91 Pada pemodelan banjir ini dilakukan editing data geometrik potongan melintang,
dan Koefisien Manning seperti terlihat pada Gambar 45.
Gambar 45. Penampang melintang Cross section dan nilai Koefisien Manning Setelah skenario aliran permukaan tetap dijalankan pada kondisi aliran tetap
steady flow akan tergambar pola aliran berdasarkan perpotongan melintang dan ketinggian aliran banjir. Hasil yang diperoleh berupa distribusi genangan banjir
sebagaimana terlihat pada Gambar 46.
Gambar 46. Perspektif 3 dimensi sumbu x-y-z sebaran banjir
92 Setelah diperoleh pesektif distribusi genangan, maka dapat disusun peta
distribusi genangan yang terjadi seperti terlihat pada Gambar 47. Pada gambar tersebut terlihat distribusi banjir di sekitar Bajir Kanal Barat. Distribusi tersebut
mengikuti kontour yang tergambar dalam DEM. Distribusi ini merupakan hasil pengolahan data dengan menggunakan HEC GeoRAS.
Gambar 47. Distribusi genangan hasil analisa HEC GeoRas
4.2 Verifikasi dan Validasi Model
Hasil pemodelan genangan banjir pasang perlu dilakukan validasi untuk melihat tingkat akurasi hasil pemodelan yang dibuat. Verifikasi model dilakukan
dengan membandingkan hasil pemodelan dengan data sekunder yang diperoleh Helmi et. al. 2009. Berdasarkan data tersebut, diperoleh titik–titik genangan
banjir pasang di beberapa lokasi yang rentan terhadap genangan. Metode yang dilakukan adalah menumpangsusunkan peta hasil pemodelan dengan data
sekunder yang berupa titik. Hasil tumpang susun menunjukkan sebanyak 21 titik dari 29 titik lokasi masuk ke dalam titik yang terkena banjir pasang seperti terlihat
pada Tabel 17. Dengan demikian, maka secara persentase, dapat disimpulkan bahwa hasil pemodelan pemetaan genangan mempunyai akurasi sebesar 72.
Verifikasi dan validasi model banjir dilakukan dengan menumpansusunkan peta banjir yang dirilis oleh Bappeda dengan hasil pemodelan. Pada peta banjir
yang diterbitkan oleh Bappeda dipilih lokasi DAS yang berhimpitan dengan lokasi
1 1
2 Km
Genangan Banjir Hasil Modelling Genangan Banjir menurut Bappeda
Laut Jaringan Sungai
430000
430000 432500
432500 435000
435000 437500
437500 9
2 2
7 5
9 2
2 7
5 9
2 3
9 2
3
93 kajian. Hasil tumpang susun antara peta hasil pemodelan dan peta Bappeda dapat
dilihat pada Gambar 48. Tabel 17. Lokasi banjir pasang berdasarkan hasil uji lapangan dibandingkan
dengan distribusi genangan banjir pasang hasil pemodelan
NO NAMA LOKASI
Posisi Keterangan X Y
Masuk Tidak
1 Jl Kali gawe depan tugu gentong 442256
9231351 V
2 Jl Kali gawe depan PT Alfa Ajimotorindo 441278
9230973 V
3 Pertigaan Kaligawe, Raden Patah 438141
9230526 V
4 Terminal terboyo
440570 9231745 V
5 LIK Bugangan
439981 9230816
V 6 Jl Raden Patah, Depan SMP Karang Turi
437891 9230283
7 Jl Citarum Pertigaan Jl Sedane 437701
9229530 V
8 Pasar Johar, depan Matahari 436486
9229418 V
9 Jl Ronggowarsito, dekat rel kereta 437147
9230525 V
10 Jl. Ronggowarsito, dekat sekolah suster St
Fransiscus 437148 9230082
V 11 Jl. Mpu Tantular
436465 9230296
V 12 Pos
