c Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada
gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda- tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.
6
c. Makna
Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks
yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan connotative
dan arti penunjukan dennotative, kaitan dan kesan yang ditimbulkan
dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.
Menurut Alex Sobur,
7
makna sebuah tanda sangat dipengaruhi oleh tanda yang lain.
“Makna dianggap sebagai fenomena yang bisa dilihat sebagai kombinasi beberapa unsur dengan setiap unsur itu. Secara
sendiri-sendiri, unsur tersebut tidak mempunyai makna sepenuhnya”.
Menurut Aminuddin mengatakan : “Makna adalah hubungan antara bahasa dan dunia luar yang telah
disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti”.
8
6
Suprapto, Tommy, Pengantar Teori Komunikasi Yogyakarta: Media Pressindo, 2006, h.123
7
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, h. 126.
8
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra Bandung: PT Sinar Baru Algesindo, 2000, h.153.
Dalam pandangan Sumadiria, makna dibagi menjadi tiga tingkatan, yakni
9
: 1
Makna menjadi isi abstraksi dalam kegiatan bernalar secara logis sehingga membuahkan proposisi kebahasaan.
2 Makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
3 Makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu. Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang dibuat manusia,
ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep
mental yang
digunakan dalam
membagi realitas
dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat memahami realitas tersebut.
3. Teori Semiotik Menurut Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk
kalimat menentukan makna, akan tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa menyampaikan makna yang berbeda pada
orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman
personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami diharapkan oleh penggunanya. Gagasan
barthes ini dikenal dengan “order of signification” signifikansi dua tahap, mencakup denotasi makna sebenarnya sesuai kamus dan konotasi
makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal. Di
9
Sumadiria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Bandung: PT Refika Aditama, 2006, h. 26.