BADAN LI T BAN GT A N
SEKRETARIAT BADAN
PUSLITBANG NAK
PUSLITBANG BUN
PUSLITBANG HORTI
PUSLITBANG TAN
BB PENGKAJIAN
BBSDLP BBPMP
BB BIOGEN BB
PASCAPANEN PSEKP
BALITKABI BALIT
SEREAL LOLIT
TUNGRO BALITSA
BALITBU TROPIKA
BALITHI BALIT
JESTRO 31 BPTP
BB PADI BALITTRO
BALITTAS BALITKA
BALITTRI BALITNAK
LOLITSAPI LOLIT
KAMBING BBALITVET
BALITTRA BALIT
TANAH BALIT
KLIMAT BALINGTAN
PUSTAKA
BALAI PATP
SDMnya, masih merupakan pendanaan tertinggi pada anggaran yang mencapai 16,8 dan untuk tahun 2010 telah dialokasikan anggaran untuk 492 judul
kegiatan penelitian. Oleh karenanya, Badan Litbangtan mempunyai potensi untuk menghasilkan invensi yang dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, baik
untuk komersial maupun non komersial Badan Litbangtan, 2011.
Gambar 14. Struktur organisasi Badan Litbang Pertanian Tahun 2011
4.2. Kegiatan Bauran Pemasaran Hasil Invensi
Kegiatan bauran pemasaran hasil invensi yang dilakukan Badan Litbangtan sampai saat ini dilakukan dalam rangka alih teknologi sebagaimana menjadi
kewajiban lembaga penelitian seperti dicantumkan dalam UU No. 182002. Kegiatan-kegiatan pemasaran hasil invensi yang telah dilakukan antara lain
dengan melaksanakan Round Table Meeting atau forum bisnis, melaksanakan pameranexpo agroinovasi dan melakukan promosi penawaran lisensi tunggal bagi
mitrainvestor yang datang dan memerlukan teknologi. Alih teknologi merupakan salah satu kegiatan bauran pemasaran yang
dilakukan oleh lembaga penelitian. Kegiatan alih teknologi ini dilindungi oleh UU dan dilakukan dalam rangka komersialisasi agar diperoleh transformasi dan scale
up invensi dari berbagai pihak dengan berbagai keahlian hingga menjadi produk baru dan dapat dipasarkan lebih luas lagi Badan Litbangtan, 2011. Kerjasama
alih teknologi yang dilakukan di Badan Litbangtan dilakukan melalui beberapa mekanisme yaitu kerjasama, lisensi, pelayanan jasa konsultasi, dan pra lisensi
BPATP, 2010.
4.3. Analisis Pendahuluan Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung
Hibrida Hasil Invensi 4.3.1.
Analisis Masalah
Hasil indepth interview dan analisis pernyataan Lampiran 7 dan 8, diketahui bahwa 100 investor menyatakan ada masalah dalam kerjasama lisensi
sedangkan dari inventor hanya 22,2 menyatakan ada masalah, 44,4 menyatakan tidak ada masalah dan sisanya tidak menjawab. Masalah yang
dinyatakan investor yaitu mengenai adanya ketidaksesuaian hasil yang diperoleh dan masalah teknis dalam memperoleh bunga jantan dan bunga betina jagung
hibrida. Masalah yang dikemukakan oleh inventor adalah mengenai mekanismemodel kerjasama. Dari analisis tersebut kemudian dilakukan analisis
terhadap kebutuhan dan analisis terhadap mekanisme kerjasama lisensi yang sudah berjalan.
Dari kuesioner analisis terhadap mekanisme kerjasama untuk faktor SDM, baik investor maupun inventor, memberikan pernyataan akan pentingnya peran
pelaksana alih teknologi masing-masing 66,6 dan 100. Selanjutnya untuk faktor sarana, investor menyatakan bahwa kebijakan alih teknologi dan tatacara
royalti merupakan hal yang sangat penting 66,6 demikian pula halnya dengan inventor, tata cara pembagian royalti merupakan hal yang sangat penting 75.
Selanjutnya untuk faktor hasil invensi, investor menyatakan bahwa tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat ini merupakan hal yang penting
100 sedangkan bagi inventor, daya saing terhadap produk sejenis yang ada dipasar merupakan faktor yang sangat penting 100.
Perbaikan kerjasama menurut inventor dan investor adalah dengan memberikan peran aktif pelaksana alih teknologi, melaksanakan sosialisasi
pelaksanaan alih teknologi dan mensosialisasikan tata cara pembagian royalti termasuk memberikan informasi yang jelas mengenai hasil invensi yang akan
dilisensi.
4.3.2. Analisis Kebutuhan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan khusus dari kerjasama lisensi. Dari hasil analisis kebutuhan diketahui bahwa beberapa fasilitas kerjasama
yang dibutuhkan oleh investor dan dianggap penting 100 adalah 1 adanya lembaga yang berperan dalam pelaksanaan alih teknologi; 2 adanya fasilitasi
temu bisnis; dan 3 adanya kesempatan untuk melakukan analisis prospek bisnis sesuai dengan karakter invensi yang akan dilisensi. Sedangkan menurut inventor
hal yang dianggap sangat penting adalah 1 keterbukaan informasi hasil invensi yang akan dikomersialisasikan 77,8; 2 fasilitasi MOU dalam kerjasama
66,7; 3 tersedianya tata cara kerjasama yang menentukan pembagian royalti termasuk adanya layanan perencanaan bisnis 66,7. Sedangkan yang menurut
inventor penting yaitu 1 investor memperoleh transparansi hasil 66,7; 2 adanya aturan pendampingan dari inventor guna jaminan mutu hasil 55,6 dan
pendampingan perencanaan bisnis dilakukan dari pihak BPATP sebagai pendamping alih teknologi 55,6.
4.3.3. Analisis Keputusan
Hasil identifikasi awal akan masalah kerjasama tersebut memberikan gambaran akan pentingnya memperbaiki kerjasama lisensi yang telah berjalan.
