Amblesan Tanah Sistem pendukung keputusan keruangan untuk analisis kerentanan akibat kenaikan muka air laut dan amblesan tanah di Kota Semarang

25 Garis pantai terus berubah karena beberapa faktor seperti tinggi gelombang dan arah, kecepatan angin, kedalaman air, suplai sedimen, penghapusan dan transportasi di sepanjang pantai, kekuatan gelombang, laju perubahan permukaan laut relatif, serta curah hujan dan frekuensi dan intensitas kejadian meteorologi dan iklim ekstrim, termasuk badai. Selain itu ekosistem pesisir juga sangat sensitif terhadap kenaikan suhu permukaan laut, pengasaman laut, intrusi air asin, tabel air naik dan untuk pola limpasan diubah ETC-ACC 2010. Penilaian kerentanan pesisir terhadap perubahan iklim terutama berpusat pada kajian kenaikan permukaan laut relatif dan absolut dan kurang terfokus pada dimensi perubahan iklim lainnya bahkan kurang pada perubahan lingkungan dan sosial-ekonomi non-iklim Nicholls et al., 2008. Sistem pesisir menderita tekanan besar dari efek langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh tekanan manusia disebabkan beberapa faktor seperti populasi, pertumbuhan ekonomi dan perubahan pemanfaatan lahan. Dengan demikian, secara umum, penilaian kerentanan pesisir harus mengadopsi pendekatan terpadu dengan mempertimbangkan perkembangan iklim dan non-iklim akibat perubahan lingkungan, sosial-ekonomi dan saling interaksi antara faktor-faktor ini. Analisis dipisahkan berdasarkan setiap tipologi penyebab perubahan iklim yaitu faktor lingkungan dan sosial-ekonomi lainnya. Pendekatan yang digunakan benar-benar atau sebagian terpadu atau penyebab khusus berfokus pada perubahan iklim. Ekosistem pesisir alami seperti pantai, pulau-pulau penghalang, lahan basah, muara dan delta dapat secara total atau sebagian mengatasi dan menyesuaikan diri dengan kenaikan permukaan laut relatif dengan tumbuh vertikal, bermigrasi pedalaman atau memperluas secara lateral. Namun, kapasitas adaptif alami tergantung pada tingkat kenaikan permukaan laut, jika ini akan lebih cepat daripada tingkat proses alami maka ekosistem alam tidak akan mampu melawan efek negatif yang disebabkan oleh kenaikan permukaan laut. Kerentanan akibat kenaikan permukaan air laut dapat diperparah oleh kepadatan penduduk yang tinggi di sepanjang pantai, kehadiran infrastruktur, kerentanan wilayah pesisir terhadap badai dan stres lingkungan seperti curah hujan ekstrim, kekeringan atau spesies invasif dan efek lain umumnya disebabkan oleh perubahan iklim Anderson et al. 2009. 26 Tabel 6. Faktor bio-geofisik yang paling signifikan dari kenaikan permukaan laut termasuk iklim berinteraksi relevan dan non-iklim. Efek Bio-geofisik Faktor yang relefan Iklim Non-Iklim Genangan permanen Sea level rise Pergerakan Tanah Vertical uplift dan subsidence, penggunaan lahan dan perencanaan penguaan lahan Kerusakan akibat banjir dan badai Surge pantai terbuka Gelombang dan badai iklim, perubahan morfologi, pasokan Sedimen Pasokan Sedimen, manajemen banjir, perubahan morfologi, klaim lahan Backwater effect sungai Run-off Managemen DAS dan penggunaan lahan Hilangnya lahan basah dan perubahannya Fertilisasi CO2, suplay sedimen Sediment supply, migration space, direct destruction Erosi Efek langsung pantai terbuka, suplai sedimen, gelombang dan badai iklim Pasokan sedimen Efek Tidak langsung dekat inlets Intrusi Air Laut Air Permukaan Run-off Management DAS dan l h Air tanah Hujan Penggunaan lahan , penggunaan aquifer Kenaikan water Tabelsimpeded drainage Hujan Penggunaan lahan , penggunaan aquifer Sumber: Nicholls dan Klein 2005 Efek dan dampak perubahan faktor biogeofisik seperti terlihat pada Tabel 6 dapat menyebabkan berbagai dampak sosial ekonomi seperti, kehilangan properti dan peningkatan habitat pesisir, meningkatkan risiko banjir dan potensi kerugian hidup, kerusakan karya perlindungan pantai dan infrastruktur lainnya, hilangnya terbarukan dan subsisten sumber daya, hilangnya fungsi pariwisata, rekreasi, dan transportasi, hilangnya sumber daya non-moneter budaya dan nilai-nilai dan dampak pada pertanian dan perikanan melalui penurunan kualitas tanah dan air. 27 2.6 Karakteristik Geofisik 2.6.1 Profil Kota Semarang Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah,secara geografis terletak pada 110 o 50‘ Bujur Timur dan 6 o 50’ sampai 7 o 10’ Lintang Selatan. Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km 2 , dengan batas administrasi Sebelah utara Laut Jawa, Sebelah Selatan Kabupaten Semarang, Sebelah Barat Kabupaten Kendal serta Sebelah Timur Kabupaten Demak dan Grobogan. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah Kecamatan dan 177 Kelurahan. Penggunaan lahan di Kota Semarang meliputi irigasi teknis 198 Km 2 , setengah teknis 530 Km 2 , irigasi sederhana irigasi desa non PU 45 Km 2 , tadah hujan 2,031 Km 2 , dan yang tidak diusahakan 267 Km 2 . Disamping penggunaan lahan sawah, penggunaan lahan di Kota Semarang yang lain meliputi pekarangan, tegalan kebun, tambak kolam rawa, hutan rakyat tanaman kayu, hutan negara, perkebunan negara swasta dan penggunaan lain. Secara keseluruhan kecenderungan penggunaan lahan non-sawah di Kota Semarang yang terbesar yaitu pekarangan 38, ladang 21, tegalan 14, lainnya 11, perkebunan 5, tambak dan kayu-kayuan 4, padang rumput 2, tidak diusahakan 1. Kecamatan Mijen memiliki luas lahan non-sawah paling luas dibanding dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Semarang dengan luas wilayah 5.207,25 Km 2 dengan spesifikasi ladang 1.829 Km 2 , pekarangan 823 Km 2 , tanah kering tidak diusahakan 4,6 Km 2 , Hutan Negara 810 Km 2 , Perkebunan 1.116 Km 2 lainnya 627,75 Km 2 . Sedangkan kecamatan yang memiliki luas lahan non-sawah paling kecil yaitu kecamatan Gayamsari dengan luas 549,47 Km 2 , dengan spesifikasi tegalan 49,50 Km 2 , pekarangan 420,89 Km 2 , Tanah Penggembalaan 13,15 Km 2 , Tambak 8,09 Km 2 , Kolam 3 Km 2 , Tanah kering yang tidak diusahakan 3,5 Km 2 , Tanah kering untuk kayu-kayuan 5 Km 2 , Tanah kering untuk lainnya 75,84 Km 2 . Secara keseluruhan, penggunaan lahan kering di Kota Semarang yaitu Pekarangan dan Bangunan 42, Tegalan dan Kebun 27, TambakKolam, lainnya tanah kering 26. Bappeda 2011 Jumlah penduduk Kota Semarang sebanyak 1.506.924 jiwa pada tahun 2009, tahun 2008 1.481.640 jiwa, tahun 2007 1.454.594 jiwa, tahun 2006 1.434.025 jiwa dan pada tahun 2005 1.419.478jiwa. Pada Tahun 1985 laju pertumbuhan