desa ini masih berpontesi untuk terus dikembangkan, dan mampu memberikan kontribusi kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat setempat. Dan untuk
kegiatan mata pencaharian Off Farm dalam hal ini sebagai buruh tani, berada dibawah garis kemiskinan dengan penghasilan yang sangat minim, sehingga
dalam studi ini diperoleh kegiatan Off Farm sebagai buruh tani sangatlah tidak diminati masyarakat setempat, hal ini juga yang menjadi penyebab langkanya
tenaga kerja pertanian atau buruh tani di desa ini.
6.3.2. Klasifikasi Status Kesejahteraan Rumahtangga Responden
Selanjutnya untuk memperoleh perbandingan klasifikasi tingkat kesejahteraan tumahtangga dengan struktur mata pencaharian rumahtangga
dimasing-masing desa, dilakukan pengklasifikasian pendapatan rumahtangga yang golongkan menjadi tiga kelas rumahtangga. Adapun penggolangan kelas
rumahtangga yaitu rumahtangga kelas atas, rumahtangga kelas menengah dan rumahtangga kelas bawah. Pengklasifikasian dilakukan dengan mengelompokkan
pendapatan rumahtangga berdasarkan strandar nilai rata-rata pendapatan total pertahun di masing-masing desa yaitu Rp.53.087.500 untuk desa Mekar Sari dan
Rp. 49.045.000 untuk desa Telang Rejo, melalui sebaran normal. Kelas atas adalah rumahtangga responden yang memiliki pendapatan
diatas pendapatan rata-rata. Kelas menengah adalah rumahrangga responden yang memiliki pendapatan rata-rata sama dengan atau mendekati pendapatan rata-rata.
Kelas bawah adalah rumahtangga responden yang memiliki pendapatan dibawah pendapatan rata-rata.
Hasil klasifikasi status kesejahteraan tumahtangga dikedua desa lokasi studi, yaitu kelas atas, kelas menengah dan kelas bawah. Di Desa Mekar Sari,
rumahtangga kelas atas berjumlah 10 rumahtangga, kelas menengah berjumlah 8 rumahtangga dan kelas bawah berjumlah 22 rumahtangga, sedangkan di Desa
Telang Rejo rumahtangga kelas atas berjumlah 14 rumahtangga, kelas menengah berjumlah 9 rumahtangga dan kelas bawah berjumlah 17 rumahtangga.
Jumlah rumahtangga kelas bawah lebih banyak terdapat di Desa Mekar Sari, hal ini dikarenakan lebih banyak rumahtangga yang memiliki lahan kecil,
serta penduduk Desa Mekar Sari lebih banyak yang menjadi nelayan karena lokasi
desa yang terletak di pesisir. Rumahtangga nelayan inilah yang rata-rata memiliki pendapatan dibawah pendapatan rata-rata, sehingga jika dilihat dari data struktur
pendapatan rumahtangga terlihat Desa Mekar Sari memiliki jumlah rumah tangga kelas bawah yang lebih banyak dibandingkan Desa Telang Rejo.
Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan masih tergantung pada penguasaan lahan pertanian, mata pencaharian yang tidak berbasis lahan justru
menjadi mata pencaharian yang tidak memberikan pendapatan yang baik bagi rumahtangga, hal ini juga yang mungkin menyebabkan sektor perikanan atau
pekerjaan sebagai nelayan kurang diminati rumahtangga di desa ini, terlihat dari jumlah rumahtangga responden yang bekerja sebagai nelayan hanya sedikit yaitu
hanya 4 rumahtangga dari 40 responden, padahal jika dilihat potensi perikanan di daerah ini cukup besar.
Sehingga peningkatan minat masyarakat terhadap sektor perikanan masih sangat potensial untuk dikembangkan, namun kondisi yang ada saat ini
masyarakat belum melakukan eksplorasi ke wilayah perairan sebagai tambahan mata pencaharian rumahtangganya. Penangkapan ikan hanya dilakukan secara
kecil-kecilan sekedar untuk konsumsi rumahtangga saja.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Desa Mekar
Sari Atas
Mngh Bawah Desa
Telang Rejo
Atas Mngh Bawah
Pen d
ap atan
Th
Klasifikasi Pendapatan
NF OF
F
Gambar 15 Perbandingan Struktur Pendapatan Pertahun Rumahtangga Responden, 2012.
