Konsepsi Lahan Pasang Surut
2.3 Kondisi Kesejahteraan, Kondisi Ekologi dan Sosial 2.3.1 Struktur Nafkah dan Status Kesejahteraan
Azas ekonomi dalam pengembangan wilayah, merupakan usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang
memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah
yang lebih baik. Salah satu target utama dari pembangunan pertanian adalah upaya peningkatan kesejahteraan petani. Unsur penting yang berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Walaupun demikian tidak selalu upaya peningkatan pendapatan petani secara
otomatis diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung pada pengeluaran yang harus dibelanjakan keluarga petani
serta faktor-faktor non finansial, seperti faktor sosial budaya. Mulyanto, 2008. .Menurut Todaro 2000, syarat-syarat yang harus segera dipenuhi dalam
rangka merealisasikan setiap strategi pengembangan sektor-sektor pertanian dan pembangunan daerah-daerah pedesaan yang berorientasi pada kesejahteraan
rakyar banyak adalah struktur usaha tani, pola pemilikan lahan harus disesuaikan dengan tujuan utama yang bersisi ganda, yaitu peningkatan produksi bahan
pangan pada satu sisi, serta pemerataan segala manfaat untuk ke atau keuntungan- keuntungan kemajuan pertanian pada sisi lain.
Selanjutnya menurut Bappenas 2010, dalam kerangka peningkatan kesejahteraan petani, prioritas utama Kementrian Pertanian adalah upaya
meningkatkan pendapatan petani, dari rata-rata pendapatan per kapita pertanian hanya sekitar Rp 4,69 juta per tahun. Pada tahun 2014 Kementrian Pertanian
menargetkan pendapatan perkapita tersebut meningkat menjadi 7,39 juta per tahun. Hal ini berarti setiap tahun harus diupayakan kenaikan pendapatan 11,1
persen per tahun. Nilai pendapatan petani dapat bersumber dari usaha pertanian dan usaha
non pertanian. Nilai pendapatan yang bersumber dari usaha pertanian akan diperoleh dari selisih nilai penjualan komoditas usahatani yang dihasilkan dengan
biaya usahatani yang dikeluarkan. Nilai penjualan usaha tani akan ditentukan
oleh volume produksi yang dihasilkan serta harga jual, makin besar volume produksi yang dihasilkan makin besar pula volume fisik yang dapat di jual.
Dharmawan 2007, mengemukakan bahwa pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah dalam bahasa Indonesia
sesungguhnya dimaknai lebih besar daripada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah
bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu
ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem
nilai budaya yang berlaku. Tulak 2009 mengutip Chambers tentang komponen sustainable
livelihood mata pencaharian yang berkelanjutan, yaitu terdiri dari capabilities,
yaitu kemampuan untuk bertahan menghadapi tekanan stress dan guncangan shock, mampu menemukan dan memanfaatkan kesempatan dalam kehidupan
ekonomi; Equity, yaitu secara konvensional dapat diukur dari distribusi pendapatan relatif, tetapi lebih luas menunjuk pada pemerataan distribusi asset,
kemampuan, dan kesempatan terutama bagi mereka yang tergolong miskin; Sustanaibility,
dari aspek sosial dalam konteks livelihood, keberlanjutan ditunjukkan oleh cara-cara dan kemampuan seseorang untuk memelihara dan
memperbaiki kehidupan ekonomi serta memelihara aset lokal dan global. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan permintaan terhadap
produk pertanian maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian juga meningkat. Lahan yang dulunya dianggap sebagai lahan marjinal seperti lahan gambut,
menjadi salah satu sasaran perluasan lahan pertanian. Selain berpotensi memberikan tambahan devisa dan kesempatan kerja bagi masyarakat lahan
gambut juga merupakan penyangga ekosistem terpenting karena simpanan karbon dan daya simpan airnya yang sangat tinggi.
Selain upaya yang berhubungan secara lansung dengan nilai input dan ouput
pertanian, pendapatan petani juga masih memungkinkan untuk ditingkatkan melalui: 1 Pengembangan infrastruktur oleh pemerintah secara padat karya
dengan melibatkan petani sebagai sasaran kegiatan, 2 mengembangkan berbagai
aktivitas off-farm yang mampu meningkatkan penghasilan petani dengan basis kegiatan yang terkait usahatani, 3 Mengupayakan insentif bagi tumbuhnya
industri hulu dan hilir pertanian, 4 Mengupayakan adanya payung hukum bagi bertumbuhnya lembaga pembiayaan pertaniaan yang tersedia di perdesaan
Bappenas,2010. Menurut Badan Pusat Statistik 1993, indikator kesejahteraan rakyat
dilihat dari aspek spesifik yaitu kesehatan, pendidikan, konsumsi rumahtangga dan perumahan. Aspek pendapatan, kondisi dan fasilitas perumahan, juga rasa
aman merupakan indikator kesejahteraan. Tingkat pendapatan keluarga diukur dari besarnya pendapatan rumahtangga per kapita dalam sebulan dibagi kedalam
tiga kategori interval yang sama dalam satuan rupiah, yakni tinggi, sedang dan rendah.
Klasifikasi tingkat kesejahteraan untuk pedesaan di Indonesia, menurut Sajogyo 1993, yang termasuk kategori rendah miskin apabila pengeluaran per
kapita per tahun kurang dari setara 320 kilogram beras, Kategori sedang hampir cukup apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 320 kilogram beras
sampai 480 kilogram beras. Sedangkan untuk kategori tinggi cukup apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih dari setara 460 kilogram beras.
Sedangkan Menurut Departemen Transmigrasi 1984 dalam Tulak 2009, Penilaian tingkat kesejahteraan program transmigrasi dapat pula
dilakukan melalui kriteria tingkat kesejahteraan ekonomi, serta melalui indikator kesejahteraan ekonomi masyarakat, yaitu: 1 pendapatan per kapita setara dengan
500 kilogram per tahun; 2 sumber pendapatan dari usahatani setara 420 kilogram beras.
Keluarga sejahtera adalah 1 keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya baik sandang, pangan, perumahan, sosial, maupun agama 2 keluarga
yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan dengan jumlah anggota keluarganya, dan 3 keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota
keluarga, kehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusyuk dan terpenuhinya kebutuhan pokok Badan Koordinasi Keluarga Nasional, 1996
dalam Tulak 2009.