IV Pelabuhan 437036
9231409 V
13 Pos II
Pelabuhan 436373
9231076 V
14 Pos I
Pelabuhan 435927 9231034
V 15 Kelurahan
Bandar harjo
435673 9230981 V
16 Kelurahan Bandar
harjo 435537 9230864
V 17 Kelurahan
Bandar harjo
435555 9231087
V 18 Kelurahan
Bandar harjo
435752 9230477 V
19 Kelurahan Bandar
harjo 436125 9230231
V 20 Tanah
Mas 434938
9230743 V
21 Tanah Mas
435005 9230281 V
22 Tanah Mas
434939 9229969 V
23 Jl Hasanudin Pertigaan depan Hasanudin
Motor 435049 9229859
V 24 Jl Hasanudin depan toko Prima Utama
435049 9229748
V 25 Perumahan
Indra Prasta
434607 9229748
V 26
Jl Arteri Utara depan Perum. Family Residence 433170
9230851 V
27 Jl Arteri Utara depan gudang peti kemas 435047
9231296 V
28 Jl Madu Koro, Kompleks Kantor pemerintah 433332 9230404
V 29 PRPP
Jateng 432589 9230338
V Jumlah lokasi berdasarkan kesesuaian antara lapangan dan model
21 8
Keterangan: Sistem Koordinat XY menggunakan UTM Pada Zona 49 Selatan
94
Gambar 48. Hasil pemodelan biru tua dibandingkan peta banjir Bappeda hijau muda
Berdasarkan hasil perhitungan tabulasi diperoleh luas lokasi yang tergenang akibat banjir sebesar 98,8 Ha yang tersebar di du kecamatan yaitu Semarang Utara
dan Semarang Barat. Sedangkan untuk peta banjir keluaran Bappeda untuk lokasi sekitar DAS Kreo tercatat 65,7 Ha. Dengan mendasarkan pada kedua data
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemodelan menggunakan HEC-RAS memberikan akurasi sebesar 66,4.
4.3 Analisis Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Genangan
Kerugian ekonomi akibat genangan banjir pasang dapat dihitung dengan menghitung luas genangan per satuan luas penggunaan lahan. Penggunaan lahan
berasosiasi dengan suatu nilai ekonomis tertentu Ward et al. 2011. Estimasi nilai kerugian akibat genangan dihitung dengan menghitung luas penggunaan
lahan dalam satuan hektar. Nilai ini merupakan nilai estimasi yang berdasarkan studi pustaka. Jenis permukiman dapat dibedakan menjadi 2 yaitu permukiman
seragam dan permukiman tidak seragam. Estimasi nilai permukiman seragam adalah Rp. 14,7 M €1,2 juta per hektar, sedangkan permukiman tidak seragam
adalah Rp. 12,255 M €1 juta per hektar, pada penelitian ini digunakan estimasi nilai bangunan tidak seragam. Untuk penggunaan lahan pertanian memiliki
estimasi nilai Rp. 980 juta €80.000 per hektar Marfai dan King, 2008, Ward et al. 2011. Nilai aset lainnya bisnis area Rp. 30,6 M €2,5 juta, tambak Rp. 1,16
9 2
3
9 2
2 7
5 437500
437500
435000 435000
432500 432500
430000 430000
9 2
3
9 2
2 7
5
95 M €95.000; lahan terbuka Rp. 20,83 juta € 1.700 DGME 2004; Marfai dan
King 2008. Nilai ini hanya merupakan nilai pendekatan, bukan merupakan nilai pasar suatu penggunaan lahan.
Keterangan: 2010
Prediksi potensi kerugian ekonomi pada tahun 2010 2030
Prediksi potensi kerugian ekonomi pada tahun 2030 2030_sub
Prediksi potensi kerugian ekonomi pada tahun 2030 dengan faktor amblesan tanah
Gambar 49. Nilai potensi kerugian ekonomi akibat genangan pada skenario minimum dan maksimum pada tahun 2030.
