

3

3

3

49

4

4

4

4

2

2

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

50

5

4

4

4

4

3

3

4

4

4

4

3

4

4

4

4

4

3

51

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4

52

4

4

4

2

4

4

4

4

4

2

2

3

4

2

4

2

3

3

53

4

4

4

4

2

1

4

4

4

2

2

3

4

4

3

4

4

2

54

4

3

2

3

2

2

3

3

4

4

4

4

4

3

4

4

3

4

55

4

4

4

4

3

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

56

4

4

4

4

4

4

5

5

5

4

4

4

4

4

4

4

4

4

57

4

4

3

5

2

2

3

4

4

4

3

3

3

3

4

3

3

4

58

4

4

4

5

4

5

4

4

4

4

4

4

5

4

3

4

4

4

59

2

3

4

3

2

2

4

4

4

4

4

4

3

3

4

3

4

4

60

4

4

4

3

4

4

3

4

3

3

4

4

4

2

3

3

4

4

61

4

4

4

5

4

4

3

4

4

4

5

5

4

4

4

4

4

4

62

4

5

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

4

3

4

4

3

63

5

4

4

5

5

5

5

4

4

3

4

5

5

3

4

4

5

5

64

4

5

4

4

5

4

4

3

3

4

4

3

5

4

4

4

3

4

65

4

3

3

4

4

4

4

3

4

3

3

3

4

4

4

4

4

4

66

4

4

4

4

4

4

4

4

4

5

5

4

4

3

3

4

4

4

67

5

5

5

5

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4

3

4

68

4

3

3

3

3

3

4

4

4

3

3

3

3

4

4

4

3

3

69

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

70

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

3

4

4

3

3

3

71

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

72

5

5

5

5

5

4

5

5

4

5

5

5

5

5

5

4

4

4

73

5

4

4

4

4

4

4

4

4

4

3

3

3

4

4

4

4

4

74

5

4

4

5

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

75

4

4

4

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

76

4

4

4

4

4

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4

77

4

5

5

4

4

3

5

5

4

4

4

4

3

4

4

4

4

4

78

4

4

4

4

4

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

3

4

4


(2)

LAMPIRAN 3

HASIL UJI ASUMSI KLASIK

1.

UJI NORMALITAS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 86

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 1.47179234

Most Extreme Differences Absolute .105

Positive .067

Negative -.105

Kolmogorov-Smirnov Z .971

Asymp. Sig. (2-tailed) .302


(3)

2.

UJI HETEROKEDASTISITAS

3.

UJI MULTIKOLINEARITAS

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.285 .900 1.428 .157

WOM .009 .037 .033 .245 .807

Perceived -.010 .039 -.035 -.261 .795

a. Dependent Variable: absut

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 9.844 1.620 6.078 .000

WOM .079 .066 .137 1.191 .237 .662 1.511

Perceived .261 .070 .430 3.737 .000 .662 1.511


(4)

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS REGRESI LINEAR BERGANDA

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 68.899 2 34.449 15.529 .000a

Residual 184.125 83 2.218

Total 253.023 85

a. Predictors: (Constant), Perceived, WOM b. Dependent Variable: Keputusan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 9.844 1.620 6.078 .000

WOM .079 .066 .137 1.191 .237

Perceived .261 .070 .430 3.737 .000

a. Dependent Variable: Keputusaan

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Perceived,

WOMa . Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Keputusaan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .522a .272 .255 1.48942


(5)

CROSSTAB

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kelamin * umur 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kelamin * jurusan 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kelamin * stambuk 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kelamin * pembelian 86 100.0% 0 .0% 86 100.0%

kelamin * umur Crosstabulation

Count

umur

Total

18-20 18-21 21-22 21-23 23-24 23-34

kelamin Laki-laki 1 0 6 1 1 0 9

Perempuan 53 1 21 0 1 1 77

Total 54 1 27 1 2 1 86

kelamin * jurusan Crosstabulation

Count

jurusan

Total

Akuntansi Ekonomi P Manajemen manajemen

kelamin Laki-laki 1 0 7 1 9

Perempuan 30 17 30 0 77

Total 31 17 37 1 86

kelamin * stambuk Crosstabulation


(6)

kelamin * pembelian Crosstabulation

Count

pembelian

Total

1-5 6-10 Lebih dari 11

kelamin Laki-laki 7 0 2 9

Perempuan 44 19 14 77


Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Experiential Marketing,Perceived Quality Dan Advertising Terhadap Keputusan Pembelian Produk Luwak White Koffie Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

1 71 120

Pengaruh Service Quality(Kualitas Pelayanan) Terhadap Word Of Mouth (Komunikasi Mulut Ke Mulut) Di Sektor Pelayanan Kesehatan

1 93 96

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan dan Word of Mouth Mahasiswa Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU

5 66 149

Pengaruh Perceived Quality, Brand Association, dan Brand Loyalty Terhadap Keputusan Pembelian Pasta Gigi Merek Pepsodent Pada Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

1 38 124

Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Pasta Gigi Pepsodent (Studi Kasus Mahasiswa Politeknik Negeri Medan)

3 47 109

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 9 123

Hubungan antara Komunikasi dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Comunication) dengan Keputusan Pembelian.

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 7

Analisis Pengaruh Experiential Marketing,Perceived Quality Dan Advertising Terhadap Keputusan Pembelian Produk Luwak White Koffie Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 15