Terumbu Karang Coral Reefs Management Evaluation at Marine Conservation Area of Biawak Islands of Indramayu, West Java Province

adalah peningkatannya terjadi pada jarak 1-3 tahun Briggs 2005. Menurut Wantiez et al. 1997 dan Aswani et al. 2007 in Rudi et al. 2009 menyatakan bahwa kelimpahan spesies, kepadatan dan biomassa ikan pada wilayah yang mendapat perlindungan lebih tinggi dan lebih signifikan secara statistik dibanding dengan wilayah yang tidak dilindungi. 2.3 Degradasi Ekosistem Terumbu Karang Secara umum, kerusakan terumbu karang disebabkan oleh kegiatan antropogenik dan gangguan alam. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa kerusakan terumbu karang utamanya disebabkan oleh dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia Nontji 1999, in Kunzman 2002. Dampak dari antropogenik terhadap terumbu karang dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegitan manusia yang memiliki dampak negatif terhadap terumbu karang adalah kegiatan penambangan karang, penangkapan ikan yang merusak, polusi run off dan tumpahan minyak, pembangunan wilayah pesisir dan wisatawan yang tidak terkontrol Nontji 2000. Menurut Burke et al. 2002 beberapa penyebab kerusakan terumbu karang yaitu: 1 Pembangunan di wilayah pesisir yang tidak dikelola dengan baik; 2 akivitas di laut antara lain dari kapal dan pelabuhan termasuk akibat langsung dari pelemparan jangkar; 3 penebangan hutan dan perubahan tata guna lahan yang menyebabkan peningkatan sedimentasi; 4 penangkapan ikan secara berlebihan; 5 penangkapan ikan dengan menggunakan bom atau racun; dan 6 perubahan iklim global. Burke et al. 2002 menambahkan ancaman utama bagi terumbu karang di Indonesia adalah penangkapan ikan secara berlebihan dan penangkapan ikan yang merusak. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebihan dapat mencapai 64 dari luas keseluruhan, dan mencapai 53 akibat penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Aktivitas antropogenik memberikan gangguan yang terus menerus, sementara gangguan dari alam terjadi secara sporadis sehingga perlu waktu yang cukup lama bagi terumbu karang untuk kembali pada kondisi semula. Beberapa gangguan alam diantaranya: angin topan, El Nino, gempa bumi dan tsunami, serta predator. Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas manusia baik di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan. Kegiatan manusia di daratan seperti industri, pertanian, rumah tangga akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan sungai tetapi juga pada ekosistem terumbu karang atau pesisir dan lautan. Menurut UNEP 1990 in Dahuri et al. 2001 sebagian besar 80 bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan land basic activities. Secara rinci Bengen 2001 merinci dampak kerusakan terumbu karang sebagai akibat kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan lautan seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Dampak kegiatan manusia pada ekosistem terumbu karang No. Kegiatan Dampak Potensial 1. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak Perusakan habitat dan kematian masal hewan terumbu 2. Pembuangan limbah panas Meningkatnya suhu air 5-10 o C di atas suhu ambien, dapat mematikan karang dan biota lainnya. 3. Pengundulan hutan di lahan atas Sedimen hasil erosi dapat mencapai terumbu karang di sekitar muara sungai, sehingga mengakibatkan kekeruhan yang menghambat difusi oksigen ke dalam polip. 4. Pengerukan di sekitar terumbu karang Meningkatnya kekeruhan yang mengganggu pertumbuhan karang. 5. Kepariwisataan • Peningkatan suhu air karena buangan air pendingin dari pembangkit listrik perhotelan • Pencemaran limbah manusia yang dapat menyebabkan eutrofikasi. • Kerusakan fisik karang karena jangkar kapal • Rusaknya karang oleh penyelam. • Koleksi dan keanekaragaman biota karang menurun. 6. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan bahan beracun misalnya Kalium Sianida Mengakibatkan ikan pingsan, mematikan karang dan biota avertebrata. 7. Penangkapan ikan dengan bahan peledak Mematikan ikan tanpa dikriminasi, karang dan biota avertebrata yang tidak bercangkang. Sumber: Bengen 2001 Cesar 2000 melaporkan terjadi praktek penangkapan besar–besaran dengan bahan peledak dan sianida di Indonesia. Penyebabnya adalah permintaan yang tinggi terhadap ikan karang terutama jenis kerapu groupers maupun ikan Napoleon wrasse. Ikan karang memiliki nilai pasar yang tinggi berkisar US 60- 180 per kilo sehingga menyebabkan perburuan ikan karang hampir di seluruh perairan Indonesia. Untuk menjaga profit yang menggiurkan ini mau tidak mau supply tetap banyak dan biaya ektraksi harus murah, sehingga masyarakat beramai-ramai memanen ikan menggunakan bahan peledak dan sianida. Penangkapan ikan dengan bahan peledak berlangsung sejak Tahun 1930 dan merupakan kegiatan ilegal, menyebar selama terjadinya perang dunia II dimana bahan peledak mudah didapatkan. Jika berbagai ancaman terhadap terumbu karang terjadi, maka kerugian yang dialami negara akan jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Agar lebih jelas dapat dilihat data-data pada Tabel 2. Tabel 2 Manfaat dan kerugian yang disebabkan oleh ancaman terhadap terumbu karang dalam ribuan US km -2 Fungsi Ancaman Manfaat bersih jumlah manfaat Kerugian bagi Negara Perikanan Perlindungan pantai Pariwisata Lain- nya Jumlah kerugian Penangkapan ikan dengan bahan racun 33,3 40,2 0,0 2,6-435,6 n.q 42,8-475,6 Penangkapan ikan dengan peledak 14,6 86,3 8,9-193,0 2,9-481,9 n.q 98,1-761,2 Pengambilan batu karang 121,0 93,6 12,0-260,0 2,9-481,9 67 175,5-902,5 Sedimentasi– penebangan kayu 98,0 81,0 - 192,0 n.q 273,0 Sedimentasi- perkotaan n.q n.q n.q n.q n.q n.q Penangkapan ikan berlebihan 38,5 108,8 - n.q n.q 108,9 Sumber: Cesar 1996 in Dahuri 2003 Keterangan : Selang menunjukkan lokasi nilai rendah dan tinggi atas nilai potensi pariwisata dan perlindungan pantai n.q tidak dapat dihitung mencakup kerugian kehilangan pengamanan pangan dan nilai kenaekaragaman hayati tidak dapat dihitung kerusakan hutan yang disebabkan oleh pengambilan kayu untuk pengolahan batu kapur karang diperkirakan US 67.000 Umumnya penyebab sedimentasi karena penebangan hutan atau aktivitas masyarakat kota, sehingga simbiose algae dan karang menjadi terhalang dari