Tabel 19 Perbandingan Struktur Pendapatan TotalTh Rp Rumahtangga Responden
Klasifikasi F
OF NF
Total Desa Mekar Sari
Atas 576,500,000
608,800,000 1,185,300,000
Menengah 160,000,000
264,600,000 424,600,000
Bawah 147,500,000
8,400,000 357,700,000
513,600,000
Desa Telang Rejo
Atas 430,000,000
730,400,000 1,160,400,000
Menengah 130,000,000
291,000,000 421,000,000
Bawah 146,000,000
19,000,000 215,400,000 380,400,000
Sumber: Data Primer Diolah, 2012
Pada Gambar 15, terlihat adanya penurunan kontribusi kegiatan sumber nafkah utama berupa kegiatan On Farm F pada rumahtangga responden, hal ini
dikarenakan adanya pergeseran sumber nafkah ke kegiatan lainnya yaitu Off farm OF dan Non Farm NF, kedua kegiatan ini dinilai masyarakat setempat mampu
memberikan tambahan kontribusi pendapatan bagi rumahtangga responden. Penurunan fokus mata pencaharian On Farm F memberikan sinyal bahwa
kondisi daerah penyangga pangan mulai mengalami peralihan, berbagai kegiatan mata pencaharian non pertanian mulai berkembang di daerah ini. Studi kasus di
dua desa ini memperoleh hasil bahwa sebagian masyarakat tetap fokus pada kegiatan pertanian pangan.
Gambar 16 Struktur Pendapatan rumahtangga desa Mekar Sari, 2012.
Rupiah
Tabel 20 Stuktur Pendapatan Rumahtangga Responden Desa Mekar Sari
Kelas Pendapatan th
Rp RT
Pendapatan Rata-rata Rp Status
Tahun Bulan
Hari kapita
2 hari
Atas 1,185,300,000
10 118,530,000
9,877,500 329,250
82,313 18,000
Menengah 424,600,000
8 53,075,000
4,422,917 147,431
36,858 18,000
Bawah 513,600,000
22 23,345,455
1,945,455 64,848
16,212 18,000
Sumber: Data primer diolah, 2012
Desa Mekar Sari: 1. Semakin kebawah status kesejahteraannya, maka komposisi kegiatan Non
Farm semakin membesar, dan kegiatan On farm semakin mengecil, hal ini
menggambarkan bahwa kegiatan Non Farm dilakukan rumahtangga miskin yang ingin mencari penghasilan tambahan dari sektor informal.
2. Rumahtangga yang berada di kelas atas 15 persen sebagian besar tetap fokus pada mata pencaharian On Farm, dikarenakan kepemilikan lahan yang luas,
dan tingkat pengetahuan usahatani yang lebih baik sehingga mampu memberikan pendapatan yang lebih baik.
3. Rumahtangga yang berada dikelas bawah 40 persen justru lebih banyak yang melakukan kegiatan pada Non Farm F, dikarenakan rata-rata rumahtangga
responden yang masuk dalam kelompok status ini, adalah rumahtangga yang memiliki lahan kecil, bahkan tidak memilki lahan sama sekali
4. Mata pencaharian tambahan pada kegiatan Non Farm NF tidak banyak memberikan kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga, dikarenakan
rata-rata kegiatan Non Farm NF yang dilakukan hanyalah jenis usaha kecil- kecilan usaha mikro, dibidang perdagangan dan jasa sektor informal dan
belum mengarah pada industri pedesaan yang produktif. Jenis kegiatan mata pencaharian non farm yang dilakukan antara lain: usaha penggilingan padi,
jasa perontok padi, tengkulak, pekerja meubel, kepala dusun, P3N, warung, berdagang sayur.
5. Sektor pertanian sebagai sektor basis telah mengalami penurunan, dan tidak bisa diandalkan sebagai satu-satunya fokus kegiatan mata pencaharian
terutama bagi rumahtangga kelas bawah, dan merupakan suatu ancaman bagi keberlanjutan pertanian tanaman pangan di wilayah pasang surut ini, yang
seharusnya kontribusi utama mata pencaharian seluruh rumahtangga adalah pertanian.
6. Sektor pertanian saja sudah tidak mampu menjadi andalan kegiatan mata pencaharian dan menopang penghidupan di desa Mekar sari, rumahtangga di
Desa Mekar Sari ini hanya dapat bertahan hidup, jika mereka mampu mengkombinasikan sumber nafkahnya dalam hal ini On Farm dan Non Farm
yang diarahkan pada tumbuhnya industri pertanian.
- 100,000,000
200,000,000 300,000,000
400,000,000 500,000,000
600,000,000 700,000,000
800,000,000
On Farm Off Farm
Non farm Atas
Menengah Bawah
Gambar 17 Struktur Pendapatan Rumahtangga desa Telang Rejo, 2012 Tabel 21 Stuktur Pendapatan Rumahtangga Responden Desa Telang Rejo
Kelas Pendapatan
th Rp RT
Pendapatan Rata-rata Rp Tahun
Bulan Hari
kapita 2
hari Status
Atas 1.160.400.000
14 82.885.714 6.907.143 230.238 57.560
18.000
Menengah 421.000.000
9 46.777.778 3.898.148 129.938 32.485
18.000
Bawah 380.400.000
17 22.376.471 1.864.706
62.157 15.593 18.000
Sumber: Data primer diolah, 2012
Desa Telang Rejo 1. Komposisi kegiatan On Farm di desa Telang Rejo berfluktuasi atau hampir
sama untuk setiap kelas rumahtangga, dan komposisi terbesar adalah pada rumahtangga kelas bawah 20 persen, dan komposisi terkecil pada kelas
menengah 7,5 persen, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan Non Farm
Rupiah
dilakukan secara merata disetiap kelas untuk menambah pendapatan rumahtangga dari sektor informal.
