Analysis Strategy on Commercialization Development of Maize Hybrid Invention by Licensee Collaboration

(1)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI

MELALUI KERJASAMA LISENSI

NUNING NUGRAHANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN

KOMERSIALISASI JAGUNG HIBRIDA HASIL INVENSI

MELALUI KERJASAMA LISENSI

NUNING NUGRAHANI

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2011

Nuning Nugrahani


(4)

ABSTRACT

NUNING NUGRAHANI. Analysis Strategy on Commercialization Development of Maize Hybrid Invention by Licensee Collaboration. Under supervision of MA’MUN SARMA, ABDUL KOHAR IRWANTO and AGUNG HENDRIADI. Indonesian Agency for Agricultural Research (IAARD) has 200 selective products of innovation/invention, but only 13 inventions that had been commercialized by investors and 5 of them are maize hybrid invention. This study provides information to enhance commercialization on maize hybrid invention. Characteristic of maize hybrids invention is still require further development. Through a licensing partnership scheme, IAARD expected a symbiotic mutually beneficial for both, inventors and investors. Aim of this study is to analyze strategy on commercialization development of maize hybrid invention. This study use some methodology on how we concise strategy with Internal Factor Evaluation (IFE), matrix of External Factor Evaluation (EFE), Strengths Weaknesses Opportunities and Threats (SWOT), Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) and Analytical Hierarchy Process (AHP). Results from input stage with matrix of IFE and EFE score (2.45;2,90), this means IAARD need to advance its strategy to handle the threat and optimized its opportunities. Observations on internal and external factors for matching stage through SWOT matrix analysis extracted 8 (eight) strategies that need to be developed are: (1) increase in human resource capability; (2) increase facility; (3) increase standardize varieties of invention which has to be New, Unique, Constant and Uniform; (4) develop some seed stock; (5) increase promotion and socialization efforts for IAARD’s invention; (6) establish strategic alliance with state-owned seed; (7) implementation of the pre-license; and (8) formulate the valuation of invention. Results from decision stage through QSPM show us that the highest total attractiveness score (TAS) is in strategy on formulate the valuation of invention (5.55). Highest weights obtained from Expert Choice 2000 software by synthesizing alternative strategy is also for strategy on formulate the valuation of invention (0.470), followed by the implementation of promotion (0.377) and implementation of pre-licensee (0.153). Both decisions stage on QSPM and AHP analysis showed us consistence answers by the resource persons and expert. Keywords: commercialization, product of innovation, adoption, valuation, invention, licensee collaboration


(5)

RINGKASAN

NUNING NUGRAHANI. Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA, ABDUL KOHAR IRWANTO, dan AGUNG HENDRIADI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbangtan) memiliki 200 produk hasil inovasi/invensi, akan tetapi baru 13 invensi yang telah dikomersialisasikan oleh investor dan 5 dari investor tersebut melisensi jagung hibrida hasil invensi. Upaya pemanfaatan hasil invensi di bidang pertanian sampai dengan saat ini masih belum banyak dilakukan, demikian pula halnya dengan komersialisasinya. Upaya komersialisasi produk hasil invensi pertanian memerlukan peran investor/mitra swasta dan inventor melalui suatu kerjasama. Kerjasama komersialisasi diperlukan guna pemanfaatan yang lebih besar lagi, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Kebutuhan benih jagung setiap tahunnya akan terus meningkat. Pasokan benih dari beberapa perusahaan benih masih perlu kontribusi benih impor yang juga bisa berupa benih parent stock. Pada tahun 2011 dari bulan Januari s/d Juli 2011 impor benih jagung telah mencapai 3.804 ton dengan nilai 5,23 juta dollar dan terus akan bertambah hingga bulan Desember, oleh karena hanya 70,3% yang dapat dipenuhi produsen benih jagung lokal.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini perlu dilakukan guna mendapatkan strategi pengembangan komersialisasi yang tepat agar hasil penelitian jagung hibrida dapat menunjang kebutuhan benih jagung nasional, disamping menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui mekanisme kerjasama lisensi juga ikut melaksanakan kewajiban alih teknologi bagi lembaga penelitian pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis strategi pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan dan (2) Mengidentifikasi strategi komersialisasi jagung hibrida melalui pemberian hak kepada mitra/investor untuk menjadi lisensor sebagai salah satu mekanisme kerjasama yang telah diterapkan dalam alih teknologi demi memudahkan ’pemasaran’ hasil invensi Badan Litbangtan. Obyek penelitian untuk komersialisasi adalah jagung hibrida hasil invensi dan narasumber penelitian adalah 9 (sembilan) orang inventor dan 3 (tiga) mitra/investor jagung hibrida serta 1 (satu) orang pakar alih teknologi.

Metode yang digunakan sebagai tahap input yaitu dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman sehingga dapat disusun matriks IFE dan EFE. Dilanjutkan dengan tahap pencocokan, dengan pendekatan matriks SWOT agar diperoleh matriks umum pengembangan strategi komersialisasi. Kemudian sebagai tahap keputusan dalam pemilihan strategi alternatif dilakukan dengan matriks QSPM melalui penilaian skor total daya tarik

(Total Attractiveness Score) dan AHP. Rating dan bobot pada matriks SWOT dan QSPM ditentukan melalui pendapat pakar (expert judgement). Sedangkan pendapat dari narasumber investor dan inventor ditentukan dengan metode AHP dengan menggunakan software Expert Choice 2000. Selanjutnya untuk pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal dilakukan dengan software Microsoft Excel 2007.


(6)

Hasil pada tahap input pada skor matriks IFE dan EFE (2,45; 2,90), hal ini menunjukkan bahwa Badan Litbangtan masih memerlukan pengembangan strategi untuk mengatasi ancaman dan memanfaatkan peluang yang dimiliki dengan optimal. Pengamatan selanjutnya pada tahap pencocokan dengan matriks SWOT menghasilkan 8 (delapan) strategi umum pada matriks SWOT yaitu: (1) peningkatan SDM; (2) peningkatan sarana/prasarana; (3) peningkatan ketersediaan hasil invensi yang berkaidah BUSS; (4) pengembangan bursa bibit; (5) peningkatan pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil-hasil invensi Badan Litbangtan; (6) aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan jagung; (7) pelaksanaan pra-lisensi; dan (8) penyusunan valuasi invensi. Hasil ekstraksi matriks QSPM menunjukkan skor total kemenarikan (TAS) yang tertinggi pada strategi membuat valuasi (5,55); kedua pada strategi pelaksanaan pra-lisensi (5,45); ketiga pada strategi peningkatan SDM dan aliansi strategi dengan pihak BUMN perbenihan (5,35); keempat pada strategi peningkatan sarana/prasarana; strategi peningkatan ketersediaan hasil invensi berkaidah BUSS; pengembangan bursa bibit (5,20); dan kelima pada strategi pelaksanaan promosi dan sosialisasi hasil invensi (5,15). Sedangkan pembobotan alternatif strategi dengan software Expert Choice 2000 menghasilkan bobot tertinggi pada alternatif strategi membuat valuasi invensi (0,470), strategi melaksanakan promosi (0,377) dan melaksanakan pra lisensi (0,153). Faktor yang memiliki bobot tertinggi adalah faktor peningkatan SDM (0,316). Aktor yang memiliki bobot tertinggi peneliti/inventor (0,359). Tujuan yang memiliki bobot tertinggi adalah meningkatkan hasil invensi jagung yang diadopsi (0,483) dan prioritas alternatif strategi yaitu membuat valuasi invensi (0,481). Kedua tahap keputusan pada QSPM dan AHP menunjukkan jawaban narasumber (inventor/investor) dan pakar yang konsisten pada pentingnya valuasi invensi didalam melaksanakan kerjasama lisensi.

Mekanisme valuasi bertujuan memfasilitasi kegiatan komersialisasi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi. Kegiatan valuasi didalam kegiatan penelitian pertanian, khususnya varietas masih belum banyak dilaksanakan, oleh karena beberapa karakteristik penelitian di bidang pertanian masih mengandung beberapa risiko termasuk iklim, keseragaman hasil dan kestabilan hasil. Upaya kerjasama lisensi dengan investor diharapkan akan memudahkan inventor guna pengembangan lebih lanjut dari hasil invensi yang dihasilkannya. Melalui kerjasama lisensi ini, maka upaya pengembangan komersialisasi masih bisa dilakukan terutama oleh lembaga penelitian pemerintah. Artinya Badan Litbangtan masih bisa melaksanakan kewajibannya untuk melakukan transfer teknologi. Kerjasama lisensi juga memungkinkan Badan Litbangtan untuk menerapkan adopsi inovasi.

Dari analisis ini, pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi akan lebih baik jika dilengkapi dengan valuasi invensi dan inventor melibatkan investor sejak pra lisensi. Kebijakan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi perlu dilanjutkan dengan memberikan kesempatan mitra/investor untuk melaksanakan pra-lisensi terlebih dahulu.

Kata kunci : pengembangan strategi, komersialisasi, invensi, valuasi invensi, kerja sama lisensi, pra lisensi.


(7)

Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

Judul Tesis : Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi

Jagung Hibrida Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi

Nama : Nuning Nugrahani

NIM : H251090201

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec. Ketua

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc. Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng.

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, MS.


(9)

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah wa syukurillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Sang Maha Pemilik segala ilmu. Tiada lain oleh karena kehendakNyalah Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ‘Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi melalui Kerjasama Lisensi’.

Keingintahuan penulis pada muara hasil-hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian merupakan salah satu hal yang menjadi latar belakang dalam menuliskan topik tesis. Selain itu bahwa upaya komersialisasi pada hasil-hasil penelitian juga masih belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh lembaga penelitian pemerintah yang murni melaksanakan fungsi pelayanan publik.

