Untuk melihat besarnya kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder
terhadap pengelolaan terumbu karang, alat analisis yang digunakan adalah “stakeholder grid” yang mengkategorikan stakeholder menurut tingkat
kepentingan dan pengaruhnya terhadap kebijakan pengelolaan terumbu karang yang diilustrasikan pada Gambar 37.
Pengaruh rendah Pengaruh tinggi
Kepentingan tinggi Kelompok A:
LSM UNWIR
Warga
Kelompok B:
Pemerintah Pusat, kota dan Kabupaten
Tokoh Masyarakat
Kepentingan rendah Kelompok C:
Dishub Organisasi sosial
MAPALA
Kelompok D:
DPRD BAPPEDA
Sumber format: Budiharsono et al. 2006
Gambar 37 Stakeholder Grid pengelolaan KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya.
4.4 Kebijakan Operasional Pengelolaan Terumbu Karang
Kebijakan operasional pengelolaan terumbu karang secara khusus telah dimulai sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor: Kep.38men2004 Tentang Pedoman umum pengelolaan terumbu karang. Pedoman Umum sebagaimana dimaksud sebagai acuan bagi Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah KabupatenKota, serta masyarakat dalam rangka pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan.
Setelah Kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah, pemerintah pusat melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan menyusun rencana pengelolaan Management Plan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Biawak dan sekitarnya Kabupaten
Indramayu Provinsi Jawa Barat untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya kedepannya. Selain itu, pemerintah daerah melalui
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu pada tahun 2005 menyusun Naskah Akademik Pengelolaan KKLD Pulau Biawak Kabupaten Indramayu.
Implementasi dari kegiatan pengelolaan KKLD yang telah di rencanakan merupakan kunci untuk menjaga sumberdaya pesisir. Dari hasil pengamatan di
lapangan, keberadaan KKLD yang telah berjalan sejak diterbitkannya SK Bupati Indramayu seperti tersebut di atas, belum dapat memberikan perubahan yang
signifikan baik pengaturan dan pengelolan sumberdaya alam pesisir, laut dan pulau-pulau kecil khususnya terumbu karang yang ada di kawasan tersebut.
Tahun 2006 pemerintah daerah Kabupaten Indramayu menetapkan Forum Pengelola KKLD Kabupaten Indramayu melalui Keputusan Bupati Indramayu
Nomor: 523.1.05Kep.80A-Diskanla2006, sehingga idealnya segala bentuk pengelolaan KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya dapat dilaksanakan oleh forum
ini, terutama terkait dengan proses perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan pemantauan pengelolaan terumbu karang di kawasan tersebut. Untuk itu, perlu
adanya kebijakan operasional yang tepat dalam melaksanakan pengelolaan terumbu karang di kawasan tersebut. Salah satu pedoman yang dapat digunakan
dalam menyusun kebijakan operasional pengelolaan terumbu karang adalah pedoman umum pengelolaan terumbu karang berdasarkan pada Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Kep.38men2004 Tentang Pedoman umum pengelolaan terumbu karang.
Forum pengelola KKLD Pulau Biawak dalam menetapkan kebijakan operasional dalam pengelolaan terumbu karang di KKLD Pulau Biawak
diamanatkan mengacu pada pedoman umum tersebut. Kebijakan operasional pengelolaan terumbu karang dijabarkan menjadi 7 kebijakan. Dalam
melaksanakan kebijakan operasional pengelolaan terumbu karang di KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya, perlu adanya skala prioritas sesuai dengan kebutuhan.
Analisis A’WOT digunakan untuk menentukan skala prioritas dari 7 kebijakan operasional pengelolaan terumbu karang dengan menggabungkan
faktor-faktor komponen SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats
dengan Analysis Hierarchy Process AHP. Untuk membantu penentuan faktor SWOT, dilakukan wawancara dan kuesioner terkait kebijakan pengelolaan
terumbu karang di KKLD Pulau Biawak dan sekitarnya terhadap 50 responden Gambar 38 dan dalam penentuan AHP dilakukan wawancara dan kuesioner
kepada stakeholder yang berperan dalam pengelolaan terumbu karang yaitu Dinas