2. Tingkat pendapatan pada kelas atas dan menengah justru diperoleh dari kegiatan mata pencaharian non farm, kondisi ini memberikan gambaran
perubahan kegiatan mata pencarian utama di bidang pertanian pangan yang telah mengalami penurunan pesat dan tidak lagi diandalkan sebagai sumber
pendapatan utama penduduk desa Telang Rejo. Jenis kegiatan mata pencaharian non farm yang dilakukan rumahtangga antara lain: warung,
bengkel motor, counter HP, usaha pembuatan tahu, pembuat atap, sopir speed boat
, air minum isi ulang, penjual bakso, warung makan, penyedia saprodi, penggilingan padi, grentek padi.
3. Peningkatan jumlah penduduk dan penurunan kesuburan tanah, dikarenakan lokasi yang terletak di daratan bagian dalam yang memerlukan pemeliharaan
saluran air irigasi yang baik, menyebabkan rentannya pergeseran mata pencaharian On Farm terutama pada rumahtangga kelas atas dan menengah.
4. Rumahtangga kelas bawah justru yang lebih banyak tetap mengusahakan kegiatan On Farm, kondisi ini mempertegas bahwa kontribusi yang diperoleh
dari kegiatan pertanian tanaman pangan belum mampu memberikan tingkat pendapatan rumah tangga yang baik, sehingga perlu adanya upaya
intensifikasi pertanian di desa Telang Rejo. 5. Keberadaan BPP Balai Penyuluhan pertanian Kecamatan Muara Telang di
desa Telang Rejo diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan rumahtangga petani, agar tidak terus terjadi penurunan komposisi
kegiatan On Farm di desa ini, terlebih desa ini juga telah ditetapkan sebagai salah satu Kota Terpadu Mandiri KTM di Kecamatan Muara Telang.
6. Sektor pertanian juga sudah tidak dapat diandalkan sebagai satu-satunya mata pencaharian rumahtangga di desa Telang Rejo, sehingga rumahtangga hanya
mampu bertahan hidup jika mereka mampu mengkombinasikan sumber nafkahnya yaitu On farm dan Non farm yang diarahkan pada industri
pertanian, sehingga mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga petani dan sekaligus menjaga keberlanjutan wilayah sebagai penyangga pangan.
Tabel 22 Tingkat Pendapatan dan Kegiatan Mata Pencaharian Rumahtangga
Tingkat Pendapatan
Kegiatan Mata Pencaharian Rumahtangga F
OF NF
Total Desa Mekar Sari
Atas 15,00
- 10,00
25,00 Menengah
7,50 -
12,50 20,00
Bawah 12,50
2,50 40,00
55,00
Desa Telang Rejo
Atas 15,00
- 20,00
35,00 Menengah
7,50 -
15,00 22,50
Bawah 20,00
2,50 20,00
42,50
Sumber: Data primer diolah, 2012
Tabel 22 menjelaskan secara rinci persentase perbandingan kegiatan mata pencaharian rumahtangga di kedua desa studi, Tabel ini memberikan data struktur
mata pencaharian pada Gambar 17, kegiatan On Farm F mayoritas dilakukan oleh kelas atas di Desa Mekar sari 15 persen dan rumahtangga kelas bawah di
Desa Telang Rejo 22 persen, yang berarti bahwa kegiatan On Farm F di kedua lokasi studi belum mampu memberikan kontribusi pendapatan yang baik untuk
penghidupan rumahtangga, yang dapat mengakibatkan terancamnya kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga di lokasi studi ini.
Kondisi seperti ini tentunya memaksa para petani untuk melakukan kegiatan mata pencaharian tambahan diluar On farm F. Dan bukan tidak
mungkin kegiatan tambahan ini justru akan bergeser menjadi kegiatan mata pencaharian utama rumahtangga. Jika ternyata kontribusi pendapatan yang
dihasilkan dari kegiatan mata pencaharian tambahan tersebut lebih besar. Akan tetapi pergeseran mata pencahrian tentunya akan terjadi seiring
pertumbuhan dan perkembangan wilayah, namun jika pergeseran mata pencaharian rumahtangga lebih pada sektor informal yang tidak mendukung
kegiatan pertanian, maka hal ini menjadi ancaman keberlanjutan wilayah sebagai penyangga pangan, sehingga pergeseran mata pencaharian tambahan rumah
tangga sebaiknya tetap diarahkan pada kegiatan berbasis pertanian yaitu indusri hulu dan hilir pertanian, sehingga mampu mensuport kegiatan pertanian itu sendiri
untuk berproduksi lebih banyak dan lebih baik.