Data tesis ini sebagian memanfaatkan penelitian berjudul ‘Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi melalui Optimalisasi Model Kerjasama’ merupakan laporan kegiatan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB) TA. 2011. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan menggunakan data untuk penelitian tesis ini.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak telah membantu penulis maka tanpa jasa keluangan waktu, pemikiran dan dukungan moril maupun spirituil maka tesis ini belum tentu dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak berjasa dalam penulisan tesis ini:

1. Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., M.Ec., Bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, MSc., dan Bapak Dr. Ir. Agung Hendriadi, M.Eng. selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan pemikiran yang seksama membantu penulis dalam menyelesaikan tesis;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS. selaku dosen penguji;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing.DEA selaku wakil dari program studi;


(11)

4. Bapak Dr. Ir. Haryono, MSc. yang dengan ijinnya sehingga penulis berkesempatan menyelesaikan pendidikan lebih tinggi;

5. Para kontributor narasumber Bapak Dr. Andi Takdir, Bapak Amin Nur, SP., M.Si, Sigit Budi Santoso, SP., MSc. dll yang telah dengan sabar menjawab kuesioner penulis;

6. Ibu Ir. Erlita Andriani, MBA., Mba Riko Bintari Pertamasari, S.Sos, M.Hum. yang telah banyak membantu penulis selama melakukan survei;

7. Teman-teman di kantor; Ibu Endang, Apri, Pak Edy, Mba Ety, Teh Ika, Pak Endro, Pak Aziz dan teman di kelas MAN Angkatan 3; Mba Dewi, Puspa (rekan setia sekelompok tugas), Ana, Eny, Putri Mulya, Putri Andika, Indah, Ami, Mia, Etty, Erfin, Yuldas, Ginting, Pak Ikhwan dan Ridwan yang sangat kompak saling mendukung satu sama lain termasuk Mas Hermawan di Sekretariat MAN;

8. Para dosen di Program Studi Pascasarjana Ilmu Manajemen yang telah banyak membagi ilmu dan pengalamannya;

9. Last but not least suamiku Sadian Fainer, SE dan anakku Muhammad Fatih Akbar yang dengan pengorbanan dan kesabarannya disaat weekend membiarkan Bundanya mencurahkan waktu dan pikiran untuk bekerja dan berkonsentrasi menuliskan tesis ini.

Akhirnya, penulis berharap tesis ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat pada upaya komersialisasi hasil-hasil invensi, khususnya pada jagung hibrida hasil invensi dan semoga tesis ini merupakan bacaan yang menarik dan memberi manfaat.

Bogor, Desember 2011

Penulis xi


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1974, sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari Bapak Sudhiharto dan Ibu Kartini. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Penulis bekerja di Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sejak tahun 1999 dan ditugaskan sebagai panitera eselon 2 sejak tahun 2001 hingga tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui pembiayaan DIPA Badan Litbang Pertanian TA. 2009. Penulis menikah pada tahun 2003 dengan Sadian Fainer, SE. dan saat ini dikaruniai satu orang putra bernama M. Fatih Akbar.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Jagung... 10

2.2. Benih Jagung Hibrida... 12

2.3. Produksi dan Kebutuhan Benih Jagung Nasional ... 14

2.4. Pendekatan Teoritis Produk Hasil Inovasi ... 14

2.5. Komersialisasi, Kerjasama/Kemitraan Iptek dan Aliansi Strategik 17

2.6. Kerjasama Lisensi dan Alih Teknologi ... 18

2.7. Penerapan Komersialisasi Produk Hasil Invensi Saat Ini ... 21

2.8. Kerjasama Lisensi dalam Komersialisasi Hasil Invensi ... 23

2.9. Pra Lisensi dan Valuasi Invensi ... 25

2.10. Perencanaan Strategis ... 27

2.11. Analisis Penentuan Strategi ... 27

2.12. Analisis SWOT ... 28

2.13. Proses Hirarki Analisis ... 30

2.13.1. Penyusunan Hirarki ... 30

2.13.2. Penentuan Prioritas ... 30

2.13.3. Konsistensi Logis ... 31

2.14. Tinjauan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3. Pengumpulan Data ... 41

3.3.1. Analisis Masalah ... 41

3.3.2. Analisis Kebutuhan ... 43

3.3.3. Analisis Keputusan ... 43

3.4. Konsep Operasional ... 43

3.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 45

3.5.1. Penyusunan Matriks ... 46


(14)

3.5.3. Kerangka Kerja AHP ... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1. Gambaran Umum Badan Litbang Pertanian ... 57

4.1.1. Sejarah Badan Litbang Pertanian ... 58

4.1.2. Visi dan Misi Badan Litbang Pertanian ... 58

4.1.3. Bidang Usaha ... 59

4.1.4. Struktur Organisasi ... 60

4.1.5. Riset dan Pengembangan ... 60

4.2. Kegiatan Bauran Pemasaran Hasil Invensi ... 61

4.3. Analisis Pendahuluan Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 62

4.3.1. Analisis Masalah ... 62

4.3.2. Analisis Kebutuhan ... 63

4.3.3. Analisis Keputusan ... 63

4.4. Analisis Pengembangan Strategi Komersialisasi ... 63

4.4.1. Identifikasi CSF Pengembangan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida ... 64

4.4.1.1. Analisis Faktor Strategi Internal ... 64

4.4.1.2. Analisis Faktor Strategi Eksternal ... 66

4.4.2. Prioritas Strategi Pengembangan Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 69

4.4.2.1. Matriks IFE ... 69

4.4.2.2. Matriks EFE ... 70

4.4.2.3. Matriks SWOT ... 71

4.4.2.4. Matriks QSPM ... 72

4.5. Perumusan Struktur Hirarki Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 75

4.5.1. Analisis Faktor-Faktor Penyusun Strategi Komersialisasi .... 76

4.5.2. Aktor yang Berpengaruh pada Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 77

4.5.3. Tujuan Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 78

4.5.4. Alternatif Strategi Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 79

4.6. Hasil Pengolahan Proses Hirarki Analisis ... 79

4.7.Hasil Pengolahan Horizontal dan Vertikal Pilihan Utama Strategi Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida... 83

4.7.1. Hasil Analisis Pengolahan Horizontal ... 83

4.7.1.1. Aktor ... 84

4.7.1.2.Tujuan ... 85

4.7.1.3. Alternatif Strategi ... 86

4.7.2. Hasil Analisis Pengolahan Vertikal ... 87

4.7.2.1. Faktor ... 88

4.7.2.2. Aktor ... 89

4.7.2.3. Tujuan ... 89


(15)

4.8. Kebijakan Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida ... 91

4.9. Bakuan Komersialisasi Hasil Invensi ... 92

V. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN ... 93

KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

Kesimpulan ... 95

Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

LAMPIRAN ... 101 xv


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung dari Tahun 2007-2011 ... 2

2. Kebutuhan Benih Padi dan Jagung Tahun 2011 ... 3

3. Jagung Hibrida Hasil Invensi Badan Litbangtan ... 6

4. Sasaran Produksi Tanaman Pangan ... 14

5. Contoh Matriks SWOT ... 30

6. Ringkasan Penelitian Sebelumnya ... 36

7. Daftar Nama Perjanjian Lisensi dan Nama Lisensor ... 37

8. Daftar faktor yang akan dinilai dalam kuesioner ... 42

9. Skor Skala Likert Analisis Kebutuhan ... 43

10.Matriks IFE ... 47

11.Contoh Matriks QSPM ... 49

12.Contoh Matriks Banding Berpasangan ... 51

13.Skala Utama Model AHP ... 52

14.Matriks Pendapat Individu ... 53

15.Matriks Pendapat Gabungan ... 53

16.Nilai Random Index Matriks Berorde 1 s/d 15 ... 55

17.Produk Hasil Inovasi Badan Litbang Pertanian ... 59

18.Hasil Invensi yang telah di Lisensi ... 60

19.Faktor Strategi Internal ... 66

20.Faktor Strategi Eksternal ... 67

21.Matriks IFE Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 70

22.Matriks EFE Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 71

23.Hasil Analisis Matriks SWOT ... 72

24.Matriks QSPM ... 74

25.Peringkat Faktor dalam Strategi Komersialisasi ... 80

26.Peringkat Aktor dalam Strategi Komersialisasi ... 81

27.Peringkat Tujuan dalam Strategi Komersialisasi ... 81

28.Peringkat Alternatif Strategi dalam Komersialisasi ... 81

29.Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 3 .... 85

30.Susunan bobot hasil pengolahan horizontal antar unsur pada tingkat 4 .... 86

31.Susunan bobot dan prioritas hasil pengolahan horizontal antar unsur tujuan terhadap alternatif strategi ... 87

32.Bobot dan peringkat perbandingan strategi komersialisasi faktor terhadap aktor... 87

33.Bobot dan prioritas faktor-faktor penyusun strategi komersialisasi ... 88

34.Bobot dan prioritas aktor penyusun strategi komersialisasi ... 89

35.Bobot dan prioritas tujuan penyusun strategi komersialisasi ... 89


(17)

D

AFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Mekanisme Alih Teknologi ... 5

2. Jagung (Zea mays Ssp. mays L.) ... 10

3. Bunga Jantan dan Bunga Betina Jagung ... 11

4. Tahapan Umum Komersialisasi Produk Bioteknologi ... 15

5. Kerangka Kerja Alih Teknologi ... 16

6. Strategi Kerjasama ... 20

7. Langkah Pengembangan Kemitraan Iptek ... 21

8. Skema Mekanisme Kerjasama dari Inventor, Investor dan Pengguna ... 24

9. Bentuk Pengaturan Kerjasama ... 25

10.Tiga Tahapan Kerangka Kerja Analisis Strategi ... 28

11.Alternatif Proses Komersialisasi ... 33

12.Kerangka Alur Pemikiran Penelitian ... 38

13.Skema Permasalahan dalam Komersialisasi/Pemasaran Produk Hasil Invensi ... 39

14.Struktur Organisasi Badan Litbang Pertanian Tahun 2011 ... 61

15.Struktur Hirarki Strategi Alternatif Komersialisasi Jagung Hibrida Hasil Invensi ... 76

16.Hasil Pembobotan hirarki dengan pengolahan expert choice 2000 ... 80

17.Hasil Sintesis alternatif strategi ... 18.Struktur Hirarki dengan Nilai Bobot ... 83