Gambar 49 menunjukkan bahwa nilai kerugian akibat kenaikan muka air laut mencapai Rp. 28,0 T pada skenario optmis dan meningkat menjadi Rp. 28,72
T pada skenario maksimum. Peningkatan yang signifikan terlihat pada skenario adanya amblesan tanah. Fenomena amblesan tanah memberikan pengaruh yang
luas terhadap nilai kerugian akibat genangan. Secara ekonomis nilai kerugian terbesar ada pada jenis penggunaan lahan permukiman. Hal ini dikarenakan nilai
ekonomi permukimanarea terbangun hamper 10 kali lipat dari nilai ekonomi penggunaan lahan lainnya. Pada skenario minimum tercatat 18.157 unit
bangunan akan tergenang dengan kerugian Rp. 4,97 T dan pada skenario maksimum sebanyak 26.516 unit bangunan tergenang dengan kerugian Rp. 6,13
T. Sedangkan nilai potensi kerugian terbesar kedua adalah pada penggunaan
96 lahan tambak, tercatat potensi kerugian meningkat dari Rp. 0,66 T pada skenario
minimum menjadi Rp. 2,28 T pada skenario maksimum.
4.4 Analisa Indek Kerentanan Terhadap Genangan
Kerentanan terhadap genangan merupakan suatu kondisi dimana suatu lokasi akan mudah untuk terkena genangan akibat kenaikan muka air laut dan banjir.
Analisia kerentanan dilakukan dengan unit analisa berupa satuan kelurahan. Masing-masing kelurahan memiliki suatu nilai kerentanan tertentu. Semakin besar
nilai indek kerentanan suatu kelurahan maka tingkat kerentanan kelurahan tersebut semakin tinggi untuk terkena dampak genangan akibat kenaikan muka air laut dan
amblesan tanah. Indikator yang digunakan untuk menentukan kerentanan suatu kelurahan adalah 8 delapan indikatorseperti terlihat pada Tabel 18 yaitu 1
persentase jaringan jalan yang tergenang banjir pasang, 2 persentase luas lahan terbangun yang tergenang akibat banjir pasang, 3 sumber air bersih yang
digunakan oleh warga, 4 jumlah dan kepadatan penduduk, 5 tingkat kemiskinan, 6 daerah perlindungan setempat yang berupa sempadan pantai dan
7 sempadan sungai, serta 8 persentase luas ruang terbuka hijau. Tabel 18. Indikator yang digunakan untuk mendefinisikan kerentanan
dan bobotnya
V Kerentanan
Bobot
B1 Jaringan jalan
0,20 B2 Persentasi
lahan terb angun
0,20 B3 Sumber
Air Minum
0,05 B31
Baik 0,10
B32 Sedang 0,20
B33 Buruk
0,30 B34 Tidak
ada Layanan
0,40 B4 Kepadatan
penduduk 0,05
B5 Kemiskinan
0,10 B6 Kawasan
sempadan pantai
0,10 B7
Kawasan sempadan sungai 0,10
B8 Persentase tutupan mangrovekawasan resapan air
0,20
Sumber: ACCCRN, 2010, Miladan, 2009, dengan modifikasi
a. Jaringan Jalan
Skor kerentanan jaringan jalan diperoleh dari persentase jaringan jalan yang rentan terhadap genangan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data jaringan
jalan . Semakin besar persentase jalan yang terkena genangan banjir pasang di
97 suatu kelurahan maka semakin besar nilai indek kerentanan suatu kelurahan.
Sebaran genangan menggunakan hasil kajian yaitu genangan pada tahun 2010 dan genangan pada tahun 2030. Skor jaringan jalan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Skor jaringan jalan
No Jaringan Jalan Skor
nilai indikator
1 Jalan tergenang 25
0,25 2
Jalan tergenang 25-50 0,50
3 Jalan tergenang 50-75
0,75 4
Jalan tergenang 75 1,00
Sumber : ACCCRN 2010 Miladan 2009 dengan modifikasi Perhitungan jalan yang tergenang dilakukan dengan menggunakan metode
overlay antara peta genangan tahun 2010 dan peta genangan tahun 2030. Perhitungan panjang jalan yang tergenang dilakukan untuk setiap kelurahan,
sehingga diperoleh persentase jalan yang tergenang oleh air laut akibat kenaikan muka air laut dan amblesan tanah.