- 10,000
20,000 30,000
40,000 50,000
60,000 70,000
80,000 90,000
Atas Mngh
Bawah
Pen da
pa ta
n pe
rk a
pit a
ha ri
R p
Kelas Rumahtangga
Mekar Sari Telang Rejo
Gambar 18 Perbandingan Status Kesejahteraan Rumahtangga Responden Berdasarkan Klasifikasi Kelas Rumahtangga, 2012.
Jika dilihat pada gambar 18, maka pendapatan perkapita perhari rumahtangga didesa Mekar Sari lebih tinggi dari desa Telang Rejo, hal ini
dikarenakan kontribusi pendapatan desa Mekar Sari untuk kegiatan mata pencaharian On Farm lebih besar dibandingkan desa Telang Rejo mengacu pada
tabel 16, sedangkan kegiatan non farm jauh lebih berkembang di desa Telang Rejo, sehingga dari data ini dapat dikatakan bahwa kegiatan On Farm sebenarnya
mampu memberikan pendapatan perkapita perhari yang lebih tinggi dibandingkan kegiatan Non Farm, akan tetapi ini hanya berlaku bagi rumahtangga kelas atas dan
menengah sedangkan pada rumahtangga kelas bawah kegiatan On Farm hanya membeerikan sedikit pendapatan, sehingga mereka masih berada dibawah garis
kemiskinan. Baik di desa Mekar sari maupun di desa Telang Rejo, rata-rata rumah
tangga kelas bawah ini adalah rumahtangga yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memiliki lahan sehingga mereka menyewa, dikarenakan rata-rata
rumahtangga ini adalah generasi kedua dan ketiga dari transmigran pertama yang diberi lahan saat kedatangan pertama dilokasi ini, sehingga lahan yang mereka
miliki saat ini adalah lahan yang merupakan pewarisan atau hasil fragmentasi dari lahan transmigran sebelumnya, hal inilah yang menyebabkan rumahtangga ini
masuk pada kelas bawah, dan lebih banyak melakukan kegiatan mata pencaharian tambahan Non Farm. Keberlanjutan pertanian tanaman pangan di desa Telang
Garis kemiskinan
Rejo mulai terancam dan memerlukan upaya antisipasi peralihan kegiatan fokus mata pencaharian utama yaitu pertanian tanaman pangan
Di Desa Mekar Sari, rumahtangga responden yang berada di kelas bawah cenderung lebih banyak melakukan kegiatan mata pencaharian tambahan atau
Non Farm , hal ini terlihat dari kecilnya kontribusi rumahtangga yang melakukan
kegiatan On Farm saja 12,50, dan hanya 2,5 rumahtangga yang melakukan kegiatan Off Farm OF.
Di Desa Telang Rejo, komposisi kegiatan mata pencaharian rumahtangga yang berada dikelas atas memperlihatkan semakin mengecilnya kontribusi
kegiatan On Farm F yang dilakukan, pada rumahtangga yang berada di kelas atas, kegiatan On Farm F hanya 15 saja, ini berarti kecenderungan pergeseran
mata pencaharian dari On Farm ke Non Farm lebih besar peluang terjadinya di desa ini.
Jika dibandingkan dengan Status kesejahteraan berdasarkan standar garis kemiskinan 2kapitahari berdasarkan strandar Bank Dunia World Bank, maka
terlihat bahwa rumahtangga kelas bawah di desa Mekar Sari masih berada dibawah garis kemiskinan. Untuk kontribusi kegiatan mata pencaharian
rumahtangga kegiatan Non Farm memberikan kontribusi pendapatan yang lebih tinggi pada rumahtangga kelas atas dan menengah tetapi tidak pada rumah tangga
kelas bawah. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terus berkembangnya kegiatan
mata pencaharian Non Farm yang akan menggeser kegiatan mata pencaharian utama On Farm, sehingga masyarakat tidak lagi fokus pada pertanian tanaman
pangan, dan lebih tertarik pada kegiatan lain selain pertanian, hal ini dapat mengancam keberlanjutan pertanian tanaman pangan di desa ini. Sama halnya
dengan desa Mekar Sari, di desa Telang Rejo rumahtangga yang berada dibawah garis kemiskinan adalah rumahtangga pada kelas bawah, dan kontribusi
pendapatan dari kegiatan Non Farm memberikan tambahan pendapatan yang lebih besar daripada On Farm.
6.3.3 Keberlanjutan Ekonomi Wilayah
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi diwilayah tertentu. Berupa kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi Priyarsono, 2007. Jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, maka dari data yang diperoleh dalam studi ini,
ekonomi wilayah belum mengalami pertumbuhan, setelah 31 tahun sejak dibukanya daerah ini sebagai lokasi transmigrasi, dengan tingkat kesejahteraan
yang masih minim baru 52,5 di desa Telang Rejo dan 53 di desa Mekar sari, memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan sangat lambat.