19.Tingkat Kepentingan Faktor terhadap Aktor ... 84

20.Hirarki Tingkat Kepentingan Aktor terhadap Tujuan ... 85

21.Hirarki Tingkat Kepentingan Tujuan terhadap Alternatif Strategi ... 86

22.Skema Hirarki Hasil Pembobotan dengan Pengolahan Vertikal ... 88


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Inventor/Investor ... 101 2. Kuesioner Expert Judgement ... 121 3. Hasil Olah Data ... 128


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan penelitian dan pengembangan telah banyak dilakukan di berbagai bidang. Khusus di bidang pertanian kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan atau lainnya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbangtan) merupakan salah satu lembaga penelitian di Kementerian Pertanian yang melaksanakan tugas, pokok dan fungsi dalam penelitian dan pengembangan pertanian. Selama kegiatan penelitian dan pengembangan (baca: litbang) tersebut, Badan Litbangtan telah banyak menghasilkan invensi ataupun produk hasil inovasi yang dapat dimanfaatkan. Upaya pemanfaatan hasil invensi di bidang pertanian sampai dengan saat ini masih perlu lebih banyak lagi disosialisasikan, demikian pula halnya dengan komersialisasinya. Upaya komersialisasi produk hasil invensi pertanian memerlukan peran investor/mitra swasta dan inventor melalui suatu kerjasama. Kerjasama komersialisasi diperlukan guna pemanfaatan yang lebih besar lagi, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Produk hasil invensi adakalanya merupakan inovasi dan perekayasaan dari invensi yang sebelumnya. Upaya inovasi dan perekayasaan tersebut dilakukan untuk memecahkan masalah teknis yang dihadapi melalui kerja kreatif pemanfaatan ide yang melibatkan kekayaan intelektual (KI).

Dalam era globalisasi dan persaingan perdagangan bebas, tidak sedikit tantangan yang dihadapi Indonesia untuk dapat bersaing dengan produk negara-negara lain. Demikian pula halnya dengan produk pertanian Indonesia, terutama jagung harus dapat menunjukkan keunggulannya di pasar internasional. Dibanding tahun 2010, produksi jagung tahun 2011 (Angka Ramalan III) terlihat ada penurunan produksi sebesar 5,99% dibanding tahun 2010. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 261,82 ribu hektar (6,34%), sedangkan produktivitas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 0,16 kuintal/hektar (0,36%) (BPS, 2011). Pemerintah menargetkan produksi jagung tahun 2011 : 197,488 juta ton atau naik 13% dibandingkan tahun


(20)

2010 yang hanya 171,180 ton (Berita Daerah, 2011). Oleh karenanya, produktivitas jagung perlu ditingkatkan dengan menerapkan sistem pertanian industrial unggul ditunjang oleh benih unggul pula. Benih unggul dapat dihasilkan dari proses invensi dan inovasi yang membutuhkan waktu tidak sebentar.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung 2007-2011

Satuan 2007 2008 2009 2010 2011*

Luas Panen (000 ha) 3.630,3 4.001,7 4.160,7 4.184,1 3.895,8

Produksi (000 ton) 13.287,5 16.317,3 17.629,7 18.016,5 17.392,2

Produktivitas (kuintal/ha) 36,60 40,78 42,37 43,06 44,64

Keterangan : * ) Angka Ramalan III Sumber: BPS 2011

Jagung berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok (food) dan sebagai bahan baku pakan ternak (feed). Sebagian wilayah di Indonesia menjadikan jagung sebagai bahan pangan pokok. Selain itu dengan digerakkannya upaya diversifikasi pangan non beras maka kebutuhan jagung menjadi meningkat. Pertumbuhan produksi jagung lebih pesat di antara 4 (empat) komoditas tanaman pangan. Produksi jagung meningkat sangat tajam dari hanya 9,7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 16,3 juta ton pada tahun 2008 dengan laju peningkatan produktivitas sebesar 4,9% per tahun. Peningkatan produksi yang paling pesat terjadi pada tahun 2008 sebesar 19,3%. Iklim yang kondusif disertai oleh harga yang memadai telah mendorong petani untuk memperluas areal tanam dan meningkatkan produktivitas jagung (Sudaryanto, et al., 2009).

Jagung yang ditanam pada umumnya masih berasal dari jenis benih jagung bersari bebas (komposit), hasil persilangan secara hibrida dan transgenik. Jenis benih transgenik sampai saat ini masih dalam skala fasilitas uji terbatas (FUT) dan belum dilakukan penanamannya secara luas, oleh karena jenis benih ini merupakan benih produk rekayasa genetik (PRG) yang masih perlu dikaji lebih lanjut keamanannya.

Kebutuhan benih jagung setiap tahunnya akan terus meningkat. Pasokan benih dari beberapa perusahaan benih masih perlu kontribusi benih impor yang juga bisa berupa benih parent stock. Pada tahun 2011 dari bulan Januari s/d Juli impor benih jagung telah mencapai 3.804 ton (Tabel 2) dengan nilai 5,23 juta dollar dan terus akan bertambah hingga bulan Desember, oleh karena hanya 70,3%


(21)

3

yang dapat dipenuhi produsen benih jagung lokal (Republika, 2011). Sampai saat ini perusahaan asing masih mendominasi pasar benih jagung dengan share market

PT. BISI International, Tbk 40% dan PT. DuPont Indonesia, Tbk 40%. Sisanya diisi oleh kompetitor lainnya seperti PT. Monsanto Indonesia, Tbk 8%, PT. Agri Makmur Pertiwi 3%, PT. Sang Hyang Sri 2% dan sisanya diisi oleh kompetitor lain (Kontan, 2011).

Tabel 2. Kebutuhan Benih Padi dan Jagung Tahun 2011 Jenis Tanaman

Pangan Pokok

Kebutuhan Produksi (000 ton)

Kebutuhan Benih

(ton)

Pasokan Benih Dalam

Negeri (ton)

Pemenuhan Benih dari

Import (ton)

Padi (GKG) 70.600 6.663 2.229 349.000

Jagung (Pipilan) 24.000 61.031 42.910 3.804*

Keterangan : *) data impor benih jagung bulan Januari s/d Juli 2011

Sumber : http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/79729/Produksi-bibit-pangan-hibrida-masih-kontet

Perbenihan dan perbibitan nasional perlu didukung oleh 6 (enam) langkah tepat, yaitu tepat varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga dan khusus untuk jagung perlu didukung oleh penerapan pendekatan pengembangan agribisnis dan pola kemitraan. Termasuk mengembangkan penangkar produsen benih melalui pemberian bantuan pengembangan sistem produksi benih hingga ke pemasarannya (Kementan, 2011).

Guna mendukung upaya tepat varietas dan mengisi peluang pasar benih jagung tersebut, maka salah satu hasil invensi Badan Litbangtan yang diupayakan mampu mendukung peningkatan produktivitas jagung nasional, yaitu ditemukannya persilangan tunggal jagung hibrida Bima 1 yang diperoleh dari hasil penelitian sejak tahun 1992-2001, dan kemudian baru dirilis lagi pada tahun 2007, 2008 dan 2010, yang keseluruhannya telah menghasilkan 10 (sepuluh) rakitan jagung hibrida varietas Bima. Hasil invensi berupa rakitan benih jagung hibrida tersebut akan terus bertambah. Akan tetapi baru 5 (lima) investor yang menjadi lisensor atas hasil invensi tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kendala dalam mengkomersialisasikan hasil invensi jagung hibrida. Oleh karenanya, perlu dicari solusi guna meningkatkan pemanfaatan benih jagung hibrida hasil invensi secara komersial. Selanjutnya diperlukan pengembangan lebih lanjut atas strategi komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, sehingga lebih banyak lagi jagung


(22)

hibrida hasil invensi Badan Litbangtan yang dapat dikomersialisasikan kepada investor sehingga benih yang dihasilkan dari Badan Litbangtan dapat memenuhi kebutuhan benih nasional.

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan upaya komersialisasi, yaitu (1) Keberhasilan seorang inventor/peneliti dalam mengkomersialisasikan teknologi hasil penelitiannya dipengaruhi oleh kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, kendati kadang kedua faktor tersebut juga disebabkan oleh sesuatu di luar dirinya (Widyaningrum, 1999); (2) Riset untuk penerapan atau aplikasi lebih berpotensi komersial dibandingkan dengan riset untuk pengembangan ilmu dan strategi untuk promosi hasil riset agar lebih berhasil secara komersial perlu dilakukan dengan pendekatan komunikasi pemasaran melalui bauran promosi atau bauran komunikasi dan pendekatan inovasi melalui difusi inovasi. Agar secara komersial menguntungkan, maka peranan jaringan institusi sumber hasil riset iptek (inventor) dengan institusi penguasa hasil riset tersebut (misalnya masyarakat industri dan investor) sangat diperlukan, terutama untuk pemasyarakatan hasil riset dalam jumlah besar atau produksi massal (Kuswarno, 2006); (3) Beberapa negara yang telah melaksanakan kemitraan iptek mengungkapkan bentuk/pola kemitraan iptek yang dikembangkan berpengaruh terhadap perkembangan iptek dan sistem inovasi, serta perkembangan ekonomi pada umumnya. Peran pemerintah sangat penting dalam mendorong berkembangnya kemitraan iptek termasuk keterlibatan swasta, juga menjadi kunci keberhasilan dalam banyak kemitraan iptek (DRN, 2010).

Invensi ataupun inovasi teknologi unggulan yang dihasilkan Badan Litbangtan pada umumnya memiliki nilai HKI/PVT (Hak Kekayaan Intelektual/Perlindungan Varietas Tanaman). Keduanya merupakan obyek alih teknologi yang dapat dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme yaitu (1) komersial : untuk memperoleh keuntungan finansial; atau (2) mekanisme non komersial : untuk CSR (corporate social responsibility) Badan Litbangtan sebagai lembaga pelayanan publik.

