VIII. REFLEKSI KONSEPTUAL TEORITIK PENGEMBANGAN WILAYAH PASANG SURUT KEDEPAN
Ada dua konsepsi yang digunakan untuk merefleksikan hasil studi ini, yaitu Teori Christaller dan Teori Von Thunen. Kedua teori ini diharapkan mampu
memberikan refleksi keterkaitan hasil studi dengan teori yang telah ada, sehingga lebih mempermudah dalam mengkaji prospek keberlanjutan wilayah pasang surut
dalam studi ini, karena terkait dengan penentuan harga pendapatan rumahtangga dan penggunaan lahan.
Teori lokasi ini digunakan karena para pelaku ekonomi khususnya rumahtangga saling berkompetisi untuk mendapatkan lahan yang lebih dekat
dengan pusat pertumbuhan kota. Dalam rangka pemenuhan kebutuhannya yang berhubungan erat dengan kondisi ketahanan ekonomi, carrying capacity lahan dan
kondisi sosial ekologi di wilayah. Berikut hasil refleksi teori Christaller dan teori Von Thunen pada hasil studi.
8.1 Refleksi Teori Christaller
Walter Christaller 1933, memperkenalkan teori pemusatan tempat atau yang dikenal dengan Central Places Theory, menurut Christaller pusat-pusat
pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagonal segi enam. Model Christaller menjelaskan model area perdagangan
heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold, jangkauan luas pasar dari setiap komoditas
itu ada batasnya dan ada batas minimal dari luas pasarnya agar produsen bisa tetap berproduksi..
Teori ini mengemukakan lokasi optimum, yaitu lokasi yang terbaik dan menguntungkan secara ekonomi. Adanya susunan hierarki daerah pelayanannya
yaitu dari kota sampai ke desa, sesuai dengan asumsi dari teori pemusatan tempat Christaller yaitu konsumen dapat memilih tempat pemasaran terdekat dari tempat
tinggalnya untuk meminimalisir jarak ekonomi, dimana tempat pusat sebagai suatu pemukiman yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk daerah
belakangnya.
Jika dikaitkan antara hasil studi dengan teori Christaller ini. Diperoleh data seperti tabel 26. Status kesejahteraan yang dikaitkan dengan jarak kepusat, serta
jumlah produksi padi yang dihasilkan K=3, letak desa dalam satu jalur atau traffic K=4, serta market area yang menjadi daerah pemasaran yang dimasukkan
kedalam area dengan orde lebih tinggi K=7.
Tabel 30 Refleksi hasil studi pada teori Christaller
Desa Status
Kesejahteraan Jarak Ke Pusat
Km K=3
K=4 K=7
Mekar Sari
Dibawah 35 Sumsel
60 7.180 Jalur 10
Sumsel Diatas
53 Banyuasin 80
Miskin 13 Muara Telang
12 Telang
Rejo Dibawah
17.5 Sumsel 39
8.970 Jalur 8 Sumsel
Diatas 52.5 Banyuasin
69 Miskin
30 Muara Telang 6
Sumber: Data Primer, Buku Profil Desa 2010, data diolah
Pada Tabel 30, terlihat perbandingan status kesejahteraan dengan jarak kepusat, di Desa Mekar Sari rumahtangga yang berada dibawah garis kemiskinan
35 persen lebih banyak dibandingkan desa Telang Rejo 17,5 persen, jika dilihat berdasarkan jaraknya kepusat maka desa Mekar Sari memilki jarak yang
lebih jauh ke pusat yaitu 60 km ke ibukota provinsi, 80 km ke ibukota kabupaten dan 12 km ke ibukota kecamatan, sedangkan desa Telang Rejo memiliki jarak
yang lebih dekat dengan ibukota propinsi yaitu 39 km, ke ibukota kabupaten 69 km serta ke ibukota kecamatan 6 km., Dari data ini jelas terlihat bahwa jarak
kepusat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga masyarakat. Untuk tingkat produksi atau K=3, Desa Telang Rejo yang jaraknya lebih
dekat ke Pusat juga memiliki tingkat produksi padi yang lebih tinggi 8.970 tonth dibandingkan Desa Mekar Sari 7.180 tonth ini berarti jarak kepusat juga
mempengaruhi tingkat produksi usahatani yang dijalankan, hal ini dikarenakan semakin dekat ke pusat aksesibitas semakin baik, kemudahan memperoleh sarana
produksi serta pemasaran hasil produksi.
