Dalam pandangan Sumadiria, makna dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni
9
: 1
Makna menjadi isi abstraksi dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan proposisi kebahasaan.
2 Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
3 Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu. Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang dibuat manusia,
ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep
mental yang
digunakan dalam
membagi realitas
dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat memahami realitas tersebut.
3. Teori Semiotik Menurut Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk
kalimat menentukan makna, akan tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman
personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami diharapkan oleh penggunanya. Gagasan
barthes ini dikenal dengan “order of signification” signifikansi dua tahap, mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi
makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal. Di
9
Sumadiria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Bandung: PT Refika Aditama, 2006, h. 26.
sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.
10
Salah satu teori Sausurre yang dikembangkan Barthes adalah signifikansi. Teori tersebut membicarakan dikotomi signifier penanda
dan signified pertanda, menurut Sausurre, bahasa sebagai sebuah sistem tanda terdiri atas dua aspek yang tidak terpisahkan. Signifier adalah aspek
formal atau bunyi, sedangkan signfied adalah aspek makna atau konsep. Kesatuan diantara keduanya disebut tanda. Relasi tersebut menunjukkan
bahwa jika citra akustis berubah, berubah pula konsepnya, demikian juga sebaliknya.
11
First Order Second Order
Reality Signs
Culture Form
Content
Gambar 2.1 Signifikansi Dua Tahap
12
10
Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, h. 15.
11
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, h. 32.
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 127.
Denotati on
Signifie Connota
tion
Myth
Roland Barthes membuat sebuah model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih
tertuju kepada gagasan tentang signifikansi dua tahap. Pada gambar diatas, Barthes seperti yang dikutip Fiske menjelaskan signifikansi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi.
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Pada signifikansi tahap kedua yang berkaitan dengan isi,
tanda bekerja melalui mitos. Dalam teori Barthes semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan,
yaitu: a.
Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna yang
eksplisit, langsung dan pasti. b.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang didalamnya beroperasi makna yang tidak
eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti.
13
Teori Roland Barthes 1915-1980, dalam teorinya Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa latin connotare
, “menjadi makna” dan mengarah pada tanda-tanda kultural yang
13
Alex Sobur, Analisis Teks Media Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 127.