Dalam hal komersialisasi, Badan Litbangtan telah menawarkan hasil invensinya untuk dialih-teknologikan kepada investor/mitra swasta dengan memberikan hak ekslusif berupa penawaran menjadi lisensor dengan kerjasama


(23)

5

lisensi, sedangkan invensi yang dialih-teknologikan secara non komersial untuk dapat digunakan masyarakat secara cuma-cuma kemudian menjadi public domain

(Gambar 1).

Gambar 1. Mekanisme alih teknologi

Dalam hal ini investor/mitra swasta yang berperan dalam melakukan komersialisasi dan penyebarluasan hasil invensi, inventor yang melakukan invensi dan inovasi melalui lembaga penelitian, sehingga kemudian hasil invensinya dapat dimanfaatkan oleh petani dan pengusaha di sektor pertanian, serta masyarakat secara luas.

1.2. Rumusan Masalah

Produksi jagung di Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan. Status Indonesia dalam perdagangan jagung dunia adalah sebagai net importer.

Sejak tahun 2000, volume impor jagung sudah mencapai di atas 1 juta ton. Kalau dilihat dari pangsanya terhadap kebutuhan dalam negeri memang masih kecil (8,21%) dengan laju peningkatan pangsa sekitar 7% per tahun. Namun tanpa memacu produksi dalam negeri, volume dan pangsa impor jagung akan terus meningkat. Hal ini disebabkan laju peningkatan kebutuhan lebih cepat dari laju peningkatan produksi. Strategi dalam pengembangan sistem produksi jagung yang dapat ditempuh meliputi : (1) percepatan pengembangan varietas unggul dan alih teknologi budi daya jagung yang efisien input; (2) pengawalan kebijakan pemerintah untuk peningkatan produksi jagung; (3) peningkatan kemitraan


(24)

dengan swasta untuk meningkatkan akses petani terhadap modal usaha; dan (4) penguatan dan penerapan model penyuluhan melalui kerjasama dengan penyalur sarana produksi (Badan Litbangtan, 2007).

Hasil invensi jagung hibrida yang telah dikerjasamakan sampai tahun 2010 sebanyak 7 (tujuh) varietas (Tabel 3). Namun demikian masih banyak hasil invensi jagung hibrida lainnya yang belum dikomersialisasikan. Disamping itu masih terdapat berbagai masalah dalam upaya komersialisasi jagung hibrida hasil invensi, antara lain :

1. Invensi jagung hibrida yang dihasilkan masih belum matang dengan ditemukannya ketidaksesuaian hasil.

2. Royalti atas hasil invensi jagung hibrida masih belum jelas peraturan teknisnya.

3. Panduan umum penetapan harga jual invensi (valuasi invensi) masih belum dapat dirumuskan untuk jagung hibrida hasil invensi.

4. Perlunya pendampingan teknis dari inventor jagung hibrida selama masa perjanjian kerjasama lisensi.

Tabel 3. Jagung Hibrida Hasil Invensi Badan Litbangtan

No. Nama Jagung Hibrida Keterangan

1. Jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung Sudah dilisensi

2. Jagung hibrida varietas Bima 3 Sudah dilisensi

3. Jagung hibrida varietas Bima 4 Sudah dilisensi

4. Jagung hibrida varietas Bima 5 Sudah dilisensi

5. Jagung hibrida varietas Bima 6 Sudah dilisensi

6. Jagung hibrida varietas Bima 7 Belum dilisensi

7. Jagung hibrida varietas Bima 8 Belum dilisensi

8. Jagung hibrida varietas Bima 9 Belum dilisensi

9. Jagung hibrida varietas Bima 10 Sudah dilisensi

10. Jagung hibrida varietas Bima 11 Sudah dilisensi

Sumber : Data dikompilasi BPATP, 2011.

Oleh karenanya, penelitian ini perlu dilakukan guna mendapatkan strategi pengembangan komersialisasi yang tepat agar hasil penelitian jagung hibrida dapat sampai di masyarakat dan menunjang kebutuhan benih jagung nasional, disamping menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui mekanisme kerjasama lisensi juga ikut melaksanakan kewajiban alih teknologi bagi lembaga penelitian pemerintah.


(25)

7

Dalam penelitian dilakukan identifikasi strategi pengembangan komersialisasi dalam bentuk pertanyaan :

1. Bagaimanakah proses komersialisasi jagung hibrida hasil invensi ?

2. Bagaimanakah strategi komersialisasi yang tepat bagi jagung hibrida hasil invensi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan komersialisasi dalam memasarkan produk hasil invensi, khususnya jagung hibrida sehingga laku ‘dijual’ kepada investor/mitra swasta. Obyek penelitian adalah jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung, jagung hibrida varietas Bima 3, jagung hibrida varietas Bima 4, jagung hibrida varietas Bima 5 dan jagung hibrida varietas Bima 6.

Kelima varietas tersebut merupakan hasil invensi jagung hibrida yang telah dikerjasamakan kepada 5 (lima) mitra/investor akan tetapi hanya 3 (tiga) mitra/investor yang masih melanjutkan kerjasama lisensinya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis strategi pengembangan komersialiasi jagung hibrida hasil invensi Badan Litbangtan.

2. Mengidentifikasi strategi komersialisasi jagung hibrida melalui pemberian hak kepada mitra/investor sebagai lisensor yang merupakan salah satu mekanisme kerjasama alih teknologi demi memudahkan ’pemasaran’ hasil invensi Badan Litbangtan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam :

1. Ilmu manajemen strategik : dalam hal upaya mengkomersialisasi hasil invensi suatu penelitian, khususnya jagung hibrida, sehingga laku ‘dijual’ melalui kerjasama lisensi dan diminati investor oleh karena dapat memberikan kemudahan akses teknologi.


(26)

2. Badan Litbangtan : mampu memberikan arahan kebijakan mengenai strategi pengembangan komersialisasi yang sesuai dengan karakteristik hasil invensinya, sehingga Badan Litbangtan mengetahui posisi tawar akan produk hasil invensinya.

3. Memberikan pengembangan wawasan keilmuan dalam hal strategi komersialisasi hasil invensi di bidang pertanian.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Pengkajian strategi pengembangan komersialisasi jagung hibrida hasil invensi varietas Bima ini, mencakup beberapa indikator dalam kerjasama/kontrak lisensi baik dari sisi inventor/peneliti, sisi mitra/investor dan lembaga litbang, profil investor sebagai pelisensor, profil inventor sebagai pelisensi/licensee dan bagaimana Badan Litbangtan mempromosikannya dalam rangka alih teknologi kepada mitra/investor. Asumsi yang dapat dibangun bahwa ketika suatu hasil invensi Badan Litbangtan, dapat dimanfaatkan oleh mitra/investor untuk dikomersialkan melalui perbanyakan produk secara massal, maka nilai komersial hasil invensi tersebut tinggi.

Fokus yang ingin diketahui yaitu mekanisme kerjasama lisensi alih teknologi yang optimal sehingga dapat memberikan manfaat/keuntungan bagi mitra/investor, inventor dan lembaga penelitian. Seperti halnya Wheelen dan Hunger (2004) melihat bahwa investor mengadopsi inovasi melalui strategi kerjasama oleh karena terkait dengan beberapa akses kemudahan pada : (1) sumber teknologi; (2) pasar; (3) risiko keuangan; (4) risiko politis; dan (5) daya saing pada produk. Rogers (2003) yang diadaptasi oleh Indraningsih (2010) dan Kuswarno (2006) menuliskan bahwa pengguna mengadopsi inovasi dengan persyaratan bahwa karakter inovasi yang dapat diadopsi harus memiliki (1) keuntungan relatif; (2) kesesuaian; (3) sedikit kerumitan; (4) dapat diujicoba; dan (5) dapat diamati. Sedangkan Osman (2004) mempersyaratkan adanya komponen proses kerjasama dan manajemen untuk terjadinya adopsi inovasi dan Yuswanto (2008) cenderung menilai bahwa inventor memerlukan beberapa hal dalam bekerjasama seperti : (1) membagi risiko penemuan; (2) membagi informasi; (3) menentukan jangka waktu kerjasama; dan (4) menilai hasil invensinya secara ekonomis.


(27)

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Jagung

Klasifikasi ilmiah tanaman jagung sebagaimana diketahui adalah : Kerajaan : Plantae

Divisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Familia : Poaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Gambar 2. Jagung (Zea mays Ssp. mays L.)

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung merupakan sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, selain itu jagung juga menjadi alternatif sumber pangan. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun


(28)

tongkolnya), diambil minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya).

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m.

Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m, meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman. Batang jagung tegak dan mudah terlihat. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut.


(29)

11

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri) (James, 1995).

2.2.Benih Jagung Hibrida

Benih jagung dapat diperoleh dengan 3 (tiga) cara, yaitu (1) komposit (varietas bersari bebas); (2) hibrida (persilangan); dan (3) transgenik. Di negara berkembang seperti Indonesia penggunaan benih jagung unggul masih didominasi oleh varietas bersari bebas atau jagung komposit. Jagung komposit lebih mudah ditanam di beberapa lingkungan dan pengembangannya sederhana, benih jagung komposit juga dapat secara cepat diperbanyak oleh petani atau kelompok tani, sehingga memungkinkan menyebar dan dapat mengurangi ketergantungan petani kepada pihak lain, karena dapat menyimpan benih sendiri, sehingga biaya produksi lebih murah. Selain itu, petani masih menggunakan varietas unggul jagung komposit, antara lain oleh karena daya adaptasinya yang luas, dapat dikembangkan pada lahan marjinal maupun lahan subur, harga benihnya relatif murah, benihnya juga dapat digunakan beberapa generasi tanpa mengalami degenerasi (kemunduran hasil), umur genjah dan daya hasil cukup tinggi (Pangaribuan, 2010).