Salah satunya dengan melaksanakan evaluasi dan verifikasi atas kerjasama lisensi yang sudah berjalan pada hasil-hasil invensi Badan Litbangtan, khususnya pada
hasil invensi jagung hibrida. Evaluasi dilaksanakan dalam rangka perbaikan fasilitasi kerjasama guna meningkatkan jumlah hasil invensi yang dilisensikan
kepada investor.
4.4. Analisis Pengembangan Strategi Komersialisasi
Pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi dimulai dari analisis terhadap lingkungan internal dan lingkungan eksternal guna ekstraksi
matriks IFE dan EFE. Selanjutnya diikuti dengan pendekatan analisis SWOT. Pendekatan analisis SWOT digunakan untuk merumuskan dan menghasilkan
sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk memperbaiki komersialisasi pada
jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan melalui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
4.4.1. Identifikasi CSF Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida
Identifikasi kunci sukses kritis critical success factor diperoleh dari jawaban narasumber atas kuesioner dan pernyataan selama wawancara mendalam
pada inventor dan mitrainvestor jagung hibrida selaku narasumber, terhadap faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang merupakan kunci sukses
kritis yang
berdampak penting
terhadap kesuksesankegagalan
dalam melaksanakan komersialisasi di Badan Litbangtan. Identifikasi ini kemudian
dikonfirmasikan pada pakar alih teknologi yang ada di BPATP.
4.4.1.1. Analisis faktor strategi internal
Analisis strategi internal meliputi kekuatan strengths = S dan kelemahan weaknesses = W. Hasil analisis terhadap kekuatan dan kelemahan sebagaimana
disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Faktor strategi internal
No Faktor Kunci Internal
1. 2.
3. 4.
5. 1.
2. 3.
4. 5.
Kekuatan Strengths SDM berpengalaman
Lemlit pertanian yang kuat SaranaPrasarana memadai
Hasil invensi dibutuhkan Kebijakan alih teknologi
Kelemahan Weaknesses Pembiayaan pemerintah
Hasil Invensi belum stabil di lapangan Sistem komersialisasi invensi
Birokrasi kerjasama Royalti kekayaan intelektual
Faktor internal kekuatan yang pertama adalah SDM yang berpengalaman. Faktor ini merupakan faktor yang menjadikan Badan Litbangtan berkompeten
dalam menghasilkan benih jagung hibrida yang lebih baik lagi. Investasi Badan
Litbangtan untuk peningkatan SDM dilakukan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan gelar dan non gelar baik di dalam dan luar negeri.
Faktor kekuatan kedua adalah Lembaga Penelitian lemlit pertanian yang kuat. Sampai saat ini lembaga penelitian pemerintah yang khusus menunjang
pembangunan pertanian adalah Badan Litbangtan. Kerjasama Badan Litbangtan dengan lembaga penelitian jagung internasional juga tetap dilaksanakan dalam
rangka pengembangan potensi jagung lokal. Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros, Makassar telah melaksanakan kerjasama dengan CIMMYT Centro
Internacional de Mejoramiento de Maiz y Trigo atau International Maize and Wheat Improvement Center yang berpusat di Meksiko.
Faktor kekuatan ketiga adalah saranaprasarana. Badan Litbangtan dalam dalam melaksanakan komersialisasi didukung oleh adanya undang-undang dan
peraturan pemerintah melalui fasilitasi lembaga pengelola alih teknologi yaitu Balai Pengelola Alih Teknologi BPATP yang terus berupaya melengkapi
pedoman, petunjuk teknis dalam pelaksanaan komersialisasi termasuk berupaya mensosialisasikan aturan-aturan mengenai KI, paten, Perlindungan Varietas
Tanaman PVT dan royalti. Faktor kekuatan keempat adalah hasil invensi yang dibutuhkan. Sampai saat
ini sudah dilepas 11 varietas jagung hibrida yang dihasilkan oleh peneliti jagung hibrida Badan Litbangtan dari Balai Penelitian Tanaman Serealia di Maros,
Makassar. Dan hasil invensi jagung hibrida tersebut akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan peningkatan tuntutan akan kebutuhan jagung nasional.
Faktor kekuatan kelima adalah kebijakan alih teknologi, dengan dukungan UU No. 182002 dan PP No. 202005 maka pelaksanaan alih teknologi dengan
mekanisme komersialisasi melalui industriinvestor dapat terus berkembang. Faktor kelemahan pertama bagi Badan Litbangtan dalam hal pembiayaan
pemerintah. Sifat penelitian yang dibiayai pemerintah adalah penelitian yang memiliki keterbatasan dana dan waktu pelaksanaan penelitiannya juga disesuaikan
dalam jangka waktu anggaran pemerintah, bisa dilaksanakan hanya setahun atau dapat berlanjut pada tahun penganggaran berikutnya melalui mekanisme DIPA.
Faktor kelemahan kedua adalah hasil invensi yang belum stabil di lapangan. Sebagaimana aturan Permentan 612011 bahwa untuk pengujian kestabilan sebuah
varietas sebelum dilepas ke masyarakat luas harus melalui pengujian uji multilokasi di 16 lokasi yang berbeda dan di lakukan pada 2 dua musim yang
berbeda. Oleh karenanya, kestabilan varietas jagung hibrida hasil invensi masih harus diuji pada skala yang lebih besar lagi.
Faktor kelemahan ketiga adalah sistem komersialisasi invensi. Sistem ini masih merupakan kelemahan dan masih terus akan diperbaiki. Oleh karena upaya
komersialisasi ini baru dimulai pada tahun 2007 maka upaya-upaya penyempurnaan aturan-aturan komersialisasi masih harus terus dilakukan oleh
Badan Litbangtan melalui peran aktif BPATP. Faktor kelemahan keempat adalah birokrasi kerjasama. Birokrasi kerjasama
ini terkait dengan proses panjang yang harus dilalui oleh pihak mitrainvestor dengan aturan yang mengikat pada masing-masing pihak termasuk guna
melindungi institusi yang terlibat, inventor dan investornya. Faktor kelemahan kelima adalah royalti kekayaan intelektual. Kejelasan
aturan untuk pembebanan royalti bagi pihak mitrainvestor juga masih belum ditentukan secara jelas dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karenanya peraturan-
peraturan ini perlu diikuti perkembangannya dan tentunya perlu juga disosialisasikan, sehingga baik inventor sebagai pemilik lisensi atau paten maupun
mitrainvestor sebagai pihak yang menjadi pelisensor dapat berlaku sesuai dengan aturannya dalam melaksanakan komersialisasi invensi tersebut. Keseluruhan
faktor kekuatan dan kelemahan dapat dilihat pada Tabel 19.