Untuk letak traffic atau K=4. Desa Mekar Sari berada di jalur 10, sedangkan ibukota kecamatan yaitu desa Muara Telang berada di jalur 8, satu
jalur dengan Desa Telang Rejo. Hal ini merupakan satu keuntungan bagi Desa Telang Rejo, karena jika dikaitkan dengan teori Christaller, suatu wilayah yang
terletak dalam satu jalur dengan pusat akan memiliki aksesibitas yang lebih baik, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi hasil produksi.
Sedangkan untuk market area atau K=7, kedua desa ini sama-sama dimasukkan dalam market area Sumatera Selatan, karena daerah ini merupakan
salah satu lumbung pangan bagi provinsi Sumatera Selatan, sehingga jarak kepusat tentunya sangat mempengaruhi, karena semakin jauh jarak semakin tinggi
biaya transportasi, yang otomatis memperbesar biaya pemasaran sehingga mengurangi pendapatan yang diterima rumahtangga petani di desa tersebut. Jarak
kedua desa ini ke market area masih dalam kategori yang jauh, dikarenakan belum tersedianya jalan darat yang mempermudah aksesibitas pemasaran barang
dan jasa dari dan ke desa ini. Jalur perairan yang tersedia saat ini masih belum memungkinkan untuk pemasaran hasil komoditi ke market area dalam jumlah
yang besar dan waktu yang lebih singkat dan lebih sering. Jika dihubungkan dengan lokasi studi yaitu Kecamatan Muara Telang
yang dapat direfleksikan sebagai pusat pelayanan, dan Desa Mekar Sari serta Desa Telang Rejo menjadi pusat pelayanan yang tersebar di sekeliling Kecamatan
Muara Telang. Peluang pengembangan kedepan untuk menjadikan desa Mekar Sari dan desa Telang Rejo sebagai pusat pelayanan bagi dusun-dusun kecil
disekitarnya dimana saat ini kedua desa telah dicanangkan program sebagai Kota Terpadu Mandiri KTM untuk wilayah Telang I, meskipun secara umum dan
hasil observasi menunjukkan keadaan di kedua desa masih belum memadai baik secara infrastuktur maupun sarana dan prasarana pertanian yang ada, sehingga
masih perlu adanya pengembangan dan kegiatan pembangunan lebih lanjut, terutama infrastruktur jalan yang menghubungkan wilayah pasang surut ini
dengan market area di Sumatera Selatan. Untuk mewujudkan kedua desa tersebut menjadi sebuah pusat
pertumbuhan baru, jika dilihat dari kondisi saat ini masih belum memadai, jauhnya jangkauan pasar range dan masih kecilnya luas wilayah pemasaran
threshold serta keterbatasan aksesibiltas transportasi menjadi faktor utama penyebab lambannya pertumbuhan ekonomi dikedua desa ini.
Maka untuk menerapkan teori ini, diperlukan beberapa kondisi prasyarat yang terlebih dahulu harus terpenuhi, antara lain:
1. Range, dimana masih jauhnya jangkauan pasar harus diperpendek dengan menyediakan sarana jalan berupa akses transportasi darat yang lebih
memudahkan lalu lintasperdagangan. 2. Threshold, dimana luas luas wilayah pemasaran yang masih sangat kecil yaitu
hanya sampai pada tengkulak di tingkat desa menyebabkan petani tidak memiliki kekuatan sebagai penentu harga seharusnya dapat diatasi dengan
membentuk lembaga pemasaran ditingkat desa dan kecamatan, yang memungkinkan perluasan akses pasar hingga ke market area yaitu kota
Palembang. Selanjutnya dari hasil studi yang telah dikaitkan dengan teori Christaller ini maka
diketahui bahwa: -
Dari kondisi ekonomi, kegiatan mata pencaharian Non Farm berkembang lebih dominan di Desa Telang Rejo, dikarenakan jarak Desa Telang Rejo
yang lebih dekat dengan pusat pelayanan yaitu kecamatan Muara Telang, dan sesuai dengan konsep pertumbuhan wilayah maka daerah yang dekat dengan
pusat pelayanan cenderung akan lebih berkembang kegiatan skunder dan tersier untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat.
