Pada Tabel 31 dapat diketahui bahwa untuk mencapai ketiga tujuan dalam meningkatkan hasil invensi yang dilisensi, meningkatkan hasil invensi yang
diadopsi dan meningkatkan kinerja peneliti maka strategi yang perlu diprioritaskan yaitu strategi untuk membuat valuasi invensi. Oleh karena
menyusunmembuat valuasi invensi sangat menunjang dalam menentukan ‘harga jual’ dari sebuah hasil invensi. Penentuan valuasi ini banyak ditentukan oleh
karakteristik invensi dan siklus hidup teknologiinvensinya. Tabel 31. Susunan bobot dan prioritas hasil pengolahan horizontal antar unsur
tujuan terhadap alternatif strategi
No Tujuan Alternatif
Pra Lisensi Promosi
Valuasi Invensi
1 PHI Dilisensi 0,742
0,673 0,747
2 PHI Diadopsi 0,519
0,596 0,742
3 Kinerja peneliti 0,742
0,405 0,764
4.7.2. Hasil Analisis Pengolahan Vertikal
Hasil pengolahan vertikal dalam AHP akan menunjukkan besarnya tingkat alternatif, pilihan didasarkan pada bobot terbesar. Hasil pengolahan vertikal dapat
dilihat pada Tabel 32 dan Gambar 21. Diperlihatkan bahwa aktor penelitiinventor merupakan aktor prioritas dalam tercapainya fokus strategi komersialisasi
diperlihatkan pada perolehan bobot aktor 0,348 berikutnya pada aktor pengambil kebijakan 0,297, ketiga pada aktor manajer RD mitrainvestor 0,218 dan pada
aktor pelaksana alih teknologi 0,137. Tabel 32. Bobot dan peringkat perbandingan strategi komersialisasi faktor
terhadap aktor
Aktor Faktor
F1 F2
F3 F4
F5 Bobot
Faktor Bobot
Aktor
Peringkat
PenelitiInventor 0,360 0,256 0,269 0,411 0,379 0,136
0,348 1
Pengambil Kebijakan
0,302 0,334 0,259 0,264 0,311 0,115
0,297 2
Manajer RD 0,231 0,301 0,244 0,196 0,164
0,135 0,218
3 Pelaksana Altek
0,107 0,109 0,228 0,128 0,146 0,347
0,137 4
0,267
Keterangan : F1 = Faktor peningkatan SDM; F2 = Potensi pasar; F3 = Pasar; F4 = Peningkatan saranaprasarana
dan F5 = Ketersediaan Hasil Invensi
Gambar 22. Skema hirarki hasil pembobotan dengan pengolahan vertikal
4.7.2.1. Faktor
Dari hasil perhitungan vertikal Gambar 22 terhadap faktor dapat diketahui prioritas faktor yang berpengaruh terhadap komersialisasi hasil invensi jagung
hibrida. Nilai bobot tertinggi menunjukkan prioritas yang lebih tinggi. Dari Tabel 33 dapat diketahui bahwa faktor peningkatan SDM menduduki peringkat pertama
0,347 sebagai penyusun strategi komersialisasi. Peningkatan SDM dalam komersialisasi hasil invensi menentukan upaya komersialisasi. Faktor kedua yaitu
ketersediaan hasil invensi 0,267, faktor ketiga peningkatan saranaprasarana 0,136, faktor keempat faktor potensi pasar 0,135 dan faktor pasar 0,115.
Tabel 33. Bobot dan prioritas faktor-faktor penyusun strategi komersialisasi
Faktor Bobot Faktor
Peringkat
Peningkatan SDM 0,347
1 Ketersediaan Hasil invensi
0,267 2
Peningkatan Sarana 0,136
3 Potensi Pasar
0,135 4
Pasar 0,115
5
Strategi Komersialisasi Produk Hasil Inovasi PHI
Peningkatan SDM 0,347
Potensi Pasar 0,135
Pasar 0,115
Peningkatan Sarana 0,136
Ketersediaan Hasil Invensi
0,267
Pelaksana Alih Teknologi
0,137 Manajer RD
Investor Teknologi 0,218
Pengambil Kebijakan Kerjasama
0,297 PenelitiInventor
Badan Litbangtan 0,348
Meningkatnya PHI yg dilisensikan
0,202 Meningkatnya PHI
yg diadopsi 0, 374
Meningkatnya Kinerja PenelitiInventor
0,423
Melaksanakan Pra Lisensi
0,233 Melaksanakan Promosi
0,278 Membuat valuasi
invensi 0, 489
Fokus Level 1
Faktor Level 2
Aktor Level 3
Tujuan Level 4
Alternatif Strategi
Level 5
4.7.2.2. Aktor
Berdasarkan hasil pengolahan vertikal Tabel 34 dapat dketahui bahwa aktor utama dalam komersialisasi hasil invensi adalah penelitiinventor itu sendiri
0,348, aktor kedua adalah pengambil kebijakan 0,297, aktor ketiga adalah manajer RD 0,218 dan aktor keempat adalah pelaksana alih teknologi 0,136.