4.4.1.2. Analisis faktor strategi eksternal
Analisis faktor strategi eksternal meliputi peluang opportunities = O dan ancaman threats = T yang keduanya perlu diketahui untuk formulasi
pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Keseluruhan faktor kunci internal yang diperoleh dari narasumber inventor dan investor dapat
dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Faktor strategi eksternal
No Faktor Kunci Eksternal
1. 2.
3. 1.
2. 3.
4. 5.
Peluang Opportunities Potensi pasar
Pasar Kebijakan alih teknologi
Ancaman Threats Persaingan
Hasil Invensi Risiko
Birokrasi kerjasama Royalti kekayaan intelektual
Faktor eksternal peluang O utama yang mendukung pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, antara lain : pertama, potensi pasar.
Potensi pasar benih jagung hibrida masih tinggi, terutama untuk mendukung peningkatan produktivitas jagung nasional. Sesuai dengan roadmap Kementerian
Pertanian, untuk komoditas jagung, pemerintah menargetkan produksi 22 juta ton pada 2011. Berikutnya 24 juta ton 2012, 2,25 juta ton 2013, dan 2,7 juta ton
2014. Target produksi ini masih memanfaatkan impor benih jagung yang hingga 7 bulan terakhir hingga Juli 2011 telah mencapai nilai transaksi 5,23 juta dollar
AS dengan jumlah benih impor jagung pada periode tersebut mencapai 3.800 ton Republika, 2011.
Faktor peluang kedua, pasar. Pasar benih jagung hibrida masih perlu diisi dengan benih lokal yang sudah teradaptasi dengan lingkungan. Pasar masih
membutuhkan benih jagung lokal yang murah dan mudah diperoleh. Saat ini harga benih jagung hibrida dapat mencapai Rp 35.000 – Rp 40.000 per kg.
Tingginya harga disebabkan oleh kelangkaan benih jagung Republika, 2011. Oleh karenanya, guna memudahkan dalam memperoleh benih jagung hibrida yang
berkualitas maka benih jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan dapat mengisi kebutuhan benih jagung masyarakat sehingga tidak terjadi lagi
kelangkaan benih jagung hibrida. Faktor peluang ketiga yaitu kebijakan alih teknologi. Kebijakan untuk
pelaksanaan alih teknologi dilaksanakan dalam rangka melaksanakan UU No. 18 Tahun 2002 dan PP No. 20 Tahun 2005 telah resmi dilaksanakan oleh Badan
Litbangtan melalui pendirian BPATP di tahun 2007. Alih teknologi yang dilakukan kepada investor dilakukan melalui kerjasama lisensi. Kerjasama lisensi
merupakan salah satu mekanisme kerjasama dalam rangka alih teknologi. Faktor eksternal yang menjadi ancaman Threats = T yaitu persaingan
pasar, hasil invensi yang belum stabil, risiko, birokrasi kerjasama dan royalti kekayaan intelektual Tabel 20. Faktor eksternal ancaman yang pertama adalah
persaingan. Produk pesaing benih jagung hibrida hasil invensi antara lain, yaitu benih jagung komposit dan benih jagung import. Ancaman juga berasal dari
produsen penghasil benih jagung hibrida lainnya yang kuat sistem perdagangannya di kalangan petani seperti PT. BISI International, PT. DuPont
Indonesia, PT. Syngenta Seed Indonesia. Ketiga perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang kuat permodalannya karena merupakan PMA Perusahaan
Modal Asing dan kuat bidang riset dan pengembangannya. Faktor ancaman yang kedua adalah hasil invensi yang belum stabil. Sebuah
hasil invensi jagung hibrida memerlukan beberapa tahapan sebelum dilaksanakan pelepasan varietas. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain 1 inventarisasi
tanaman, uji adaptasi dan observasi; 2 identifikasi morfologi, sitologi, genetik analisis DNA; 3 analisis usaha tani tanaman; 4 penentuan pohon induk
tunggal PIT; 5 pengajuan proposal usulan pelepasan varietas kepada Menteri Pertanian melalui BBN Badan Benih Nasional cq. Tim Penilaian dan Pelepasan
Varietas TP2V di Direktorat Perbenihan dan Sarana Hortikultura; 6 penilaian melalui sidang TP2V; dan 7 pelepasan varietas unggul melalui Surat Keputusan
Menteri Pertanian. Uji multilokasi atau uji adaptasi merupakan syarat akhir sebelum sebuah varietas bisa dilepaskan untuk dimanfaatkan. Uji multilokasi
mempersyaratkan 16 lokasi yang berbeda di 2 musim yang berbeda Badan Litbangtan, 2011. Selain daripada itu sebuah invensi dibidang pertanian
memerlukan tahapan yang lebih panjang didalam komersialisasi spin off sehingga produk invensi tersebut akhirnya dapat dimassalisasi.
Faktor ancaman yang ketiga, risiko. Risiko ini mencakup kegagalan, termasuk didalamnya adanya gangguan iklim dan kemungkinan ketidak
berhasilan dalam rangkaian uji adaptasi.