b. Lahan Terbangun
Lahan terbangun merupakan lahan yang telah berdiri suatu bangunan. Pada penelitian ini dihitung setiap bangunan secara individu dengan menggunakan
bantuan Citra IKONOS tahun 2009. Hasil interpretasi dioverlay dengan peta sebaran banjir pasang tahun 2010 dan tahun 2030, sehingga diperoleh persentase
lahan terbangun yang terkena banjir pasang pada tahun 2010 dan 2030. Nilai skor lahan terbangun dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Skor lahan terbangun
No Lahan Terbangun Skor
nilai indikator
1 Lahan terbangun tergenang 25
0,25 2
Lahan terbangun tergenang 25-30 0,50
3 Lahan terbangun tergenang 50-75
0,75 4
Lahan terbangun tergenang 75 1,00
Sumber : ACCCRN 2010 Miladan 2009 dengan modifikasi Hasil interpretasi Citra IKONOS tahun 2009 berupa luasan bangunan yang
terdapat di Kota semarang. Hasil interpretasi dioverlaykan dengan peta sebaran
98 genangan akibat kenaikan muka air laut dan amblesan tanah pada tahun 2010 dan
tahun 2030. Perhitungan dilakukan untuk setiap kecamatan sehingga diperoleh persentase lahan terbangun yang terkena banjir pasang pada tahun 2010 dan 2030.
c. Sumber Air Minum
Indikator sumber air minum dilakukan dengan melihat area cakupan dan sebaran jaringan pipa yang dimiliki oleh PDAM. Asumsi yang digunakan apabila
terlayani oleh jaringan PDAM maka memiliki kerentanan yang tinggi, sedangkan bila tidak tercakup dalam area pelayanan PDAM masuk kategori kerentanan
rendah atau tidak rentan. Peta jaringan pipa PDAM diperoleh dari Bappeda Kota Semarang. Nilai skor sumber air minum dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Skor sumber air minum PDAM
No Sumber Air
Minum PDAM
Skor nilai
indikator
1 Terlayani
1,00 2 Tidak
ada Layanan
0,00
Sumber : ACCCRN 2010 Miladan 2009 dengan modifikasi Sumber air minum yang ada di Kota Semarang dapat digolongkan menjadi
dua yaitu air dari PDAM dan air dari sumur. Lokasi yang terlayani oleh jaringan PDAM maka akan memiliki kerentanan yang tinggi, sedangkan bila tidak tercakup
dalam area pelayanan PDAM masuk kategori kerentanan rendah atau tidak rentan. Lokasi layanan diperoleh dari Peta jaringan pipa PDAM diperoleh dari Bappeda
Kota Semarang. Pada
d. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk diperoleh dari data BPS Kota Semarang tahun 2009. Selain mempertimbangkan jumlah, maka proyeksi jumlah penduduk pada suatu
waktu yang akan datang dapat diperkirakan dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk.
Kelahiran dan perpindahan penduduk di suatu wilayah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan, sedangkan
kematian menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk di wilayah tersebut.