Suwarno (2008) menjelaskan bahwa jagung jenis hibrida diperoleh dari generasi F1 hasil persilangan dua atau lebih galur murni dan memiliki perbedaan

keragaman antar varietas, tergantung dari tipe hibridisasi dan stabilitas galur murni. Komersialisasi jagung hibrida sudah dimulai sejak tahun 1930, namun penanaman jagung hibrida secara luas (ekstensif) di Asia baru dimulai pada tahun 1950-1960. Di sebagian besar negara berkembang, 61% dari lahan pertanaman jagung masih ditanami varietas bersari bebas. Hal ini dimungkinkan karena


(30)

varietas bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marjinal. Varietas jagung hibrida telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dari varietas jagung bersari bebas. Secara umum, varietas hibrida lebih seragam dan mampu berproduksi lebih tinggi 15% - 20% dari varietas bersari bebas. Selain itu, varietas hibrida menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas bersari bebas (Suwarno, 2008). Tiga tipe hibrida sudah digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way cross hybrid) (Sprague dan Dudley dalam Suwarno, 2008).

Benih jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung, varietas Bima 3, varietas Bima 4, varietas Bima 5 dan varietas Bima 6 (keseluruhannya 5 varietas) yang telah dilisensi adalah jenis benih hibrida silang tunggal. Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara 2 (dua) galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur-galur murni yang digunakan dalam silang tunggal diasumsikan telah homozigot. Oleh karena itu, tanaman hibrida silang tunggal bersifat heterozigot. Tidak semua kombinasi galur murni akan menghasilkan silang tunggal yang superior. Pada kenyataannya, agak jarang kombinasi galur murni yang menghasilkan silang tunggal dengan hasil yang superior. Kombinasi galur murni harus diuji daya gabungnya untuk menemukan kombinasi mana yang akan berguna untuk produksi benih hibrida (Poehlman dalam Suwarno, 2008).

Sejumlah varietas jagung hibrida yang telah dirilis oleh Badan Litbangtan di tahun 2011, 2 (dua) varietas tergolong berumur genjah (umur ≤ 90 hari) yaitu varietas Bima 7 dan Bima 8. Jagung umur genjah merupakan salah satu program strategis Badan Litbangtan untuk menghadapi perubahan iklim global. Hal ini penting karena pertanaman jagung di Indonesia sekitar 79% terdapat di lahan tegal dan 10% di lahan sawah tadah hujan yang memerlukan varietas umur genjah (<90 hari) toleran kekeringan (Sinartani, 2011).


(31)

13

2.3.Produksi dan Kebutuhan Benih Jagung Nasional

Produksi jagung nasional untuk tahun 2011 hingga tahun 2014 diharapkan dapat meningkat sebanyak 10,02% (Tabel 4). Peningkatan tersebut perlu ditunjang oleh luas lahan yang mencukupi dan benih jagung unggul. Produksi benih yang diusahakan petani diharapkan dapat mencapai 80.000 ton (77,14%) dari kebutuhan nasional sebanyak 350.000 ton. Produktivitas jagung nasional untuk varietas lokal masih sangat rendah, yaitu 2-3 ton/ha, jagung hibrida 7-10 ton/ha, dan jagung komposit kurang dari 5 ton/ha. Oleh karena itu, penelitian terhadap jagung hibrida dapat lebih diarahkan pada upaya memenuhi kebutuhan benih jagung nasional, sehingga dapat mengurangi importasi benih jagung yang saat ini sudah mencapai 22,9%. Pemasukan benih jagung tertinggi untuk penelitian sampai dengan saat ini diperoleh dari negara Thailand (Badan Litbangtan, 2011). Keunggulan menggunakan benih jagung hibrida adalah tahan terhadap penyakit tertentu, masa panennya lebih cepat dengan kualitas dan mutu produksi lebih tinggi (Pioneer dalam Oktavianto, 2011).

Tabel 4. Sasaran Produksi Tanaman Pangan

Komoditas 2010 2011 2012 2013 2014 Pertumbuhan

No. (000 ton) (% /tahun)

1. Padi 66.680 68.800 71.000 73.300 75.700 3,22

2. Jagung 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000 10,02

3. Kedelai 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 20,05

4. Kacang

tanah

882 970 1.100 1200 1.300 10,20

5. Kacang

hijau

360 370 390 410 430 4,55

6. Ubi kayu 22.248 22.400 25.000 26.300 27.600 5,54

7. Ubi jalar 2.000 2.150 2.300 2.450 2.600 6,78

Sumber : Kementerian Pertanian, 2011. 2.4.Pendekatan Teoritis Hasil Invensi

Invensi adalah upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat untuk memecahkan persoalan secara teknis yang dihadapi oleh masyarakat, setelah melalui proses penelitian yang panjang (Badan Litbangtan, 2010). Inovasi adalah kegiatan untuk membawa hasil invensi, baik dalam bentuk teknologi (dalam bentuk proses, model, atau prototipe maupun jasa) ke pengguna akhir dan pasar untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ide, gagasan, maupun konsep. Pengertian inovasi harus dibedakan dari pengertian penemuan (invention).


(32)

informasi untuk menciptakan sesuatu yang baru. Inovasi mempunyai proses yang lebih panjang; dimulai dengan penemuan, kemudian dilanjutkan dengan pengenalan penemuan tersebut dan akhirnya konsep tersebut dapat diwujudkan dan diterapkan menjadi sesuatu yang bernilai guna dan menguntungkan (Widyaningrum, 1999).

Di lapangan, pelaksanaan pengenalan hasil invensi Badan Litbangtan perlu dilakukan melalui kerjasama dengan mitra/investor guna komersialisasi. Goenadi (2004) menjelaskan bahwa tahapan umum komersialisasi produk bioteknologi pertanian melalui 5 (lima) tahapan hingga pemasaran produk (Gambar 4). Sebuah invensi bioteknologi pada dasarnya merupakan ide atau solusi bagi sebuah masalah teknis. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperoleh perlindungan hukum sebelum mengkomersialkannya dengan melakukan pendaftaran paten. Dalam beberapa kasus, penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan sebelum sebuah invensi dapat diwujudkan dalam bentuk produk yang dapat dipasarkan kemudian dibutuhkan upaya untuk memasarkannya dengan dukungan sumberdaya manusia, investasi, waktu, dan kerja kreatif. Riset pengembangan merupakan tahapan yang sangat penting sebelum sebuah hasil penelitian bioteknologi dapat menjadi sebuah produk atau proses. Walaupun banyak tahapan yang dapat ditempuh, pengalaman menunjukkan bahwa riset pengembangan menentukan keyakinan pihak investor dalam mengkomersialisasikan teknologi yang dihasilkan (Goenadi, 2004).


(33)

15

2.5. Komersialisasi, Kerjasama/Kemitraan Iptek dan Aliansi Strategik

Kegiatan komersialisasi dalam kerangka kerja alih teknologi (Gambar 5) merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh industri guna memperoleh manfaat finansial. Komersialisasi yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mentranformasikan pengetahuan dan teknologi menjadi produk baru, proses atau pelayanan, dalam kaitannya dengan peluang pemasaran. Dan proses komersialisasi ini membutuhkan peneliti dan manajer, dan lain-lain yang kritis terhadap proses komersialisasi sehingga menjadi nilai budaya dalam berinovasi dan berwirausaha (Rosa dan Antoine, 2007). Waluyo (2006) mendefinisikan komersialisasi sebagai suatu usaha meningkatkan nilai tawar teknologi yang dilakukan secara bertahap, yaitu dengan membentuk hubungan atau kemitraan dengan perseorangan atau lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pengembangan teknologi. Hubungan kemitraan ini kemudian menjadi suatu model yang menjadi acuan dalam percepatan komersialisasi hasil-hasil riset.

Kemitraan merupakan suatu kesepakatan hubungan antara dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan bersama tertentu. Istilah "kemitraan iptek" umumnya digunakan untuk menunjukkan suatu kesepakatan hubungan antara dua atau lebih pihak, untuk mencapai tujuan bersama tertentu dalam bidang iptek. Kesepakatan yang terjadi bisa mengikat secara hukum atau juga bersifat lebih longgar. Para pihak yang terlibat dalam kemitraan iptek bisa merupakan pengembang/penyedia iptek atau penyedia dan pengguna iptek. Sementara lingkup kemitraan iptek bisa dalam pengembangan/inovasi, alih/transfer, pemanfaatan, difusi, dan/atau penguasaan iptek. Beberapa literatur menggunakan kata ”kemitraan” (partnership) untuk hubungan/konteks bisnis. Walaupun begitu, istilah ”kemitraan” pada dasarnya memiliki pengertian yang luas. Hubungan kemitraan antara dua pihak atau lebih dapat berupa hubungan dalam tingkatan yang dinilai lebih ”longgar” seperti ”koordinasi” (coordination) hingga tingkatan yang ”lebih mengikat” seperti ”kerjasama” (cooperation) dan ”kolaborasi”

(collaboration) (Taufik, 2008).

Aliansi strategik pada dasarnya merupakan kemitraan, atau sering juga disebut kolaborasi antara dua atau lebih pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategik. Bidang tersebut dapat bersifat murni bisnis atau terkait dengan


(34)

16

Kepemilikan t inggi Royalt i = 0

Perlindungan Hukum t inggi Pengakuan t inggi

Percepat an Alt ek t inggi

Lisensi Indust ri Inovasi M anfaat Sosial/ CSR UKM Kerjasama

Cost of Recovery Royalt y = 0

Kepast ian Hukum t inggi Produksi M assal t inggi Daya Saing Indust ri t inggi Invest asi Rendah

M uat an Teknologi rendah Presisi/ M ut u rendah Keseragaman rendah Nilai Komersial rendah

Komersial

Non Kom ersial

Pelepasan

Kebaruan (Novelt y)

M anfaat (Usefulness)

Dit erima di Indust ri

(Applicable t o Indust ry)

BUSS (Baru, Unik, Seragam, St abil) Sert ifikat Int angible Asset s HKI/ PVT Invensi Tangible Asset s Riset RPTP Insent if

Angka Kredit (Paper, Seminar, Jurnal)

Invest asi t inggi M uat an Teknologi t inggi Presisi/ M ut u t inggi Ket idakseragaman rendah Nilai Komersial t inggi

Tanda Daft ar

Alih Teknologi

Aset negara Anggaran

Tem u Bisnis Ekspose M edia M asa

Pengem bangan

Penelit ian

* ) Innovat ion is not innovat ion unt il someone ut ilized it and makes money on it s idea and creat ivit y

M anfaat Finansial


(35)

17

litbangyasa iptek. Ada beberapa pengertian tentang aliansi strategis yang ditemukan dalam berbagai literatur. Teece (1992) diantaranya mendefinisikan aliansi strategik sebagai suatu rantai perjanjian antara dua atau lebih mitra dalam berbagi komitmen untuk mencapai tujuan dengan menggabungkan sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan secara bersama.

