Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi

Faktor ancaman yang keempat, birokrasi kerjasama. Birokrasi kerjasama ini dimaksudkan pada peraturan-peraturan yang mengikat bagi pihak investor sebelum akhirnya dapat melisensi sebuah invensi. Tahapan seleksi dan evaluasi selama investor terlibat dalam sebuah kerjasama lisensi harus terus dilakukan oleh karena kegiatan kerjasama lisensi ini juga merupakan obyek pemeriksaan bagi BPK Badan Pemeriksa Keuangan dan menunjukkan performa kinerja BPATP sebagai unit pelayanan yang langsung berhubungan dengan mitrainvestor. Faktor ancaman kelima, yaitu royalti kekayaan intelektual. Mekanisme pembayaran royalti sampai saat ini masih dalam tahap penyesuaian, oleh karena aturan yang belum lengkap dari Kementerian Keuangan dan tentunya dalam perkembangannya memerlukan waktu untuk mensosialisasikannya.

4.4.2. Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut kemudian dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal. Penilaian bobot dan rating untuk masing-masing faktor internal dan eksternal dilakukan melalui expert judgment. Pakar memberikan pendapat atas penilaian bobot dan rating berdasarkan pengalamannya dengan membandingkan secara rata-rata. Faktor strategi internal kekuatan dan kelemahan digunakan untuk menyusun matriks Internal Factor Evaluation IFE dan faktor strategi eksternal peluang dan ancaman digunakan untuk menyusun matriks External Factor Evaluation EFE.

4.4.2.1. Matriks IFE

Matriks IFE disusun dari key internal factor yang teridentifikasi sebagai kekuatan yaitu : SDM yang berpengalaman, Lembaga Penelitian yang kuat, saranaprasarana, hasil invensi dan kebijakan alih teknologi. Sedangkan kelemahannya yaitu : pembiayaan pemerintah, hasil invensi yang belum stabil, sistem komersialisasi invensi, birokrasi kerjasama dan royalti kekayaan intelektual. Nilai rating untuk kekuatan berkisar antara 3-4 sedangkan nilai kisaran untuk kelemahan antara 1-2. Dari matriks IFE yang diperoleh skor total 2,45 Tabel 21, dapat diketahui bahwa faktor internal kekuatan dan kelemahan jagung hibrida hasil invensi masih belum secara optimal dikembangkan atau faktor-faktor kekuatan yang dimiliki masih belum mampu dioptimalkan guna mendukung upaya komersialisasi, demikian pula dengan faktor-faktor yang menjadi kelemahan masih belum dapat ditekan dengan strategi yang tepat. Tabel 21. Matriks IFE Jagung Hibrida Hasil Invensi Key Internal Factor Bobot a Rating b Skor a x b Kekuatan SDM yang berpengalaman S1 0,15 3 0,45 Lemlit Pertanian yang kuat S2 0,10 4 0,40 Saranaprasarana S3 0,05 4 0,20 Hasil Invensi dibutuhkan S4 0,05 4 0,20 Kebijakan Alih Teknologi S5 0,10 3 0,30 Kelemahan Pembiayaan Pemerintah W1 0,10 1 0,10 Hasil Invensi belum stabil W2 0,15 2 0,30 Sistem Komersialisasi Invensi W3 0,15 2 0,30 Birokrasi Kerjasama W4 0,05 2 0,10 Royalti Kekayaan Intelektual W5 0,10 1 0,10 Total 1,00 2,45 Keterangan : Rating 1 = sangat lemah 2 = agak lemah 3 = agak kuat 4 = sangat kuat

4.4.2.2. Matriks EFE

Matriks EFE mencakup peluang Opportunities dan ancaman Threats. Berdasarkan pembobotan terhadap faktor EFE dapat dilihat pada Tabel 22. Nilai rating untuk peluang pada kisaran 3 sd 4 dan nilai rating ancaman ditentukan pada kisaran 1 sd 2. Nilai bobot dan rating yang digunakan adalah hasil expert judgement ditentukan secara rata-rata dibandingkan untuk setiap faktor. Hasil matriks EFE menunjukkan nilai skor total 2,90. Hal ini menunjukkan bahwa Badan Litbangtan masih harus terus mencari strategi guna mengatasi ancaman faktor eksternal pada hasil invensi jagung hibridanya Tabel 22. Tabel 22. Matriks EFE Jagung Hibrida Hasil Invensi Key External Factor Bobot a Rating b Skor a x b Peluang Potensi Pasar O1 0,20 4 0,80 Pasar O2 0,20 4 0,80 Kebijakan Alih Teknologi O3 0,15 3 0,45 Ancaman Persaingan T1 0,10 2 0,20 Hasil Invensi T2 0,10 2 0,20 Risiko T3 0,05 1 0,05 Birokrasi Kerjasama T4 0,10 2 0,20 Royalti Kekayaan Intelektual T5 0,10 2 0,20 Total 1,00 2,90 Keterangan : Rating 1 = sangat lemah 2 = agak lemah 3 = agak kuat 4 = sangat kuat