- Dari Kondisi carrying capacity, CCR desa Mekar sari lebih kecil dari CCR
desa Telang Rejo, dikarenakan desa Telang Rejo lebih dekat dengan pusat sehingga meskipun seharusnya mampu menghasilkan produksi pertanian
yang lebih baik, namun kenyataannya Non Farm lebih dominan berkembang di Desa Telang Rejo dibanding Desa Mekar sari yang lebih terisolir.
- Dari Kondisi Sosial, Daerah ini aman dan kondusif sehingga memberikan
peluang untuk berproduksi yang lebih baik karena didukung oleh kondisi sosial yang aman dan nyaman, akan tetapi permasalah jangkauan dan luas
pasar yang terkendala tersedianya infrastruktur, menjadi kondisi prasyarat yang belum terpenuhi.
8.2 Refleksi Teori Von Thunen pada hasil Studi
Johann Heinrich Von Thunen 1826, teori yang dikembangkan menekankan kepada pentingnya aksesibilitas terhadap pasar yang berpengaruh
terhadap sistem penggunaan lahan pertanian dan dikenal dengan teori lokasi pertanian.
Teori Von Thunen mengibaratkan pusat perekonomian sebagai suatu kota yang dikelilingi berbagai jenis pertanian dalam arti luas lahan yang kualitasnya
homogen, dan kota menjadi pasar bagi komoditi pertanian tersebut.
Jika direfleksikan teori Von Thunen terhadap hasil studi. Maka diperoleh data seperti terlihat pada Tabel 31. Indikator jumlah penduduk, tingkat produksi,
luas lahan usaha tani, jarak pemasaran, serta jumlah KK yang tidak memiliki lahan yang mewakili tingkat sewa lahan merupakan faktor analisis keterkaitan
hasil studi dengan teori Von Thunen.
Tabel 31 Refleksi Teori Von Thunen pada hasil studi
Teori Von Thunen Desa Mekar Sari
Desa Telang Rejo
Jumlah penduduk jiwa 2.498
2.237 Produksi tonha
7.180 8.970
luas lahan ha 1.436
1.794 Jarak Ke pasar km
60 30
Jumlah kk tidak ada lahan rt 47
10
Sumber: Buku Profil Desa 2011
Pada Tabel 31, terlihat bahwa jumlah penduduk Desa Mekar Sari lebih banyak daripada penduduk di Desa Telang Rejo, dikarenakan letak Desa Mekar
Sari di bagian depan pesisir muara sungai, yang mengakibatkan banyak pendatang, sedangkan Desa Telang Rejo berada pada daerah daratan bagian dalam
sehingga penduduk adalah transmigran dan penduduk asli marga. Jika dibandingkan dengan jarak pemasarannya Desa Mekar Sari memiliki
jarak yang lebih jauh ke pusat pemasaran yaitu Sumatera Selatan, sehingga tingkat produksi Desa Mekar Sari juga lebih rendah. Hal ini mengindikasikan pengaruh
jarak pusat pemasaran terhadap tingkat produksi, semakin jauh jarak semakin rendah tingkat produksi. Jika dilihat dengan jumlah KK yang tidak memiliki
lahan lebih banyak terdapat di desa mekar sari, dibandingkan Desa Telang Rejo, ini membuktikan asusmi Von thunen bahwa petani cenderung memilih lahan yang
lebih dekat dekat pusat pemasaran.