Faktor ancaman yang keempat, birokrasi kerjasama. Birokrasi kerjasama ini dimaksudkan pada peraturan-peraturan yang mengikat bagi pihak investor
sebelum akhirnya dapat melisensi sebuah invensi. Tahapan seleksi dan evaluasi selama investor terlibat dalam sebuah kerjasama lisensi harus terus dilakukan oleh
karena kegiatan kerjasama lisensi ini juga merupakan obyek pemeriksaan bagi BPK Badan Pemeriksa Keuangan dan menunjukkan performa kinerja BPATP
sebagai unit pelayanan yang langsung berhubungan dengan mitrainvestor. Faktor ancaman kelima, yaitu royalti kekayaan intelektual. Mekanisme
pembayaran royalti sampai saat ini masih dalam tahap penyesuaian, oleh karena aturan yang belum lengkap dari Kementerian Keuangan dan tentunya dalam
perkembangannya memerlukan waktu untuk mensosialisasikannya.
4.4.2. Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal tersebut kemudian dilakukan penilaian bobot masing-masing faktor strategi
internal dan eksternal. Penilaian bobot dan rating untuk masing-masing faktor internal dan eksternal dilakukan melalui expert judgment. Pakar memberikan
pendapat atas penilaian bobot dan rating berdasarkan pengalamannya dengan membandingkan secara rata-rata. Faktor strategi internal kekuatan dan
kelemahan digunakan untuk menyusun matriks Internal Factor Evaluation IFE dan faktor strategi eksternal peluang dan ancaman digunakan untuk menyusun
matriks External Factor Evaluation EFE.
4.4.2.1. Matriks IFE
Matriks IFE disusun dari key internal factor yang teridentifikasi sebagai kekuatan yaitu : SDM yang berpengalaman, Lembaga Penelitian yang kuat,
saranaprasarana, hasil invensi dan kebijakan alih teknologi. Sedangkan kelemahannya yaitu : pembiayaan pemerintah, hasil invensi yang belum stabil,
sistem komersialisasi invensi, birokrasi kerjasama dan royalti kekayaan intelektual. Nilai rating untuk kekuatan berkisar antara 3-4 sedangkan nilai kisaran
untuk kelemahan antara 1-2. Dari matriks IFE yang diperoleh skor total 2,45 Tabel 21, dapat diketahui bahwa faktor internal kekuatan dan kelemahan jagung
hibrida hasil invensi masih belum secara optimal dikembangkan atau faktor-faktor kekuatan yang dimiliki masih belum mampu dioptimalkan guna mendukung
upaya komersialisasi, demikian pula dengan faktor-faktor yang menjadi kelemahan masih belum dapat ditekan dengan strategi yang tepat.
Tabel 21. Matriks IFE Jagung Hibrida Hasil Invensi
Key Internal Factor Bobot
a Rating
b Skor
a x b Kekuatan
SDM yang berpengalaman S1 0,15
3 0,45
Lemlit Pertanian yang kuat S2 0,10
4 0,40
Saranaprasarana S3 0,05
4 0,20
Hasil Invensi dibutuhkan S4 0,05
4 0,20
Kebijakan Alih Teknologi S5 0,10
3 0,30
Kelemahan
Pembiayaan Pemerintah W1 0,10
1 0,10
Hasil Invensi belum stabil W2 0,15
2 0,30
Sistem Komersialisasi Invensi W3 0,15
2 0,30
Birokrasi Kerjasama W4 0,05
2 0,10
Royalti Kekayaan Intelektual W5 0,10
1 0,10
Total 1,00
2,45
Keterangan : Rating 1 = sangat lemah
2 = agak lemah 3 = agak kuat
4 = sangat kuat
4.4.2.2. Matriks EFE
Matriks EFE mencakup peluang Opportunities dan ancaman Threats. Berdasarkan pembobotan terhadap faktor EFE dapat dilihat pada Tabel 22. Nilai
rating untuk peluang pada kisaran 3 sd 4 dan nilai rating ancaman ditentukan pada kisaran 1 sd 2. Nilai bobot dan rating yang digunakan adalah hasil expert
judgement ditentukan secara rata-rata dibandingkan untuk setiap faktor. Hasil matriks EFE menunjukkan nilai skor total 2,90. Hal ini menunjukkan
bahwa Badan Litbangtan masih harus terus mencari strategi guna mengatasi ancaman faktor eksternal pada hasil invensi jagung hibridanya Tabel 22.
Tabel 22. Matriks EFE Jagung Hibrida Hasil Invensi
Key External Factor Bobot
a Rating
b Skor
a x b Peluang
Potensi Pasar O1 0,20
4 0,80
Pasar O2 0,20
4 0,80
Kebijakan Alih Teknologi O3 0,15
3 0,45
Ancaman
Persaingan T1 0,10
2 0,20
Hasil Invensi T2 0,10
2 0,20
Risiko T3 0,05
1 0,05
Birokrasi Kerjasama T4 0,10
2 0,20
Royalti Kekayaan Intelektual T5 0,10
2 0,20
Total 1,00
2,90
Keterangan : Rating 1 = sangat lemah
2 = agak lemah 3 = agak kuat
4 = sangat kuat
4.4.2.3. Matriks SWOT
Selanjutnya untuk tahapan pencocokan matching stage dari hasil matriks IFE dan EFE disusun matriks analisis SWOT Tabel 23. Dari matriks SWOT
yang disusun diketahui bahwa strategi yang perlu dikembangkan adalah 1 Peningkatan SDM; 2 Peningkatan saranaprasarana; 3 Peningkatan
ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS Baru, Unik, Stabil dan Seragam; 4 Pengembangan bursa benih; 5 Pelaksanaan promosi dan
sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; 6 aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; 7 Pelaksanaan pra lisensi; dan 8 Penyusunan valuasi
penilaian hasil invensi. Kedelapan pilihan strategi umum tersebut dapat menjadi alternatif strategi
untuk mengatasi 1 kekuatan-peluang S-O yang merupakan strategi intensif; 2 kelemahan – peluang W-O yang merupakan strategi turn arround; 3 kekuatan
– ancaman S-T yang merupakan strategi diversifikasi; dan 4 kelemahan – ancaman W-T yang merupakan strategi defensif atau strategi konsolidasi.