Pertumbuhan suatu wilayah melibatkan aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan politik pemerintah, yang merupakan satu sistem pembangunan yang saling
berkaitan., indikator ekonomi berupa pendapatan masyarakat merupakan indikator paling penting dalam pembangunan wilayah, perekonomian di daerah studi dalam
hal ini desa Mekar Sari dan desa Telang rejo sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan, terlihat dari mulai terjadinya penurunan sektor primer dan
tumbuhnya sektor tersier dan skunder. Dalam hal ini terjadi penurunan kegiatan mata pencaharian disektor primer On Farm dan terjadi penambahan serta
pergeseran kegiatan mata pencaharian rumahtangga ke sektor tersier Non Farm dan skunder Off Farm.
Masih minimnya kegiatan peningkatan nilai tambah produk hasil pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan masayarakat setempat, merupakan salah
satu bentuk kebocoran wilayah, dimana proses peningkatan nilai tambah dilakukan diluar daerah, dalam hal ini rumahtangga menjual dalam bentuh gabah
kering giling GKG, sedangkan proses selanjutnya dilakukan diluar daerah atau desa sampai gabah tersebut menjadi beras dan siap dipasarkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan mata pencaharian tambahan berupa Non Farm belum mampu memberikan peningkatan pendapatan yang lebih
baik, terlihat masih banyaknya rumahtangga yang masuk dalam kelas bawah dan berada dibawah garis kemiskinan. Kadaan ini dikarenakan usahatani padi sawah
pasang surut yang dilakukan masih dalam satu kali tanam pertahun, dengan demikian dapat dikatakann bahwa desa atau lokasi studi ini memiliki prospek
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui peningkatan frekuensi
panen, dan memberikan nilai tambah bagi produksi usahatani dalam hal ini padi atau pengolahan pasca panen yang memungkinkan munculnya agroindusti,
kegiatan mata pencaharian Non Farm yang diarahkan pada peningkatan nilai tambah hasil panen ini juga dapat mendorong terjadinya peningkatan produksi,
selain itu kebocoran wilayah yang terjadipun dapat dikurangi yang otomatis memberikan akumulasi pendapatan ke dalam daerah.
Melalui peningkatan kegiatan pengolahan hasil pertanian, selain dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga, diharapkan mampu mempertahankan
keberlanjutan ekonomi wilayah pasang surut ini, terutama keberlanjutan sebagai daerah penyangga pangan. Kesejahteraan rumahtangga petani merupakan
indikator utama penentu ketahanan ekonomi wilayah serta keberlanjutan ketahanan pangan, dan dalam jangka panjang mampu mempertahankan
keberlanjutan wilayah. Selanjutnya kegiatan Non Farm yang memberikan nilai tambah bagi
pendapatan rumahtangga petani ini juga diharapkan mampu memberikan Spread Effect
kepada masyarakat sekitarnya bahkan desa disekitarnya, menimbulkan terjadinya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, dari hasil studi ini dapat dibuat
suatu skema yang mungkin dapat dikembangkan bagi peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi wilayah dilokasi studi ini.
Gambar 19. Skema Peningkatan Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah On Farm
Non Farm Keragaman jenis
kegiatan Non Farm Industri
Pertanian Masukan:
Pengetahuan Informasi
Inovasi Teknologi
Fasilitas Pemerintah: - Akses Modal
- Akses pemasaran - Infrastruktur penunjang pertanian
- Penataan Kelembagan petani Peningkatan Pendapatan dan
kesejahteraan rumahtangga
+
Pertumbuhan ekonomi Wilayah
Keberlanjutan wilayah melalui penguatan ketahan ekonomi rumahtangga yang diselaraskan dengan kehidupan sosial serta senantiasa menjaga
keseimbangan ekologi, harus terus mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat, karenanya selain fasilitas yang diperlukan dari
pemerintah, rumahtangga petani juga diharapkan mampu berperan aktif melalui partisipasi dalam kelompok tani, kelembagaan yang ada untuk memberikan
masukan, pendapat dan alternatif yang mampu menyelesaikan permasalahan melalui kerjasama yang baik antar masyarakat.