Dalam konsep aliansi strategis, terdapat 2 (dua) tipe aliansi strategik, yaitu (1) Alih teknologi yang dilakukan dengan perjanjian pengalihan lisensi dari satu institusi ke institusi lainnya; dan (2) Pengembangan teknologi dalam rangka pengembangan fasilitas litbang bersama dan pengembangan aktifitas lanjutan untuk pengembangan pada produk, produksi, distribusi dan penjualan. Dari perspektif legal, dalam pengembangan kemitraan iptek yang saling menguntungkan perlu diketahui pola aliansi strategis, terutama menyangkut (1) sifat hubungan yang terjadi dan dikehendaki bersama; (2) batasan hubungan antarpihak; dan (3) hak berpartisipasi setiap pihak (DRN, 2010).

2.6. Kerjasama Lisensi dan Alih Teknologi

Kerjasama lisensi adalah kerjasama yang dilakukan dengan perjanjian lisensi. Perjanjian lisensi adalah perjanjian pengalihan pengelolaan dan pendayagunaan invensi dari pemilik invensi (inventor) kepada pengguna invensi (industri/investor). Invensi adalah hasil gagasan, ide, dan konsep yang sudah berupa proses, model, prototipe ataupun menurut karakteristik invensi Badan Litbangtan yaitu berupa varietas, prototipe, formula, proses dan produk. Invensi teknologi hasil litbang yang dibiayai pemerintah wajib diinovasikan dalam rangka pengembangan, baik secara komersial maupun non komersial kepada pihak lain. Komersialisasi invensi hasil litbang pertanian dalam rangka inovasi teknologi dilaksanakan dengan memberikan hak (“lisensi”) kepada pihak lain untuk melaksanakan produksi massal yang dilandasi dengan kerjasama lisensi (Gambar 5). Kerjasama lisensi baru dapat dilakukan setelah hasil invensi teknologi hasil litbang tersebut mendapatkan perlindungan HKI (hak kekayaan intelektual) maupun PVT (perlindungan varietas tanaman) (Badan Litbangtan, 2010).

Kerjasama lisensi komersial umumnya diarahkan untuk industri dengan modal kuat, sehingga nilai komersial invensi teknologi tersebut juga harus tinggi


(36)

dengan nilai 0% < royalti < 10% atau bila dimungkinkan >10%, dari keuntungan bersih hasil pengembangan, tergantung pada kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama lisensi non komersial dilaksanakan memiliki nilai royalti 0%, artinya bahwa telah ada pengakuan HKI atas invensi yang dilisensikan kepada pihak lain. Royalti adalah kompensasi bernilai ekonomis dalam rangka alih teknologi yang diberikan oleh penerima alih teknologi kepada pemilik invensi (Badan Litbangtan, 2010).

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pasal 16 menyebutkan bahwa perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektualnya dan berhak menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk mengembangan diri. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih teknologi, Kekayaan Intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga litbang, disebutkan pada pasal 20 bahwa mekanisme alih teknologi dilaksanakan melalui lisensi, kerjasama, pelayanan iptek dan publikasi. Selanjutnya pada pasal 38 disebutkan bahwa pendapatan dari hasil alih teknologi dapat digunakan langsung untuk meningkatkan anggaran UK/UPT, memberi insentif kepada inventor, memperkuat unit pengelola alih teknologi, memperkuat sumber daya iptek, dan memperluas jaringan kerjasama iptek. Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya.

Strategi kerjasama (cooperative strategy) sebagaimana digambarkan oleh Wheelen dan Hunger (2004) dapat dilihat bahwa tujuan untuk melaksanakan aliansi strategik diantaranya yaitu (1) mendapatkan teknologi; (2) dapat mengakses pasar; (3) dapat mengurangi risiko keuangan; (4) mengurangi risiko politis; dan (5) mencapai daya saing tertentu (Gambar 6).


(37)

19

Gambar 6. Strategi Kerjasama (Wheelen dan Hunger, 2004)

Jenis aliansi strategik pada tingkat bisnis dibagi kedalam 4 (empat) jenis, yaitu (1) aliansi komplementer: dimana kemitraan dibangun untuk saling melengkapi antar perusahaan yang membuat masing-masing lebih kompetitif mencakup distribusi, pemasok atau aliansi outsourcing; (2) aliansi untuk mengurangi persaingan: dimana kemitraan dibangun untuk menghindari persaingan dengan menggunakan kolusi diam-diam seperti penetapan harga; (3) aliansi untuk merespon persaingan: dimana perusahaan menggabungkan kekuatan untuk merespon tindakan strategik pesaing lainnya; dan 4) aliansi untuk mengurangi ketidakpastian dimana aliansi digunakan untuk melindungi risiko dari ketidakpastian.

Mendorong kepercayaan investor untuk mau bekerjasama dalam melakukan pemasaran produk hasil invensi pada dasarnya menjadi masalah utama bagi lembaga penelitian lainnya. Sebagian investor di Indonesia beranggapan bahwa litbang membutuhkan investasi relatif besar dan risiko tinggi, berbeda dengan negara-negara maju, di mana alokasi dana litbang mendapat perhatian besar.

Hubungan kerjasama dalam penelitian banyak dilakukan dalam proses inovasi. Hubungan kerjasama ini dilakukan untuk dapat mengakses sumber-sumber teknologi (atau aset lain) dan mengintegrasikannya kedalam produk atau jasa suatu perusahaan (Hummel, et al, 2010). Hummel, et al (2010) menyebutkan 3 (tiga) temuan yang menarik yang melatarbelakangi timbulnya kerjasama dalam penelitian, yaitu (1) nilai sebuah kerjasama diidentifikasi dari mitra yang potensial

Strategic Alliance

Access to markets

Achieve competitive advantage Obtain technology

Reduce financial risk


(38)

pada model bisnis. Dan nilai ini menjadi masukan yang penting dalam proses penciptaan kerjasama; (2) risiko sebuah kerjasama adalah risiko ketidakpastian hasil. Oleh karenanya melalui kerjasama, risiko dapat dikonversi pada kedua belah pihak sehingga akan mengurangi risiko dari hubungan bisnis tersebut; dan (3) akan ditemukan nilai yang signifikan atas mitra yang mengerti aspek kunci dari model bisnis yang diinginkan perusahaan.

Menurut PricewaterhouseCoopers’s Transaction Service Group dalam DRN (2010) ada 6 (enam) langkah penting yang dapat diikuti oleh perusahaan untuk meningkatkan peluang keberhasilan aliansi (Gambar 7).

Gambar 7. Langkah Pengembangan Kemitraan Iptek

2.7. Penerapan Komersialisasi Hasil Invensi Saat Ini

Pemasaran merupakan kegiatan akhir dalam komersialisasi produk. Tanpa komersialisasi dan tim pemasar yang tangguh produk sebaik apapun dipastikan tidak dapat mencapai sasaran konsumen yang tepat. Oleh karenanya, rencana komersialisasi dan strategi pemasaran yang baik juga perlu disusun, mulai dari target konsumen yang dituju dilengkapi dengan perencanaan sumberdaya manusia, perencanaan fasilitas komersialisasi dan perencanaan fasilitas investasi dan pembiayaan. Upaya penerapan hasil litbang, pemasaran hasil litbang yang didukung kebijakan ataupun peraturan yang mendorong litbang akan mendukung berkembangnya komersialisasi hasil riset (Hartiningsih, 2010).

Permasalahan pemasaran invensi Badan Litbangtan, antara lain (1) kualitas jumlah pegawai untuk bidang manajemen alih teknologi; legal aspek HKI, lisensi


(39)

21

dan kerjasama Public Private Partnership; marketing teknologi serta teknologi informasi belum memadai sehingga perlu dilakukan prioritas penempatan ataupun

outsourcing; (2) sarana, bahan, dana dan sistem promosi yang belum memadai; (3) invensi yang dihasilkan belum sepenuhnya berorientasi pasar dan belum matang, sehingga terjadi ketidaksesuaian antara hasil penelitian dan permasalahannya sehingga perlu dilakukan pra-lisensi, round table meeting per klaster dengan metode 4 (empat) Tepat (Tepat Waktu/Moment, Tepat Harga, Tepat Kualitas dan Tepat Target/Calon lisensor); (4) kesadaran akan manfaat HKI, lisensi dan Public Private Partnership yang masih perlu ditingkatkan melalui sosialisasi; (5) Belum adanya kebijakan alih teknologi yang terpusat dan terkoordinasi, agar tidak terjadi duplikasi tugas dan fungsi; (6) penyelesaian tata cara penerimaan dan penggunaan royalti hasil alih teknologi masih belum dapat dilakukan. Oleh karena tata cara penggunaan royalti masih belum diatur; dan (7) belum adanya panduan umum penetapan harga jual teknologi (valuasi invensi atau pricing technology) dalam rangka alih teknologi (Balai PATP, 2010).