4.4.2.3. Matriks SWOT

Selanjutnya untuk tahapan pencocokan matching stage dari hasil matriks IFE dan EFE disusun matriks analisis SWOT Tabel 23. Dari matriks SWOT yang disusun diketahui bahwa strategi yang perlu dikembangkan adalah 1 Peningkatan SDM; 2 Peningkatan saranaprasarana; 3 Peningkatan ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS Baru, Unik, Stabil dan Seragam; 4 Pengembangan bursa benih; 5 Pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; 6 aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; 7 Pelaksanaan pra lisensi; dan 8 Penyusunan valuasi penilaian hasil invensi. Kedelapan pilihan strategi umum tersebut dapat menjadi alternatif strategi untuk mengatasi 1 kekuatan-peluang S-O yang merupakan strategi intensif; 2 kelemahan – peluang W-O yang merupakan strategi turn arround; 3 kekuatan – ancaman S-T yang merupakan strategi diversifikasi; dan 4 kelemahan – ancaman W-T yang merupakan strategi defensif atau strategi konsolidasi. Tabel 23. Hasil analisis matriks SWOT IFE EFE Kekuatan S 1. SDM yang berpengalaman S1 2. Lemlit pertanian yang kuat S2 3. SaranaPrasarana S3 4. Hasil invensi dibutuhkan S4 5. Kebijakan alih teknologi S5 Kelemahan W 1. Pembiayaan Pemerintah W1 2. Hasil invensi yg belum stabil W2 3. Sistem komersialisasi invensi W3 4. Birokrasi kerjasama W4 5. Royalti kekayaan intelektual W5 Peluang O 1. Potensi pasar O1 2. Pasar O2 3. Kebijakan alih teknologi O3 Strategi S-O 1. Peningkatan SDM S1,2,4 O1,2 2. Peningkatan saranaprasarana S3,4,5 O2,3 Strategi W-O 1. Peningkatan ketersediaan hasil invensi dengan standar BUSS W1,2,3 O1,2 2. Pengembangan bursa benih W3,4,5 O1,2,3 Ancaman T 1. Persaingan T1 2. Hasil invensi T2 3. Risiko T3 4. Birokrasi kerjasama T4 Strategi S-T 1. Peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil- hasil invensi Badan Litbangtan S1,2,4 T1,2,4. 2. Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan S4,5 T1,3,4. Strategi W-T 1. Pelaksanaan Pra Lisensi W1,2 T1,3,4 2. Penyusunan valuasi invensi W2,3,4 T2,3,4