Keberlanjutan mata pencaharian rumahtangga dalam kegiatan On Farm dilokasi studi ini masih berprospek untuk di pertahankan, jika masyarakat mampu
menumbuhkan berbagai jenis kegiatan Non Farm yang berbasis pada produk usahatani atau industri pertanian, akan tetapi sebaliknya jika masyarakat lebih
banyak melakukan pergeseran mata pencaharian ke Non Farm dibidang informal, maka kemungkinan terbesar justru kemiskinan yang akan meningkat, karena
masyarakat lebih tertarik kesektor informal yang belum mampu menjamin pendapatan rumahtangga dalam jangka panjang. Kesadaran akan pentingnya
menjaga keseimbangan alam, senantiasa diharapkan agar rumahtangga mampu melakukan kegiatan mata pencaharian yang senantiasa selaras dengan alam, untuk
dapat menjamin keberlanjutan wilayah. Salah satu upaya yang dapat ditempuh berdasarkan potensi yang ada
dalam rangka mendukung dan menjadikan kawasan Desa Telang Rejo dalam Skala luas Delta Telang I yang telah diprogramkan sebagai kawasan Kota Mandiri
Telang dan program peningkatan indeks pertanaman IP 200 adalah dengan menerapkan program Prima Tani sebagai salah satu upaya trobosan dalam hal
inovasi dan diseminasi teknologi pertanian. Selain permasalahan panen satu kali setahun, permasalahan lainnya yang
dihadapi petani, antara lain: infrastruktur seperti pengairan yang dangkal, belum tersedianya pintu air, dan pemasaran yang kerapkali dipermainkan oleh para
tengkulak dalam penentuan harga jual. Sehingga optimalisasi peran BULOG serta lembaga pemasaran tingkat desa perlu dilakukan secepatnya, agar petani memiliki
kekuatan dalam penentuan harga jual hasil usahatani.
Hasil survey dan wawancara dilapangan menunjukkan bahwa program- program yang ada belum maksimal, terlihat masih didominasinya peran tengkulak
pada kedua desa lokasi studi, bahkan menurut para responden rumahtangga petani peran BULOG hampir tidak meraka rasakan sama sekali sebagai
pengendali harga serta tidak adanya lembaga pemasaran ditingkat petani seperti KUD, keberadaan Terminal Agribisnis pun belum membantu petani dalam
penyaluran hasil taninya dikarenakan jaraknya yang sangat jauh yaitu di pangkalan Balai dan Betung, sedangkan di daerah perairan sendiri khususnya
Kecamatan Muara Telang belum ada Terminal Agribisnis.
6.4. Ikhtisar
Dalam penelitian ini responden yang diambil berasal dari dua 2 desa, dimana pada masing-masing desa diambil sebanyak 40 rumahtangga responden
yang ditentukan secara purposive sengaja, yang mewakili populasi rumah tangga yang memiliki mata pencaharian On Farm, Off Farm dan Non Farm serta
mewakili pendapatan rumah tangga yang telah panen 2dua kali dan yang masih panen 1 satu kali.
6.4.1. Pendapatan Rumahtangga Responden Desa Mekar Sari
Sebagian besar rumahtangga petani merasakan perlunya mencari pendapatan tambahan diluar usahatani, pertanyaannya apakah benar kegiatan mata
pencaharian tambahan ini memberikan kontribusi pendapatan yang lebih baik daripada hanya melakukan usahatani saja. Total Pendapatan kegiatan On Farm
ternyata memberikan kontribusi terbesar yaitu 42 dan Off Farm hanya 0 sedangkan kegiatan Non Farm memberikan kontribusi pendapatan totalth sebesar
58. Jika dilihat dari persentase 52 rumahtangga responden berada diatas
garis kemiskinan, sisanya termasuk kategori miskin dan sangat miskin, sehingga persentase rumahtangga responden yang termasuk kategori miskin dan sangat
miskin sebanyak 48. Kondisi ini perlu diwaspadai seiring terus meningkatnya populasi penduduk, maka perlu adanya upaya antisipasi meningkatnya jumalah
rumahtangga miskin. Hampir setengah dari hasil kuisioner memperlihatkan
responden berada pada garis kemiskinan, yang rata-rata hanya memiliki lahan 0-3 ha, serta bekerja sebagai nelayan, pendapatan terendah adalah rumahtangga yang
hanya bekerja sebagai buruh tani tenaga upahan yang tidak memiliki lahan sendiri.
Rumahtangga Responden Desa Mekar Sari yang telah melakukan kegiatan usaha tani padi sawah pasang surut dengan 2 dua kali tanam dalam setahun
memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding yang masih melakukan 1 satu kali tanam dalam setahun, selisih pendapatan rumahtangga responden yang
melakukan usahatani 1 satu kali tanam dengan 2 dua kali tanam rata-rata 56, sehingga pendapatan rumah tangga mengalami peningkatan yang cukup besar.
Namun masih sedikit sekali rumahtangga di desa Mekar sari yang telah melakukan 2 dua kali tanam dalam setahun, hal ini dikarenakan beberapa
kendala berupa masalah pasang surut air yang belum dapat diatasi, saluran air yang rusak dan dangkal sehingga petani mengalami kesulitan saat air pasang
cukup besar, lokasi Desa ini yang berada di pesisir muara sungai mengakibatkan lahan sawah tergenang disaat pasang, air pasang bisa menggenangi sawah hingga
1 sampai 2 hari, yang mengakibatkan sawah fuso, busuk leher dan gagal panen.