Perangkat kebijakan yang mengatur komersialisasi telah disediakan melalui berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Seperti UU No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, UU Nomor 14/2001 tentang Paten, UU No. 15/2001 tentang Merek, UU Nomor 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PP No. 20/2005 (Pasal 16, UU No. 18/2002) tentang Kewajiban alih teknologi kekayaan intelektual hasil litbang oleh Lembaga Litbang. PP 23/2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) dan PP 35/2007 tentang Pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk kegiatan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi. Sedangkan kurang berkembangnya transfer teknologi di Indonesia juga dapat disebabkan oleh kurang berminatnya investor terhadap hasil litbang dari negeri sendiri dan masih minimnya pengaturan tentang royalti bagi peneliti/inventor sehingga dapat memperoleh penghasilan yang layak.

Berbeda keadaannya dengan di negara-negara seperti China, Korea, Jepang dan Taiwan di mana inventor telah diwajibkan memiliki saham pada perusahaan yang telah menggunakan hasil inovasinya, sebaliknya di Indonesia inventor yang terikat pada sebuah lembaga pemerintah adalah pegawai negeri yang wajib


(40)

mendedikasikan seluruh waktu dan hasil karyanya pada negara dan belum diatur mengenai penghasilan yang dapat diperoleh dari paten invensi/inovasi yang telah komersial bahkan bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan pemerintah Australia telah merancang suatu lembaga yang bekerja di bawah koordinasi Department of Innovation, Industry, Science and Research (DIISR) dengan berbagai lembaga milik pemerintah negara bagian bahkan tingkat kota. Australia membangun kelembagaan tersebut demi menunjang kerjasama yang harmonis antara pihak swasta dengan pihak intelektual. Termasuk didalamnya berkontribusi dalam insentif inovasi, penanaman modal dan mitra pembina akademisi hingga aktivitas bisnis (Hartiningsih, 2010).

2.8. Kerjasama Lisensi dalam Komersialisasi Hasil Invensi

Sebuah kerjasama dibentuk oleh individu atau sebuah organisasi ketika individu atau organisasi tersebut mulai bekerja bersama untuk mencapai tujuan dengan memanfaatkan sumberdaya secara efektif (Rammer, 2006). Gray dalam Rammer (2006) menuliskan bahwa kerjasama memerlukan seperangkat aturan untuk mencapai konsensus dalam menjamin ‘win-win solution’ untuk semua pihak. Dalam hal ini, kedua pihak harus terlibat pada tahap pemecahan masalah, pengarahan dan implementasi.

Kuswarno (2006) memberikan kesimpulan dari hasil penelitiannya agar hasil riset iptek secara komersial menguntungkan, maka peranan jaringan institusi pengguna hasil riset iptek (inventor) dengan institusi pengguna hasil riset tersebut (misalnya masyarakat industri dan investor) sangat diperlukan terutama untuk pemasyarakatan hasil riset dalam jumlah besar atau produksi massal. Hubungan antara investor dan inventor perlu tercipta secara berkesinambungan. Di dalam konteks komersialisasi produk riset, mekanisme yang sudah umum dilakukan yaitu melalui perjanjian lisensi, penyediaan jasa konsultasi dan penjualan teknologi melalui divestasi. Skema model kerjasama dari berbagai penelitian sebelumnya (Gambar 8) memperjelas kebutuhan kerjasama antar pihak inventor, investor dan pengguna.


(41)

23

Gambar 8. Skema Mekanisme Kerjasama dari Inventor, Investor dan Pengguna

Gans dan Stern (2002) menyatakan, apabila ketersediaan kekayaan intelektual dikombinasikan dengan keahlian dalam peraturan dan distribusi dilaksanakan oleh masing-masing pihak dengan baik, maka transaksi di "pasar ide" untuk strategi komersialisasi inovasi bioteknologi akan menjadi efektif. Strategi komersialisasi menjadi salah satu keputusan yang paling penting bagi mitra/investor dalam memperoleh keuntungan dari teknologi yang dikembangkan. Strategi komersialisasi yang efektif merupakan hasil analisis yang cermat terhadap lingkungan komersialisasi, dengan mempertimbangkan manfaat dan biaya strategi alternatif untuk memperoleh keuntungan dan keunggulan kompetitif melalui inovasi. Bagi sebagian besar inovator pemula, lingkungan komersialisasi mencakup 2 (dua) elemen penting bagi pilihan strategi komersialisasi : (1) biaya relatif dan profitabilitas rantai nilai kemudian dibandingkan dengan suatu rantai nilai yang sudah mapan; dan (2) kemungkinan bahwa pengetahuan atas inovasi yang dibangun tersebut dapat dikendalikan, bahkan setelah perusahaan yang didirikan tersebut menjadi lebih sadar pada teknologi baru.

Menurut Osman (2004) variabel kerjasama yang efektif dapat dibagi menjadi 2 (dua) komponen. Komponen pertama yaitu proses kerjasama. Proses ini merupakan aktifitas yang dilakukan individu dalam bekerjasama mempertukarkan informasi untuk mencapai hasil yang inovatif. Komponen kedua, proses


(42)

manajemen yang merupakan asimilasi hasil kerjasama pada operasional investor dalam memproduksi hasil yang inovatif.

Bentuk-bentuk kerjasama dalam pemanfaatan hasil riset sebagaimana dituliskan dalam Narayanan (2001) yang merupakan hasil perumusan dari EB. Roberts dan C.A. Berry (1985) (Gambar 9). Model kerjasama lisensi sesuai untuk karakteristik produk hasil riset pada pasar dan teknologi yang baru akan tetapi sudah dikenal (new market but familiar; new technology but familiar).

M A R K E T New & Unfamiliar Usaha bersama (Joint venture) Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) New but Familiar Pemasaran Internal (Internal Market) Pengembangan Akuisisi (Development Acquisition) Usaha internal (Internal venture) Akuisisi (Acquisition) Lisensi (Licensing) Modal Bersama (Venture Capital) Pendirian usaha (Venture nurturing) Akuisisi pendidikan (Educational Acquisition) Existing Pemasaran Internal

(Internal Market) Pengembangan Akuisisi (Development Acquisition) Usaha internal (Internal venture) Akuisisi (Acquisition) Lisensi (Licensing)

Usaha baru dengan gaya yang baru (New Style Joint Venture)

Gambar 9. Bentuk Pengaturan Kerjasama (Roberts dan Berry, 1985)

2.9. Pra Lisensi dan Valuasi Invensi

Obyek riset penelitian pertanian untuk dikomersialisasikan tentunya berbeda dengan obyek riset produk manufaktur yang berwujud sama, baik pada skala pilot maupun pada skala komersial. Tidak demikian halnya dengan produk hasil riset pertanian, dimana produk riilnya masih setengah jadi. Oleh karenanya, jagung hibrida hasil invensi masih memerlukan uji lanjutan agar dapat diimplementasikan pada lahan yang lebih luas, sampai akhirnya dapat mencapai konsumen dalam bentuk produk benih yang siap dan stabil dipasarkan secara luas.

Salah satu mekanisme yang bisa ditawarkan sebelum menjadi lisensor yaitu melalui pra lisensi. Pra lisensi memberikan kesempatan bagi calon mitra/investor


(43)

25

untuk mengikuti perkembangan varietas yang akan dilisensi sejak tahap uji multilokasi. Pra lisensi adalah masa pada saat status HKI belum definitif dimana mitra melakukan kerjasama penelitian partisipatif sejak penelitian hulu (proses perakitan teknologi) atau pada penelitian hilir (uji multilokasi, uji efektifitas/efikasi, uji pasar, dll) dan kemudian berhak memperoleh prioritas sebagai pemegang pra lisensi atau lisensi. Pra lisensi mempermudah mitra/investor dalam memilih hasil invensi yang akan memberikan keuntungan usaha.

Valuasi invensi adalah penetapan nilai/penentuan harga/penentuan nilai atas hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensi/teknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau secara regular perwaktu. Komersialisasi invensi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran kepada pengguna. Kegiatan ini cukup kompleks karena melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. Alih Teknologi inovasi tidak selalu mudah karena melibatkan berbagai pelaku dan mekanisme yang cukup rumit. Tahapan utama yang sulit dilakukan adalah melakukan valuasi (penetapan nilai) terhadap inovasi yang akan dialihkan (BPATP, 2011).

Mekanisme valuasi teknologi bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan komersialisasi teknologi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi (Dietrich dalam Dharmawan, 2007). Andriyanto (2011) mengutip Direktorat Riset Komersial Strategis (Dit. RKS, IPB) (2010) menyatakan ada beberapa pilihan strategi komersialisasi diantaranya adalah menciptakan usaha baru (create new venture), pemberian lisensi atau royalti, penjualan (sale) atau jual putus, dan joint venture. Pilihan-pilihan ini berdasarkan pada beberapa faktor strategis seperti karakteristik produk/teknologi, kemampuan produksi, pasar dan kebutuhan finansial. Menentukan nilai dan memprediksikan harga suatu teknologi merupakan proses yang cukup sulit dalam proses komersialisasi karena sifat invensi dalam bentuk teknologi yang tidak terukur (intangible). Oleh karenanya, mekanisme pra lisensi dan valuasi invensi


(44)

merupakan tahapan-tahapan pilihan yang dilakukan dalam rangka mencapai aliansi kerjasama.

2.10. Perencanaan Strategik

Perencanaan strategik (Renstra) diperlukan dalam menentukan strategi untuk mencapai tujuan jangka panjang organisasi. Perencanaan strategi yang telah banyak dikenal adalah (1) model manajemen strategik dari Wheelen-Hunger; dan (2) model manajemen strategik dari Fred R. David.

Manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan/organisasi dalam jangka panjang. Manajemen strategik menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan (Wheelen-Hunger, 2004). Manajemen strategik dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan yang menjanjikan dan berfokus pada sumber daya (alam, manusia dan buatan) untuk pengembangan jangka panjang serta menguntungkan. Manajemen strategik menyempurnakan proses perencanaan strategik yang ada menjadi lebih lengkap. Proses manajemen strategik terdiri atas 3 (tiga) tahapan utama, yaitu perumusan strategik, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian strategi, yang diawali dengan pengamatan lingkungan (Hubeis dan Najib, 2008).