Tabel 23. Hasil analisis matriks SWOT
IFE
EFE
Kekuatan S
1. SDM yang berpengalaman S1
2. Lemlit pertanian yang kuat S2
3. SaranaPrasarana S3 4. Hasil invensi
dibutuhkan S4 5. Kebijakan alih
teknologi S5
Kelemahan W
1. Pembiayaan Pemerintah W1
2. Hasil invensi yg belum stabil W2
3. Sistem komersialisasi invensi W3
4. Birokrasi kerjasama W4
5. Royalti kekayaan intelektual W5
Peluang O
1. Potensi pasar O1 2. Pasar O2
3. Kebijakan alih teknologi O3
Strategi S-O
1. Peningkatan SDM S1,2,4 O1,2
2. Peningkatan saranaprasarana
S3,4,5 O2,3
Strategi W-O
1. Peningkatan ketersediaan hasil
invensi dengan standar BUSS W1,2,3 O1,2
2. Pengembangan bursa benih W3,4,5
O1,2,3
Ancaman T
1. Persaingan T1 2. Hasil invensi T2
3. Risiko T3 4. Birokrasi kerjasama
T4
Strategi S-T
1. Peningkatan pelaksanaan promosi
dan sosialisasi hasil- hasil invensi Badan
Litbangtan S1,2,4 T1,2,4.
2. Aliansi strategi dengan pihak BUMN
perbenihan S4,5 T1,3,4.
Strategi W-T
1. Pelaksanaan Pra Lisensi W1,2 T1,3,4
2. Penyusunan valuasi invensi W2,3,4 T2,3,4
4.4.2.4. Matriks QSPM Quantitative Strategic Planning Matrix
Matriks QSPM adalah matriks yang menggambarkan analisis lanjutan untuk pemilihan strategi yang telah diekstraksi pada matriks SWOT. Pola
pengelompokan berdasarkan pada nilai skor kemenarikan Attractiveness Score atau AS dan mengalikannya dengan bobot yang telah digunakan pada matriks
IFE dan EFE. Hasil perbandingan strategi dapat dilihat pada Tabel 24. Tahap keputusan decision stage yang digambarkan melalui matriks QSPM
Tabel 24 diperoleh skor total kemenarikan Total Attractiveness Score atau TAS yang tertinggi pada strategi membuat valuasi penilaian invensi 5,55;
kedua pada strategi pelaksanaan pra lisensi 5,45; ketiga pada strategi
peningkatan sumberdaya manusia dan aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan 5,35; keempat strategi peningkatan saranaprasarana, strategi
ketersediaan hasil invensi dengan hasil BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih 5,20; kelima pada strategi peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan
sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan 5,15. Valuasi diperlukan dalam rangka menilai hasil invensi sebelum dilisensikan
kepada pihak mitrainvestor. Hal ini sangat diperlukan dalam rangka menyusun perencanaan bisnis atas hasil invensi yang akan dikomersialkan. Kelengkapan
panduan dalam melaksanakan kerjasama lisensi yaitu kelengkapan teknis karakteristik hasil invensi, kelengkapan perencanaan bisnis termasuk SOP
standar operasional prosedur dan petunjuk teknis penanaman jagung hibrida hasil invensi sehingga mitrainvestor dapat memperoleh hasil benih jagung hibrida
sebagaimana yang diharapkan oleh inventor. Pra lisensi diperlukan guna mengetahui karakteristik varietas hasil invensi
sejak dari pelaksanaan uji adaptasi dan uji multilokasi. Performa varietas yang secara jelas diikuti oleh mitrainvestor memberikan kesempatan bagi
mitrainvestor untuk melaksanakan perbaikan lanjutan pada jagung hibrida yang akan dilisensikan. Pra lisensi memecahkan masalah keterbukaan informasi yang
diperlukan bagi mitrainvestor dan pra lisensi juga menunjang inventor untuk melakukan pengembangan lebih lanjut pada jagung hibrida hasil invensi.
Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan menunjang dalam pelaksanaan kemitraan guna pemasaran benih jagung hibrida hasil invensi.
Sedangkan peningkatan sumberdaya manusia dilaksanakan untuk pengembangan upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi. Strategi penunjang lainnya
yang perlu
dilakukan secara
bersamaan yaitu
strategi peningkatan
saranaprasarana, strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS, dan strategi pengembangan bursa benih. Strategi operasional lainnya yaitu strategi
peningkatan strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi. Pelaksanaan sosialisasi dan promosi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan perlu
secara berlanjut dilakukan dengan beberapa cara mulai dari yang sifatnya umum seperti ekspose, pameran, seminar ataupun yang sifatnya lebih khusus melalui
pelaksanaan round table meeting atau temu bisnis.