Kemampuan penelitiinventor dalam mengkomersialisasikan hasil invensinya merupakan kunci utama pada pencapaian komersialisasi hasil invensi.
Kemampuan tersebut meliputi : 1 kemampuan komunikasi dalam menjual hasil invensi Widyaningrum 1999; 2 kemampuan mengembangkannya lebih lanjut
sebagai suatu hasil invensi yang layak dikomersialisasikan; dan 3 keberadaan lembaga-lembaga
difusi yang
akan mengkomunikasikan
hasil-hasil inovasiinvensi tersebut Taufik, 2008.
Tabel 34. Bobot dan prioritas aktor penyusun strategi komersialisasi
Aktor Bobot Aktor
Peringkat
InventorPeneliti
0,348
1 Pengambil Kebijakan
0,297
2 Manajer RD MitraInvestor
0,218
3 Pelaksana Alih Teknologi
0,136
4
4.7.2.3. Tujuan
Berdasarkan hasil olah vertikal Tabel 35 terhadap bobot tujuan dapat diketahui bahwa tujuan untuk meningkatkan kinerja penelitiinventor harus lebih
diprioritaskan dalam rangka meningkatkan kinerja penelitiinventor 0,423, selanjutnya pada tujuan meningkatnya hasil invensi yang diadopsi 0,374 dan
tujuan meningkatnya hasil invensi yang dilisensi 0,202. Dengan meningkatkan kinerja penelitiinventor maka ketersediaan hasil invensi Badan Litbangtan akan
terjaga terutama pada hasil invensi yang bernilai komersial.
Tabel 35. Bobot dan prioritas tujuan penyusun strategi komersialisasi
Tujuan Bobot Tujuan
Peringkat
Meningkatkan kinerja penelitiinventor 0,423
1 Meningkatkan Hasil Invensi yang di adopsi
0,374 2
Meningkatkan Hasil Invensi yang dilisensi 0,202
3
4.7.2.4. Alternatif Strategi
Pada hasil pembobotan terhadap alternatif strategi Tabel 36 maka dapat diketahui bahwa alternatif strategi yang harus diprioritaskan dalam rangka
komersialisasi hasil invensi jagung hibrida adalah membuat valuasi invensi 0,489, selanjutnya pada strategi melaksanakan promosi 0,278 dan strategi
melaksanakan pra lisensi 0,233.
Tabel 36. Bobot dan prioritas alternatif strategi penyusun strategi komersialisasi
Alternatif Strategi Bobot
Alternatif Peringkat
Membuat Valuasi Hasil Invensi 0,489
1 Melaksanakan Promosi
0,278 2
Melaksanakan Pra Lisensi 0,233
3
Kedua hasil pengolahan tersebut menunjukkan hasil yang konsisten untuk alternatif strategi yang dapat diprioritaskan adalah membuat valuasi hasil invensi.
Demikian pula pada kedua tahapan keputusan, baik QSPM maupun AHP diketahui bahwa valuasi invensi bagi pengembangan komersialisasi jagung
hibrida hasil invensi sangat diperlukan.
Valuasi invensi adalah penetapan nilaipenentuan hargapenentuan nilai atas
hasil invensi yang menunjukkan nilai atau harga suatu invensiteknologi sebagai dasar untuk penetapan besarnya royalti baik yang dibayar di muka sekaligus atau
secara regular perwaktu Badan Litbangtan, 2011. Dengan adanya valuasi maka teknologi sebagai suatu hasil kegiatan penelitian yang memerlukan investasi
berupa pengetahuan, waktu dan dana akan mendapatkan penghargaan ekonomi yang sewajarnya. Mekanisme valuasi bertujuan memfasilitasi kegiatan
komersialisasi antara inventor yang menghasilkan teknologi dan investor sebagai calon pengguna teknologi potensial atau industri yang memanfaatkan teknologi
Dietrich dalam Dharmawan, 2007. Kegiatan valuasi didalam kegiatan penelitian pertanian, khususnya varietas masih belum banyak dilaksanakan, oleh karena
beberapa karakteristik penelitian di bidang pertanian masih mengandung beberapa risiko termasuk iklim, keseragaman hasil dan kestabilan hasil. Upaya kerjasama
dengan investor diharapkan akan memudahkan inventor guna pengembangan lebih lanjut dari hasil invensi yang dihasilkannya.
Kerjasama lisensi adalah ijin penggunaanpemanfaatan hasil invensi dalam jangka waktu dan syarat tertentu, yang diberikan pemilik invensi kepada
pengguna berdasarkan perjanjian antar kedua belah pihak Badan Litbangtan 2011. Mekanisme kerjasama lisensi ini dapat juga dilaksanakan dalam rangka
alih teknologi. Melalui kerjasama lisensi maka upaya komersialisasi tetap dapat dilaksanakan terutama oleh lembaga penelitian pemerintah, artinya Badan
Litbangtan tetap dapat melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan alih teknologi. Kerjasama lisensi juga memberikan kesempatan pada pelaksanaan
adopsi inovasi.
4.8. Kebijakan Komersialisasi Hasil Invensi Jagung Hibrida