99 Pertumbuhan penduduk suatu wilayah atau negara dihitung dengan
membandingkan jumlah penduduk awal P dengan jumlah penduduk
dikemudian hari P
t
. Tingkat pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan menggunakan rumus secara geometrik. Dengan rumus pertumbuhan geometrik,
angka pertumbuhan penduduk rate of growth atau r sama untuk setiap tahun. Tabel 22. Jumlah penduduk perempuan dan l aki-laki Kota Semarang pada
tahun 2008 dan prediksi jumlah penduduk Tahun 2030
Kecamatan Jumlah Penduduk jiwa
2009 2030 L
P Jumlah
Mijen 24.804
24.119 48.923 32.485 32.485 65.892
Gunungpati 32.720
32.745 65.465 44.103 44.103 88.172
Banyumanik 60.616
61.239 121.855 82.480 82.480 164.121
Gajah Mungkur 30.942
30.726 61.668 41.383 41.383 83.058
Semarang Selatan 42.839
42.752 85.591 57.581 57.581 115.279
Candisari 38.380
39.557 77.937 53.278 53.278 104.970
Tembalang 64.127
62.881 127.008 84.692 84.692 171.061
Pedurungan 81.242
82.320 163.562 110.873 110.873 220.294
Genuk 40.219
40.381 80.600 54.387 54.387 108.557
Gayamsari 35.010
35.772 70.782
48.180 48.180 95.333
Semarang Timur 40.047
41.700 81.747 56.164 56.164 110.101
Semarang Utara 61.366
65.399 126.765 88.083 88.083 170.734
Semarang Tengah 36.086
38.142 74.228 51.372 51.372 99.974
Semarang Barat 79.076
80.349 159.245 108.218 108.218 214.480
Tugu 13.449
13.527 26.976 18.219 18.219 36.333
Ngaliyan 54.534
54.574 109.108 73.503 73.503 146.953
Jumlah 2008 735.457
746.183 1.481.640
1.995.312
2007 722.026
732.568 1.454.594
2006
711.755 722.270
1.434.025
2005 705.627
713.851 1.419.478
2004 695.676
703.457 1.399.133
Sumber: BPS Kota Semarang 2009 dan Pengolahan data 2011 Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2008 menurut Bappeda
dan BPS Kota Semarang adalah sebesar 1.481.640 jiwa, yang terdiri dari 735.457 penduduk laki-laki dan 746.183 penduduk perempuan seperti terlihat
pada Tabel 22. Laju pertumbuhan penduduk di Kota Semarang pada tahun 2008 adalah 1.85. Rata-rata pertumbuhan penduduk dari tahun 2004 sampai 2009
tercatat sebesar 1,6. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 14.458 orang per km
2
, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Mijen dan Kecamatan Tugu, sebesar
850 orang per km
2
. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka penduduk Semarang pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 1.995.312 jiwa.
100
e. Kemiskinan
Semakin tinggi jumlah penduduk miskin di suatu kelurahan, maka akan semakin tinggi nilai kerentanan kelurahan tersebut terhadap bencana. Pengkelasan
jumlah rumah tangga miskin dan skor nilai indikator dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Skor jumlah rumah tangga miskin
No Jumlah Rumah tangga miskin
Skor nilai indikator
1 Rumah tangga miskin 25
0,25 2
Rumah tangga miskin 25-50 0,50
3 Rumah tangga miskin 50-75
0,75 4
Rumah tangga miskin 75 1,00
Sumber : ACCCRN 2010 Miladan 2009 dengan modifikasi Angka kemiskinan diperoleh dari Bappenas 2006 yang mendasarkan pada
data tahun 2005. Berdasarkan jumlah keluarga miskin maka akan diperoleh kelas kerentanan suatu kelurahan terhadap bencana. Semakin tinggi jumlah penduduk
miskin di suatu kelurahan, maka akan semakin tinggi nilai kerentanan kelurahan tersebut terhadap bencana.
f. Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai merupakan salah satu jenis kawasan lindung. Untuk memperoleh zonasi kawasan sempadan pantai dilakukan dengan
menggunakan metode buffering terhadap garis pantai dengan lebar 100 m ke arah darat. Kawasan ini memiliki kerentanan yang tinggi terhadap genangan, karena
kawasan ini berbatasan langsung dengan laut sehingga apabila terjadi kenaikan muka air laut maka lokasi ini yang pertama kali akan terdampak. Nilai skor
sempadan pantai dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Skor daerah sempadan pantai
No Daerah sempadan
pantai Skor
nilai indikator
1 Bukan sempadan pantai
0,00 2
Sempadan pantai 1,00
Sumber : ACCCRN 2010 Miladan 2009 dengan modifikasi