73 Tabel 24. Matriks QSPM
CSF Bobot
a Strategi
Strategi Intensif Strategi Turn Arround
Strategi Diversifikasi Strategi DefensifKonsolidasi
S1,2,4 O1,2
S3,4,5 O2,3
W1,2,3 O1,2
W3,4,5 O1,2,3
S1,2,4 T1,2,4
S4,5 T1,3,4
W1,2 T1,3,4
W2,3,4 T2,3,4
AS b
TAS axb
AS c
TAS axc
AS d
TAS axd
AS e
TAS axe
AS f
TAS axf
AS g
TAS axg
AS h
TAS axh
AS i
TAS axi
S1 S2
S3 S4
S5 0,15
0,10 0,05
0,05 0,10
3 4
4 4
3 0,45
0,40 0,20
0,20 0,30
4 4
3 3
4 0,60
0,40 0,15
0,15 0,40
3 4
4 4
3 0,45
0,40 0,20
0,20 0,30
3 4
4 4
3 0,45
0,40 0,20
0,20 0,30
4 4
4 3
3 0,60
0,40 0,20
0,15 0,30
4 4
4 3
3 0,60
0,40 0,20
0,15 0,30
4 4
3 4
4 0,60
0,40 0,15
0,20 0,40
4 4
4 4
3 0,60
0,40 0,20
0,20 0,30
W1 W2
W3 W4
W5 0,10
0,15 0,15
0,05 0,10
1 2
2 2
1 0,10
0,30 0,30
0,10 0,10
1 2
2 1
2 0,10
0,30 0,30
0,05 0,20
1 2
2 2
1 0,10
0,30 0,30
0,10 0,10
1 2
2 2
1 0,10
0,30 0,30
0,10 0,10
2 2
1 2
2 0,20
0,30 0,15
0,10 0,20
2 2
1 2
2 0,20
0,30 0,15
0,10 0,20
2 2
2 2
2 0,20
0,30 0,30
0,10 0,20
1 2
2 2
2 0,10
0,30 0,30
0,10 0,20
O1 O2
O3 0,20
0,20 0,15
4 4
3 0,80
0,80 0,45
4 3
3 0,80
0,60 0,45
4 4
3 0,80
0,80 0,45
4 3
4 0,80
0,60 0,60
4 3
3 0,80
0,60 0,45
4 4
3 0,80
0,80 0,45
4 3
3 0,80
0,60 0,45
4 4
3 0,80
0,80 0,45
T1 T2
T3 T4
T5 0,10
0,10 0,05
0,10 0,10
2 2
1 2
2 0,20
0,20 0,05
0,20 0,20
2 2
2 1
1 0,20
0,20 0,10
0,10 0,10
1 2
2 2
1 0,10
0,20 0,10
0,20 0,10
1 2
1 2
2 0,10
0,20 0,05
0,20 0,20
1 2
2 2
1 0,10
0,20 0,10
0,20 0,10
1 2
2 2
1 0,10
0,20 0,10
0,20 0,10
2 2
2 1
1 0,20
0,20 0,10
0,10 0,10
1 2
2 2
2 0,10
0,20 0,10
0,20 0,20
TOTAL 5,35
5,20 5,20
5,20 5,15
5,35 5,45
5,55 Keterangan :
TAS = Total Attractiveness Score; AS = Attractiveness Score ; Bobot :4 = Sangat kuat; 3 = Agak kuat; 2 = Lemah; 1= Sangat lemah S1,2,4 O1,2= strategi peningkatan SDM; S3,4,5O2,3= strategi peningkatan saranaprasarana; W1,2,3O1,2 = strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi dengan
standar BUSS;
W3,4,5O1,2,3= pengembangan bursa bibit; S1,2,4T1,2,4 =
strategi peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi Badan Litbangtan; S4,5T1,3,4 =
Aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan; W1,2T1,3,4
= strategi pelaksanaan pra lisensi; dan
W2,3,4T2,3,4
= strategi penyusunan valuasi invensi .
74
4.5. Perumusan Struktur Hirarki Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil
Invensi
Perumusan desain struktur strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi disusun dengan memperhatikan fokus yang ingin dicapai melalui evaluasi
beberapa hal yang penting dan saling terkait, yaitu : 1 faktor-faktor, apa hal yang menjadi penting bagi pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil
invensi; 2 aktor, siapa saja yang berperan dalam tercapainya fokus tujuan pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi; 3 tujuan strategi
komersialisasi; dan 4 alternatif strategi apa saja yang dapat diprioritaskan guna mencapai fokus pengembangan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil
invensi. Hirarki pemilihan strategi komersialisasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 15.
Tingkat pertama, struktur ditetapkan sebagai fokus yang ingin dikonsentrasikan, yaitu strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi.
Tingkat kedua, struktur ditetapkan sebagai faktor-faktor yang menyusun strategi komersialisasi, yaitu 1 Peningkatan SDM; 2 Potensi Pasar; 3 Pasar; 4
Peningkatan saranaprasarana; dan 5 Ketersediaan hasil invensi. Tingkat ketiga, struktur ditetapkan sebagai aktor yang terlibat dalam upaya komersialisasi jagung
hibrida hasil invensi yaitu 1 Pelaksana alih teknologi; 2 Manajer RD mitrainvestor; 3 Pengambil Kebijakan Kerjasama; dan 4 PenelitiInventor
Badan Litbangtan. Tingkat keempat, struktur ditetapkan sebagai alternatif tujuan dalam mencapai strategi komersialisasi, yaitu 1 Meningkatkan hasil invensi
yang dilisensikan; 2 Meningkatkan hasil invensi yang diadopsi; dan 3 Meningkatkan kinerja penelitiinventor. Tingkat kelima, sebagai alternatif strategi
yang dapat digunakan dalam mencapai fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, yaitu 1 Melaksanakan pra lisensi; 2 Melaksanakan
promosi; dan 3 Membuat valuasi hasil invensi. Dalam kuesioner hirarki Gambar 15 yang telah dibagikan kepada inventor
dan mitrainvestor, kedua pihak diminta untuk melakukan penilaian perbandingan berpasangan untuk fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi dengan
menggunakan skala pertimbangan 1 satu sampai 9 sembilan.
Gambar 15. Struktur hirarki strategi alternatif komersialisasi jagung hibrida hasil invensi
4.5.1. Analisis Faktor-Faktor Penyusun Strategi Komersialisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi di Badan Litbangtan, yaitu:
a. Faktor Peningkatan Sumber Daya Manusia SDM Komersialisasi hasil invensi jagung hibrida sangat ditentukan oleh kompetensi
SDM terutama penelitiinventor Badan Litbangtan yang dituntut mampu menjual hasil-hasil invensi jagung hibridanya termasuk menjamin perencanaan
bisnis business plan jagung hibrida hasil invensi untuk dapat dipasarkan lebih luas lagi melalui penyusunan SOP untuk penanaman benih jagungnya, agar
diperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. b. Faktor Potensi Pasar
Potensi pasar bagi benih jagung hibrida hasil invensi masih dapat berkembang luas. Hasil invensi jagung hibrida yang dikerjasamakan melalui kontrak lisensi
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi
Peningkatan SDM
Potensi Pasar
Pasar Peningkatan
Sarana Ketersediaan
Hasil Invensi
Pelaksana Alih Teknologi
Manajer RD Investor
Pengambil Kebijakan
Kerjasama PenelitiInventor
Badan Litbangtan
Meningkatnya PHI yg
dilisensikan Meningkatnya
PHI yg diadopsi Meningkatnya
Kinerja PenelitiInventor
Melaksanakan Pra Lisensi
Melaksanakan Promosi
Membuat valuasi invensi
Fokus Level
1
Faktor Level 2
Aktor Level 3
Tujuan Level
4
Alternatif Strategi
Level 5
baru dapat mencapai masyarakat luas apabila benih jagungnya sudah berkembang dan berkualitas baik, sehingga potensi pasarnya makin luas.