6.4.2. Pendapatan Rumahtangga Responden Desa Telang Rejo
Pendapatan utama rumahtangga responden mayoritas bersumber dari kegiatan mata pencaharian Non Farm 63, dan sisanya On Farm 36,
sedangkan untuk Off Farm hanya 1 rumahtangga, sehingga jika dikumulatifkan hanya 1 saja. Data ini memberikan gambaran mulai adanya pergeseran
kontribusi pendapatan yang dahulunya hanya berasal dari kegiatan On Farm saja, saat ini mulai terjadi diversifikasi sumber pendapatan dan jumlahnya melebihi
setengah dari populasi rumahtangga responden. Rumahtangga petani yang ada di desa ini telah banyak melakukan berbagai kegiatan mata pencaharian tambahan
Non Farm .
Sebanyak 53 responden berada diatas garis kemiskinan, yaitu pendapatan perkapita melebihi 2 perhari berdasarkan Standar World Bank
yang dijadikan standar garis kemiskinan Poverty Linedalam penelitian ini, sedangkan sisanya termasuk kategori rumahtangga miskin dan sangat miskin
sebesar 47. Meskipun sebagian telah berada diatas garis kemiskinan namun hal ini perlu diwaspadai, mengingat rata-rata responden yang berada diatas garis
kemiskinan ini memiliki kegiatan mata pencaharian tambahan Off Farm dan Non Farm
sedangkan yang hanya mengandalkan kegiatan On Farm saja cenderung berada pada garis kemiskinan, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka peralihan
mata pencaharian dari kegiatan On farm akan meningkat, sehingga diperlukan usaha peningkatan kegiatan Non Farm yang berbasis pertanian pada rumah tangga
petani di desa ini, untuk menjaga keberlanjutan kegiatan On farm sebagai penyedia bahan baku kegiatan Non Farm, dengan demikian dapat bersinergi
dengan penetapan daerah ini sebagai penyangga pangan. Rumahtangga responden yang melakukan penanaman 2 dua kali dalam
setahun, memiliki pendapatan lebih besar dibanding rumahtangga responden yang melakukan penanaman 1 satu kali dalam setahun. Meskipun pada beberapa
rumahtangga responden pendapatan satu kali tanam hampir menyamai rumahtangga responden dua kali tanam, hal ini dikarenakan rumahtangga tersebut
memiliki kegiatan mata pencaharian tambahan baik Off Farm maupun Non Farm.
6.4.3. Struktur Pendapatan Rumahtangga
Jika dibandingkan tingkat pendapatan kedua desa lokasi studi, maka terlihat bahwa Desa Mekar Sari memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi,
namun jika dilihat sebaran distribusi pendapatan di kedua desa hampir sama yaitu mengumpul pada sebaran pendapatan pertahun antara Rp. 20.000.000 hingga
Rp.75.000.000. Boxplot pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata pertahun rumah tangga di desa Mekar Sari sebesar Rp. 53.087.500 dan di desa
Telang Rejo sebesar Rp. 49.045.000. Jika dilihat dari status kesejahteraan yang dibandingkan dengan standar
garis kemiskinan yaitu 2perkapitahari berdasarkan standar Bank Dunia World Bank
, terlihat bahwa pendapatan perkapitahari rumahtangga responden yang berada pada garis kemiskinan adalah rumahtangga responden yng melakukan
kegiatan mata pencaharian tambahan Non Farm, sedangkan rumahtangga responden yang melakukan kegiatan On Farm berada diatas garis kemiskinan. Ini
memperlihatkan bahwa kegiatan pertanian On Farm di kedua desa ini masih
berpontesi untuk terus dikembangkan, dan mampu memberikan kontribusi kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat setempat.
Di desa Mekar Sari, Semakin kebawah status kesejahteraannya, maka komposisi kegiatan Non Farm semakin membesar, dan kegiatan On farm semakin
mengecil, rumahtangga yang berada di kelas atas 15 sebagian besar tetap fokus pada mata pencaharian On Farm, Rumahtangga yang berada dikelas bawah
40 justru lebih banyak yang melakukan kegiatan pada Non Farm F, kegiatan Non Farm
NF yang dilakukan hanyalah jenis usaha kecil-kecilan usaha mikro, dibidang perdagangan dan jasa sektor informal dan belum mengarah pada
industri pedesaan yang produktif, sektor pertanian sebagai telah mengalami penurunan, dan tidak bisa diandalkan sebagai satu-satunya fokus kegiatan mata
pencaharian terutama bagi rumahtangga kelas bawah, dan merupakan suatu ancaman bagi keberlanjutan pertanian tanaman pangan diwilayah pasang surut ini.
Di desa Telang Rejo, Komposisi kegiatan On Farm di desa Telang Rejo berfluktuasi atau hampir sama untuk setiap kelas rumahtangga, tingkat pendapatan
pada kelas atas dan menengah justru diperoleh dari kegiatan mata pencaharian Non Farm,
Rumahtangga kelas bawah justru yang lebih banyak tetap mengusahakan kegiatan On Farm.