2.11. Analisis Penentuan Strategi

Menurut Fred R. David dalam Umar (2008) cara menentukan strategi utama adalah dengan melakukan 3 (tiga) tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk matriks-matriks itu telah sesuai dengan skala ukuran dan tipe organisasi perusahaan, sehingga alat tersebut dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memilih strategi-strategi yang paling tepat.


(45)

27

Tahap 1. The Input Stage

External Factor Evaluation Internal Factor Evaluation Competitive Matrix (EFE) Matrix (IFE) Profile (CP) Matrix

Tahap 2. The Matching Stage

SWOT Matrix SPACE Matrix BCG Matrix IE Matrix Grand (Strength-Weakness (Strategic Position Boston Consulting (Internal Strategic Opportunites-Threat) & Action Evaluation) Group (BCG) External) Matrix

Tahap 3 : The Decision Stage

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Gambar 10. Tiga Tahapan Kerangka Kerja Analisis Strategi (David, 2009)

Tahap 1 dari kerangka kerja perumusan strategi ini terdiri dari 3 (tiga) macam matriks, yaitu EFE Matrix, IFE Matrix, dan CP Matrix. Ketiga matriks ini disebut juga sebagai Input Stage, karena ketiganya menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi.

Tahap 2, disebut Matching Stage, berfokus pada pembangkitan strategi-strategi alternatif yang dilaksanakan melalui penggabungan faktor eksternal dan internal yang utama. Tahap 2 ini mencakup TOWS/SWOT Matrix, SPACE Matrix, BCG Matrix, IE Matrix dan Grand Strategy Matrix.

Tahap 3, disebut sebagai Decision Stage, hanya terdiri dari satu teknik, yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM ini menggunakan input informasi dari Tahap 1 untuk mengevaluasikan secara obyektif strategi-strategi alternatif hasil dari Tahap 2 yang dapat diimplementasikan, sehingga ia memberikan suatu basis obyektif bagi pemilihan strategi-strategi yang paling tepat.

2.12. Analisis SWOT

SWOT Analysis adalah singkatan dari kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesess), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) di dalam suatu lingkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan. Analisis SWOT merupakan cara yang sistematis untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dan strategi yang menggambarkan kecocokan paling baik diantara


(46)

keduanya (Rangkuti, 2004). Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif akan memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Bila diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai kekuatan yang sangat besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil.

Penjabaran dari komponen analisis SWOT adalah sebagai berikut :

a. Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani. Kekuatan adalah kompetensi khusus (distinctive competence) yang memberikan keunggulan komparatif (comparative advantage). Kekuatan dapat terkandung pada sumberdaya keuangan, citra, dan faktor-faktor lainnya. b. Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,

keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif. Fasilitas, sumber daya keuangan dan kapabilitas manajemen kesemuanya dapat menjadi sumber kelemahan.

c. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu peluang. Identifikasi segmen yang terbaik, perubahan pada situasi regulasi, perubahan teknologi dapat memberikan peluang bagi organisasi.

d. Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan organisasi atau perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi keadaan sekarang dan keadaan yang diinginkan di masa datang.

Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk membantu analisis strategi. Cara yang paling baik adalah memanfaatkannya sebagai kerangka acuan logis yang menjadi pedoman dalam pembahasan sistematik tentang situasi organisasi dan alternatif-alternatif pokok yang mungkin dipertimbangkan. Sebagai hasilnya, analisis ini memberikan kerangka yang dinamik dan bermanfaat untuk analisis strategik. Secara keseluruhan, analisis SWOT menunjukkan peran penting dari identifikasi kekuatan dan kelemahan internal dalam pencarian strategi yang efektif oleh para manajer (pemegang


(47)

29

keputusan). Pencocokan yang cermat antara kekuatan dan kelemahan merupakan inti dari formulasi strategi yang tepat. Pencocokan dilakukan dengan membentuk matriks SWOT yang akan membantu dalam pengembangan 4 (empat) tipe strategi (Tabel 5), yaitu SO (kekuatan-peluang atau strengths-opportunities), WO (kelemahan-peluang atau weaknesess-opportunities), ST (strengths-threats atau kekuatan-ancaman) dan WT (weaknesess-threats atau kelemahan-ancaman) (David, 2009).

Tabel 5. Contoh Matriks SWOT Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S) 1. Faktor 1

2. Faktor 2

Kelemahan (W) 1. Faktor 1 2. Faktor 2 Peluang (O)

1. Faktor 1 2. Faktor 2

Strategi S-O Strategi Intensif/

Agresif

Strategi W-O Strategi Turn Arround Ancaman (T)

1. Faktor 1 2. Faktor 2

Strategi S-T Strategi Diversifikasi

Strategi W-T Strategi Defensif/

Konsolidasi Sumber: David 2009.

2.13. Proses Hirarki Analisis

Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada 3 (tiga) prinsip pokok, yaitu penyusunan hirarki, penentuan prioritas dan konsistensi logis. 2.13.1. Penyusunan Hirarki

Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang kompleks ke dalam sub sistem, elemen, sub elemen dan seterusnya sehingga menjadi lebih jelas dan rinci. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian (expertise) dan pengetahuan di bidang bersangkutan.

2.13.2. Penentuan Prioritas

Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot atau kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan keputusan. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan tersebut, baik secara langsung (diskusi, wawancara) maupun tidak langsung (kuesioner).


(1)

Hasil Pengolahan Vertikal

1. Bobot Aktor

Aktor/Faktor

Peningkatan

SDM Pasar Potensi Pasar

Peningkatan Sarana

Ketersediaan Invensi

Bobot

Faktor Bobot Aktor

Pelaksana Altek 0.107 0.228 0.109 0.128 0.146 0.347 0.136834 4

Manajer R&D 0.231 0.244 0.301 0.196 0.164 0.135 0.218156 3

Pengambil Kebijakan 0.302 0.259 0.334 0.264 0.311 0.115 0.29711 2

Peneliti/Inventor 0.360 0.269 0.256 0.411 0.379 0.136 0.347764 1

0.267

Bobot Aktor Pelaksana Altek 0.136834

Bobot Aktor Manajer R & D 0.218156

Bobot Aktor Pengambil Kebijakan 0.29711

Bobot Aktor Peneliti/Inventor 0.347764

2. Bobot Tujuan

Tujuan/Aktor Pelaksana Altek Manajer R&D

Pengambil

Kebijakan Peneliti/Inventor Bobot Aktor

Bobot Tujuan Meningkatkan PHI

dilisensi 0.18 0.205 0.229 0.187 0.136834 0.202422158 3

Meningkatkan PHI

diadopsi 0.441 0.453 0.38 0.294 0.218156 0.374312878 2

Meningkatkan kinerja

inventor 0.379 0.342 0.391 0.519 0.29711 0.423128964 1

0.347764


(2)

Bobot Tujuan MPA 0.374312878 MPA = Meningkatnya PHI yang diadopsi Bobot Tujuan MKP 0.423128964 MPP = Meningkatnya Kinerja Peneliti/Inventor

3. Bobot Alternatif

Alternatif/Tujuan PHI Dilisensi PHI Diadopsi Kinerja Peneliti Bobot Tujuan Bobot Alternatif

Melaksanakan Pra Lisensi 0.273 0.202 0.242 0.202422158 0.23326966 3

Melaksankan Promosi 0.257 0.355 0.220 0.374312878 0.277991938 2

Membuat Valuasi Invensi 0.47 0.444 0.538 0.423128964 0.488976715 1

Alternatif MPL 0.23326966 MPL = Melaksanakan Pra Lisensi

Alternatif MPP 0.277991938 MPP = Melaksanakan Promosi

Alternatif MVI 0.488976715 MVI = Membuat Valuasi Invensi


(3)

Model Name: Jagung AHP

Priorit ies w it h respect t o: Com bined

Goal: St rat egi Kom ersialisasi PHI

Men ingkat kan SDM .316

Pot ensi Pasar .136

Pasar .131

Men ingkat kan Sarana Prasarana .147

Men ingkat kan Ketersediaan H asi .270 I nconsist ency = 0.01

w it h 0 missin g judgm ents.

Page 1 of 1 11/5/2011 7:55:50 AM

Nuning

Hasil Sintesis

Software Expert Choice 2000

Perbandingan Prioritas Faktor terhadap Fokus Strategi Pengembangan

Komersialisasi Jagung Hibrida


(4)

Model Name: Jagung AHP

Verbal Assessment

Meningkatkan SDM

Compare the relative importance with respect to: Goal: Strategi Komersialisasi PHI

Potensi Pasar

Extreme Very Strong Strong Moderate Equal Moderate Strong Very Strong Extreme

Meningkatka Potensi Pasar MeningkMeningk

Meningkatkan SDM 2.29184 2.67626 1.6172 1.39341

Potensi Pasar 1.17605 1.02.40125

Pasar 1.012931.85685

Meningkatkan Sarana Prasarana 2.0131

Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi Incon: 0.01

Page 1 of 1 11/5/2011 7:49:03 AM


(5)

Model Name: Jagung AHP

Numerical Assessment

Melaksanakan Pra Lisensi Melaksanakan Promosi

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Compare the relative importance with respect to: Meningkatkan SDM \ Pelaksana Altek Melaksanak Melaksana Membuat

Melaksanakan Pra Lisensi 1.21851 1.85123

Melaksanakan Promosi 1.85685

Membuat Valuasi invensi Incon: 0.00

Page 1 of 1 11/5/2011 7:46:15 AM

Hasil Sintesis

Software Expert Choice 2000


(6)

Model Name: Jagung AHP

Graphical Assessment

Meningkatkan SDM

Compare the relative importance with respect to: Goal: Strategi Kom

Potensi Pasar

Mening Potens Pasar Mening Mening

Meningkatkan SDM 3.017723.573911.586261.43607

Potensi Pasar 1.381561.157562.17869

Pasar 1.014111.96431

Meningkatkan Sarana Prasarana 2.43344

Meningkatkan Ketersediaan Hasil Invensi Incon:

Page 1 of 1 10/23/2011 10:07:33 AM

Nuning

Hasil Analisis Sintesis

Software Expert Choice 2000