c. Faktor Pasar Pasar benih jagung sampai saat ini masih didominasi oleh benih jagung
komposit yang masih memiliki produktivitas yang rendah dan benih jagung import. Oleh karenanya, dengan adanya benih jagung hibrida hasil invensi
yang merupakan benih jagung lokal, maka akan memperkaya benih jagung yang ada di Indonesia.
d. Faktor Peningkatan SaranaPrasarana Peningkatan sarana yang menunjang bagi pelaksanaan komersialisasi hasil
invensi yaitu dengan dilengkapinya aturan, pedoman serta petunjuk teknis yang mempermudah pelaksanaan alih teknologi.
e. Faktor Ketersediaan Hasil Invensi Faktor ini mendukung upaya komersialisasi oleh karena semakin banyak hasil
invensi yang tersedia maka proses komersialisasi diharapkan semakin bergerak lebih cepat dan terdapat banyak pilihan bagi investor untuk memilih varietas
yang mana yang ingin dikomersialisasikan.
4.5.2. Aktor Yang Berpengaruh pada Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida
Hasil Invensi
Aktor yang menentukan pada komersialisasi hasil invensi jagung hibrida, yaitu:
a. Pelaksana Alih Teknologi Pelaksana alih teknologi adalah petugas yang mempunyai tugas sebagai
perantara pelaksanaan alih teknologi. Pelaksana alih teknologi bekerja pada BPATP. Balai ini bekerja untuk seluruh Balai Penelitian yang berada didalam
koordinasi Badan Litbangtan untuk mengelola upaya alih teknologi dari hasil- hasil invensi yang ada di Badan Litbangtan.
b. Manajer RD MitraInvestor Manajer RD mitrainvestor merupakan perantara bagi investor didalam upaya
kerjasama lisensi. Manajer RD yang mengamati betul hasil invensi yang
mana yang memiliki keunggulan dan kemudian menjadi penghubung bagi operasionalisasi kerjasama lisensi.
c. Pengambil Kebijakan Kerjasama Dalam hal ini adalah pimpinan pengambil keputusan akan kerjasama lisensi
yang diajukan oleh pihak mitrainvestor baik direktur mitrainvestor maupun kepala unit kerjabalai yang bersangkutan.
d. PenelitiInventor Peneliti adalah aktor utama pada strategi komersialisasi hasil invensi.
Penelitiinventor yang memiliki kriteria penjual yang baik mampu mengkomunikasikan hasil-hasil invensinya sehingga hasil invensinya dapat
dikomersialkan.
4.5.3. Tujuan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi
Tujuan melaksanakan komersialisasi selain untuk menunaikan kewajiban alih teknologi kepada masyarakat juga dilakukan secara khusus, antara lain guna :
a. Meningkatkan Hasil Invensi yang Dilisensikan Tujuan ini merupakan salah satu tujuan yang menunjang upaya kerjasama
lisensi, sebelum nantinya dilakukan produksi secara massal. Pemberian lisensi dengan sebagian hak dari inventor kepada mitrainvestor secara eksklusif
menurut waktu tertentu 5-10 tahun maka diharapkan terjadi proses transformasi hasil invensi menuju tahap pemasalan hasil invensi, khususnya
jagung hibrida hasil invensi. b. Meningkatkan Hasil Invensi yang Diadopsi
Tujuan ini merupakan tujuan tahap kelanjutan setelah dicapai tujuan a. Sebagai lembaga penelitian pemerintah, maka lembaga litbang tidak memiliki
jaminan akan teradopsinya hasil-hasil invensi yang dihasilkan kecuali melalui upaya-upaya khusus. Oleh karenanya, inovasi teknologi atau hasil invensi
dapat mencapai tahapan adopsi tentunya lebih diarahkan pada public domain dan tidak untuk dikomersialkan.
c. Meningkatkan Kinerja PenelitiInventor Tujuan ini merupakan tujuan menyeluruh yang tentunya secara ideal mampu
memberikan kontribusi positif pada pada tercapainya tujuan a dan b.
4.5.4. Alternatif Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi
Alternatif strategi adalah pilihan strategi yang dianggap paling menunjang keberhasilan pada fokus strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi.
Alternatif strategi tersebut, yaitu : a. Melaksanakan Pra Lisensi
Pra lisensi adalah penawaran hak atas suatu hasil invensi melalui upaya pendampingan pada beberapa uji awal yang masih diperlukan sebelum
diberlakukannya kontrak lisensi, misalnya pada saat uji multilokasi, uji potensi hasil, dan lain-lain. Setelah puas dengan potensi hasil pada masa pra lisensi,
baru kemudian mitrainvestor menyatakan minatnya untuk melakukan penandatanganan lisensi.
b. Melaksanakan Promosi Promosi merupakan salah satu bentuk bauran pemasaran yang sudah umum
dilakukan oleh produk yang sudah siap dipasarkan. Akan tetapi pada produk yang baru berupa invensi, tentunya produknya masih memerlukan sosialisasi
atau pengenalan, pengembangan lanjutan dan transformasi hasil. Sehingga pelaksanaan promosi pada komersialisasi hasil invensi ini tidak serupa dengan
promosi produk pada umumnya. Forum khusus seperti Round Table Meeting RTM dan Focus Group Discussion FGD dengan mitrainvestor akan lebih
terasa berbobot dan mengerucut dalam permasalahan promosi, terutama ketika sudah membicarakan hal-hal teknis lainnya.
c. Membuat Valuasi Hasil Invensi Valuasi hasil invensi adalah penilaian hasil invensi. Tentang bagaimana
memberikan ’harga’ atas hasil invensi sebelum akhirnya dilisensikan kepada mitrainvestor. Valuasi mampu memberikan gambaran akan berharganya
sebuah invensi.