4.4.2.4. Matriks QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix

Matriks QSPM adalah matriks yang menggambarkan analisis lanjutan untuk pemilihan strategi yang telah diekstraksi pada matriks SWOT. Pola pengelompokan berdasarkan pada nilai skor kemenarikan Attractiveness Score atau AS dan mengalikannya dengan bobot yang telah digunakan pada matriks IFE dan EFE. Hasil perbandingan strategi dapat dilihat pada Tabel 24. Tahap keputusan decision stage yang digambarkan melalui matriks QSPM Tabel 24 diperoleh skor total kemenarikan Total Attractiveness Score atau TAS yang tertinggi pada strategi membuat valuasi penilaian invensi 5,55; kedua pada strategi pelaksanaan pra lisensi 5,45; ketiga pada strategi peningkatan sumberdaya manusia dan aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan 5,35; keempat strategi peningkatan saranaprasarana, strategi ketersediaan hasil invensi dengan hasil BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih 5,20; kelima pada strategi peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan 5,15. Valuasi diperlukan dalam rangka menilai hasil invensi sebelum dilisensikan kepada pihak mitrainvestor. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka menyusun perencanaan bisnis atas hasil invensi yang akan dikomersialkan. Kelengkapan panduan dalam melaksanakan kerjasama lisensi yaitu kelengkapan teknis karakteristik hasil invensi, kelengkapan perencanaan bisnis termasuk SOP standar operasional prosedur dan petunjuk teknis penanaman jagung hibrida hasil invensi sehingga mitrainvestor dapat memperoleh hasil benih jagung hibrida sebagaimana yang diharapkan oleh inventor. Pra lisensi diperlukan guna mengetahui karakteristik varietas hasil invensi sejak dari pelaksanaan uji adaptasi dan uji multilokasi. Performa varietas yang secara jelas diikuti oleh mitrainvestor memberikan kesempatan bagi mitrainvestor untuk melaksanakan perbaikan lanjutan pada jagung hibrida yang akan dilisensikan. Pra lisensi memecahkan masalah keterbukaan informasi yang diperlukan bagi mitrainvestor dan pra lisensi juga menunjang inventor untuk melakukan pengembangan lebih lanjut pada jagung hibrida hasil invensi. Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan menunjang dalam pelaksanaan kemitraan guna pemasaran benih jagung hibrida hasil invensi. Sedangkan peningkatan sumberdaya manusia dilaksanakan untuk pengembangan upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Strategi penunjang lainnya yang perlu dilakukan secara bersamaan yaitu strategi peningkatan saranaprasarana, strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih. Strategi operasional lainnya yaitu strategi peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi. Pelaksanaan sosialisasi dan promosi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan perlu secara berlanjut dilakukan dengan beberapa cara mulai dari yang sifatnya umum seperti ekspose, pameran, seminar ataupun yang sifatnya lebih khusus melalui pelaksanaan round table meeting atau temu bisnis. 73 Tabel 24. Matriks QSPM CSF Bobot a Strategi Strategi Intensif Strategi Turn Arround Strategi Diversifikasi Strategi DefensifKonsolidasi S1,2,4 O1,2 S3,4,5 O2,3 W1,2,3 O1,2 W3,4,5 O1,2,3 S1,2,4 T1,2,4 S4,5 T1,3,4 W1,2 T1,3,4 W2,3,4 T2,3,4 AS b TAS axb AS c TAS axc AS d TAS axd AS e TAS axe AS f TAS axf AS g TAS axg AS h TAS axh AS i TAS axi S1 S2 S3 S4 S5 0,15 0,10 0,05 0,05 0,10 3 4 4 4 3 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 4 4 3 3 4 0,60 0,40 0,15 0,15 0,40 3 4 4 4 3 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 3 4 4 4 3 0,45 0,40 0,20 0,20 0,30 4 4 4 3 3 0,60 0,40 0,20 0,15 0,30 4 4 4 3 3 0,60 0,40 0,20 0,15 0,30 4 4 3 4 4 0,60 0,40 0,15 0,20 0,40 4 4 4 4 3 0,60 0,40 0,20 0,20 0,30 W1 W2 W3 W4 W5 0,10 0,15 0,15 0,05 0,10 1 2 2 2 1 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 1 2 2 1 2 0,10 0,30 0,30 0,05 0,20 1 2 2 2 1 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 1 2 2 2 1 0,10 0,30 0,30 0,10 0,10 2 2 1 2 2 0,20 0,30 0,15 0,10 0,20 2 2 1 2 2 0,20 0,30 0,15 0,10 0,20 2 2 2 2 2 0,20 0,30 0,30 0,10 0,20 1 2 2 2 2 0,10 0,30 0,30 0,10 0,20 O1 O2 O3 0,20 0,20 0,15 4 4 3 0,80 0,80 0,45 4 3 3 0,80 0,60 0,45 4 4 3 0,80 0,80 0,45 4 3 4 0,80 0,60 0,60 4 3 3 0,80 0,60 0,45 4 4 3 0,80 0,80 0,45 4 3 3 0,80 0,60 0,45 4 4 3 0,80 0,80 0,45 T1 T2 T3 T4 T5 0,10 0,10 0,05 0,10 0,10 2 2 1 2 2 0,20 0,20 0,05 0,20 0,20 2 2 2 1 1 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 1 2 2 2 1 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 1 2 1 2 2 0,10 0,20 0,05 0,20 0,20 1 2 2 2 1 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 1 2 2 2 1 0,10 0,20 0,10 0,20 0,10 2 2 2 1 1 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 1 2 2 2 2 0,10 0,20 0,10 0,20 0,20 TOTAL 5,35 5,20 5,20 5,20 5,15 5,35 5,45 5,55 Keterangan : TAS = Total Attractiveness Score; AS = Attractiveness Score ; Bobot :4 = Sangat kuat; 3 = Agak kuat; 2 = Lemah; 1= Sangat lemah S1,2,4 O1,2= strategi peningkatan SDM; S3,4,5O2,3= strategi peningkatan saranaprasarana; W1,2,3O1,2 = strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi dengan standar BUSS; W3,4,5O1,2,3= pengembangan bursa bibit; S1,2,4T1,2,4 = strategi peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi Badan Litbangtan; S4,5T1,3,4 = Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; W1,2T1,3,4 = strategi pelaksanaan pra lisensi; dan W2,3,4T2,3,4 = strategi penyusunan valuasi invensi . 74

4.5. Perumusan Struktur Hirarki Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil