Perumusan Masalah Coral Reefs Management Evaluation at Marine Conservation Area of Biawak Islands of Indramayu, West Java Province

ekosistem yang terdapat didalamnya. Salah satu ekosistem penting adalah ekosistem terumbu karang. Menurut Supriharyono 2007 penetapan kawasan kawasan konservasi merupakan salah satu bentuk pengelolaan ekosistem terumbu karang. Sistem pengelolaan terumbu karang dan kawasan konservasi laut telah banyak dibentuk. Sayangnya, hanya sekitar 14 dari 332 kawasan konservasi laut dikelola dengan efektif Pomeroy et al. 2004. Hal ini dikarenakan hanya sedikit pengelola kawasan yang terlatih dengan baik dan seringkali sedikitnya fasilitas dalam penegakan hukum terhadap aktivitas yang merusak. Diantara sekian banyak permasalahan, salah satunya adalah lemahnya koordinasi dan komunikasi antar stakeholder yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan kawasan Kunzmann 2002, in Wolff 2009. Penangkapan ikan secara ilegal bahkan masih tercatat sekalipun di dalam wilayah kawasan konservasi laut yang memiliki pengelolaan yang baik seperti Great Barrier Reef Marine Park GBRMP Gribble dan Robertson 1998, in Hodgson 1999. Kelestarian terumbu karang sepenuhnya ditentukan oleh kepedulian pemerintah bersama-sama dengan masyarakat setempat untuk mengelolanya dengan tetap menjamin keberlanjutannya. Oleh karena itu, kesadaran dan partisipasi aktif dalam setiap program, pengelolaan yang seimbang antara pemanfaatan dan konservasi menjadi sangat penting. Peranan stakeholder yang terkait menjadi sangat penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan terumbu karang di dalam sebuah KKLD. Stakeholder yang terkait terdiri dari berbagai unsur yaitu pemerintah, swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pelaku bisnis, akademisi, dan lainnya. Setiap stakeholder memiliki kepentingan masing-masing terhadap keberadaan terumbu karang dan keberadaan KKLD. Sehingga dalam pelaksanaannya, perlu adanya aturan dan kebijakan dalam pengelolaan terumbu karang supaya setiap kepentingan dapat terintegrasi dengan baik. Pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, salah satu pedoman yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan pengelolaan terumbu karang adalah mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.38MEN2004 tentang pedoman umum pengelolaan terumbu karang. Berhasil tidaknya pengelolaan sebuah kawasan konservasi laut sangat ditentukan oleh faktor internal dan eksternal dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang. Faktor internal meliputi faktor kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, sementara faktor eksternal adalah faktor peluang dan ancaman yang ada dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang. Untuk dapat merumuskan suatu kajian evaluasi pengelolaan ekosistem terumbu karang, sangat penting untuk mengetahui bagaimana mengintegrasikan aspek ekologis dan peranan stakeholder dalam suatu program pengelolaan yang ada, sehingga menjadi sebuah strategi dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Berdasarkan konsep pemikiran yang telah diuraikan diatas, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terumbu Karang

Terumbu karang coral reefs adalah ekosistem yang unik sifatnya. Terumbu ini dibangun seluruhnya oleh kegiatan biologik. Terumbu karang merupakan timbunan masif dari CaCO 3 yang terutama telah dihasilkan oleh hewan karang Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria=Scleractinia dengan tambahan penting dari alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur Romimohtarto dan Sri 2007. Terumbu karang menyimpan sekitar 7x10 8 tons Carbon per tahun dalam bentuk kalsium karbonat, sehingga mereka memiliki peranan penting dalam siklus karbon global yang bisa membantu menetralkan akumulasi karbon dioksida CO 2 sebagai efek rumah kaca di dalam atmosfer Wolff 2009. Sebagai ekosistem dasar laut terumbu karang dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri atas satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Karang corals dibedakan kedalam dua kelompok yaitu hermatypic dan ahermatypic. Karang hermatypic membentuk terumbu sementara ahermatypic tidak, pada kebanyakan karang hermatypic di dalam jaringannya terdapat sel alga yang bersimbiosis dan hidup bersama yaitu zooxanthellae yang tidak dimiliki oleh kebanyakan karang ahermatypic Nybakken 1997. Terdapat tiga tipe struktur terumbu karang di Indonesia, yaitu terumbu tepi fringing reef, terumbu penghalang barrier reef dan terumbu berbentuk cincin atau atol atoll. Terumbu tepi adalah terumbu karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai. Terumbu penghalang serupa dengan terumbu tepi, dengan kekecualian jarak antara terumbu karang dengan garis pantai atau daratan cukup jauh, dan umumnya dipisahkan oleh peraian yang dalam. Atol adalah terumbu tepi yang berbentuk seperti cincin dan ditengahnya terdapat goba danau dengan kedalaman mencapai 45 meter. Selain ketiga kelompok besar tersebut, di Indonesia terdapat jenis terumbu gosong patch reef, seperti terumbu karang di Kepulauan Seribu di utara Pulau Jawa Dahuri 2003. Terumbu karang merupakan salah satu dari ekosistem pantai yang memiliki kenakeragaman hayati dan produktivitas yang tinggi. Tingginya tingkat keanekaragaman disebabkan antara lain oleh besarnya variasi habitat yang terdapat di dalam ekosistem terumbu karang. Terumbu karang menempati areal yang cukup luas dan terdiri atas berbagai bentuk asosiasi yang kompleks, dengan sejumlah tipe habitat yang berbeda-beda, dan semuanya berada di satu sistem yang terjalin dalam hubungan fungsional yang harmonis. Indonesia merupakan pusat segitiga terumbu karang dunia yang dikenal dengan istilah “The Coral Triangle” yang merupakan kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan lebih dari 70 genera dan 500 spesies Dermawan dan Mulyana 2008. Nilai produksi primer bersih terumbu karang berkisar 300–5.000 g C Carbon m -2 tahun -1 , lebih tinggi daripada ekosistem sekitarnya, yaitu hanya sebesar 20–40 C m -2 tahun -1 Dahuri 2003. Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan spawning ground, pengasuhan nursery ground, dan mencari makan feeding ground dari kebanyakan ikan. Sehingga secara langsung produktivitas sekunder dari hewan-hewan laut lainnya seperti ikan, udang-udangan lobster, dan kerang-kerangan yang berasosiasi dengannya menjadi tinggi pula. Menurut WWF 1994 in Supriharyono 2008 menyatakan bahwa hasil produksi perikanan karang bisa mencapai sekitar 10–30 tonkm 2 tahun. Dengan luas area karang di Indonesia sekitar 50.000 km 2 , maka produksi tahunan ikan karang di Indonesia mencapai 500.000 – 1.500.000 ton. Ekosistem terumbu karang mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat penting diantaranya adalah: a pelindung pantai dari hempasan gelombang, b habitat bagi berbagai jenis biota laut, c nursery, feeding dan spawning ground bagi biota laut, d penyuplai bahan organik, e sumber biodiversitas dan segala potensinya, f peredam proses pemadaman global melalui mekanisme penyerapan karbon dari udara menjadi deposit karbon di