Jika dibandingkan dengan Status kesejahteraan berdasarkan standar garis kemiskinan 2kapitahari berdasarkan strandar Bank Dunia World Bank, maka
terlihat bahwa rumahtangga kelas bawah di desa Mekar Sari masih berada dibawah garis kemiskinan, Sama halnya dengan desa Mekar Sari, di desa Telang
Rejo rumahtangga yang berada dibawah garis kemiskinan adalah rumahtangga pada kelas bawah, dan kontribusi pendapatan dari kegiatan Non Farm
memberikan tambahan pendapatan yang lebih besar daripada On Farm.
6.4.4 Keberlanjutan Ekonomi Wilayah
Jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, maka dari data yang diperoleh dalam studi ini, ekonomi wilayah belum mengalami pertumbuhan,
setelah 31 tahun sejak dibukanya daerah ini sebagai lokasi transmigrasi, dengan tingkat kesejahteraan yang masih minim baru 52,5 di desa Telang Rejo dan 53
di desa Mekar sari, memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan sangat lambat.
Keberlanjutan mata pencaharian rumahtangga dalam kegiatan On Farm dilokasi studi ini masih berprospek untuk di pertahankan, jika masyarakat mampu
menumbuhkan berbagai jenis kegiatan Non Farm yang berbasis pada produk usahatani, akan tetapi sebaliknya jika masyarakat lebih banyak melakukan
pergeseran mata pencaharian ke Non Farm dibidang informal, maka kemungkinan terbesar justru kemiskinan yang akan meningkat, karena masyarakat lebih tertarik
kesektor informal yang belum mampu menjamin pendapatan rumahtangga dalam jangka panjang. Kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan alam,
senantiasa diharapkan agar rumahtangga mampu melakukan kegiatan mata pencaharian yang senantiasa selaras dengan alam, untuk dapat menjamin
keberlanjutan wilayah. Selain permasalahan panen satu kali setahun, permasalahan lainnya yang
dihadapi petani, antara lain: infrastruktur seperti pengairan yang dangkal, belum tersedianya pintu air, dan pemasaran yang kerapkali dipermainkan oleh para
tengkulak dalam penentuan harga jual. Sehingga optimalisasi peran BULOG serta lembaga pemasaran tingkat desa perlu dilakukan secepatnya, agar petani memiliki
kekuatan dalam penentuan harga jual hasil usahatani.
VII. DAYA DUKUNG LAHAN CARRYING CAPACITY, KEPADATAN AGRARIS DAN KONDISI SOSIAL EKOLOGI
ANALISIS MAKRO 7.1. Kondisi Wilayah Pasang Surut Kabupaten Banyuasin
Sebagian wilayah Kabupaten Banyuasin berupa rawa pasang surut yang sangatlah berpotensi bagi pengembangan pertanian pangan dengan penggunaan
teknologi yang sesuai. Pembukaan areal rawa pasang surut yang merupakan lahan suboptimal telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1969 melalui reklamasi,
namun sebelumnya areal ini telah lebih dahulu dibuka oleh para pendatang dari Bugis sejak tahun 1930. Pembukaan lahan pasang surut atau reklamasi dilakukan
dengan tujuan untuk mendrainase kelebihan air permukaan dan air tanah, memungkinkan penyaluran air pasang untuk tanaman, mencegah banjir,
mencegah intrusi air asin, menyediakan fasilitas transportasi untuk perahu-perahu kecil P2DR, 1995. Untuk tujuan diatas maka langkah awal dalam reklamasi
rawa ini adalah dengan membuat saluran drainase. Saluran yang dibuat adalah saluran primer, sekunder, dan tersier Dinas PU Pengairan Sumsel, 2011.
Beberapa lokasi yang dibuka dan dikembangkan untuk persawahan dengan masukan teknologi yang tepat dan pengelolaan air yang memadai telah
memberikan hasil yang mampu menyamai persawahan beririgasi. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa daerah ini sangat prospektif bagi kegiatan di sektor
pertanian. Sedangkan tanaman perkebunan yang terbukti potensial untuk dikembangkan antara lain adalah karet, kelapa, kelapa sawit, dan kopi. Karet
dapat dikembangkan di lahan kering. Kelapa, kopi varietas tertentu dapat dikembangkan di lahan pasang surut. Sedangkan kelapa sawit dapat
dikembangkan baik di lahan kering maupun pasang surut Humas Kabupaten Banyuasin, 2011.
Lokasi Penelitian ini mengambil Sampel di Kecamatan Muara Telang dengan ibukota desa Telang Jaya, luas wilayah kecamatan ini 1.150 km2 yang
mencakup 22 desa definitif terdiri dari 12 desa eks Transmigrasi dan 10 Desa eks Marga. Desa yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Desa Telang Rejo dan
Desa Mekar Sari, kedua desa ini ditentukan secara sengaja Purposive dengan pertimbangan bahwa Kedua desa ini memiliki penduduk yang cukup padat, rata-