4.6. Hasil Pengolahan Proses Hirarki Analisis
Berdasarkan hasil pengolahan penilaian yang diberikan oleh inventor dan mitrainvestor terhadap struktur hirarki fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif
strategi diperoleh nilai pembobotan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 25.
Gambar 16. Hasil pembobotan hirarki dengan pengolahan expert choice 2000
Tabel 25. Peringkat faktor dalam strategi komersialisasi
Peringkat Faktor
Bobot
1 Meningkatkan SDM
0,316 4
Potensi Pasar 0,136
5 Pasar
0,131 3
Meningkatkan SaranaPrasarana 0,147
2 Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi
0,270 Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa faktor yang menjadi prioritas dalam
tercapainya fokus strategi komersialisasi yaitu, faktor peningkatan sumber daya manusia atau SDM 0,316, dilanjutkan dengan faktor peningkatan ketersediaan
Model Name: Jagung AHP Treeview
Goal: Strat egi Komersialisasi Jagung Hibrida Meningkat kan SDM L: .316
Pelaksana Alt ek L: .098 Meningkatnya PHI yang dilisensikan L: .188
Melaksanakan Pra Lisensi L: .243 Melaksanakan Promosi L: .277
Membuat Valuasi invensi L: .481 Meningkatnya PHI yang diadopsi L: .483
Melaksanakan Pra Lisensi L: .182 Melaksanakan Promosi L: .367
Membuat valuasi invensi L: .451 Meningkatnya kinerja inventor L: .330
Melaksanakan Pra Lisensi L: .218 Melaksanakan Promosi L: .239
Membuat Valuasi I nvensi L: .543 Manajer RD Mitra Swasta L: .251
Pengambil Kebijakan Kerjasama L: .292 Penelit i I nventor L: .359
Potensi Pasar L: .136 Pasar L: .131
Meningkat kan Sarana Prasarana L: .147 Meningkat kan Ketersediaan Hasil I nvensi L: .270
Page 1 of 1 12 16 2011 8: 58:41 AM
Nuning
hasil invensi 0,270, ketiga faktor peningkatan saranaprasarana 0,147, keempat faktor potensi pasar 0,136 dan kelima faktor pasar 0,131.
Tabel 26. Peringkat aktor dalam strategi komersialisasi
Peringkat Aktor
Bobot
1 PenelitiInventor
0,359 2
Pengambil Kebijakan Kerjasama 0,292
3 Manajer RD MitraInvestor
0,251 4
Pelaksana Alih Teknologi 0,098
Aktor yang dapat menjadi prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi jagung hibrida adalah penelitiinventor 0,359, kedua pengambil
kebijakan kerjasama 0,292, ketiga manajer RD mitrainvestor 0,251 dan keempat adalah pelaksana alih teknologi 0,098 Tabel 26.
Tabel 27. Peringkat tujuan dalam strategi komersialisasi
Peringkat Tujuan
Bobot
1 Meningkatnya Hasil Invensi Jagung yang diadopsi
0,483 2
Meningkatnya Kinerja inventor Jagung Hibrida 0,330
3 Meningkatnya Hasil Invensi Jagung yg dilisensikan
0,188 Pada level tujuan Tabel 27 dapat diperlihatkan bahwa tujuan yang dapat
menjadi prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi adalah tujuan untuk meningkatkan hasil invensi yang diadopsi 0,483 diikuti dengan tujuan
untuk meningkatkan kinerja inventor jagung hibrida 0,330 dan tujuan meningkatkan hasil invensi yang dilisensikan 0,188.
Pada level strategi alternatif Tabel 28 diperlihatkan pula bahwa strategi yang dapat menjadi prioritas dalam melaksanakan komersialisasi adalah dengan
membuat valuasi invensi 0,481, selanjutnya dengan melaksanakan promosi 0,277 dan ketiga dengan melaksanakan strategi pelaksanaan pra lisensi 0,243.
Tabel 28. Peringkat alternatif strategi dalam strategi komersialisasi
Peringkat Alternatif Strategi
Bobot
1 Membuat Valuasi Invensi
0,481 2
Melaksanakan Promosi 0,277
3 Melaksanakan Pra Lisensi
0,243
Model Name: Jagung AHP Synthesis: Summary
Synthesis with respect to:
Goal: Strate gi Komersia lisasi PHI
O verall Inconsistency = .02
Mela ksa nakan Pra Lisensi .153
Mela ksa nakan Promosi .377
Membuat Valuasi invensi .470
Page 1 of 1 11202011 6:15:53 AM
Nuning
Pendapat responden tersebut di atas memberikan informasi yang dapat dipertimbangkan dalam pelaksanaan strategi komersialisasi jagung hibrida hasil
invensi di Badan Litbangtan. Pendapat gabungan dari responden inventor dan mitrainvestor menyebutkan bahwa yang perlu dipertimbangkan untuk
meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi di Badan Litbangtan adalah:
1. Faktor yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi adalah meningkatkan SDM, dengan bobot 0,316.
2. Aktor yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi adalah aktor penelitiinventor jagung hibrida,
dengan bobot 0,359. 3. Tujuan yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi
jagung hibrida hasil invensi adalah meningkatnya hasil invensi yang diadopsi, dengan bobot 0,483.
4. Alternatif strategi yang paling dipertimbangkan dalam meningkatkan komersialisasi hasil invensi adalah membuat valuasi invensi dengan bobot
0,481.
Hasil sintesis pilihan strategi alternatif dengan bobot tertinggi yaitu pada strategi membuat valuasi invensi Gambar 17.
Gambar 17. Hasil sintesis alternatif strategi
4.7. Hasil Pengolahan Horizontal dan Vertikal Pilihan Utama Strategi